Mohon tunggu...
Afif A. Luqmana
Afif A. Luqmana Mohon Tunggu... Karyawan -

Tidak pergi namun tidak ada disini

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perjalanan Satu Dasawarsa LPSK Melindungi Saksi dan Korban

21 November 2018   10:49 Diperbarui: 21 November 2018   11:20 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita tentang seorang lakon yang melindungi saksi atau korban dari ancaman dan serangan tentu kerap kita lihat dalam film besutan Hollywood. Sebut saja Witness, Witness Protection atau Trilogi Bourne. Benang merah dari semua film ini sama, saksi atau korban berperan penting dalam pemecahan sebuah kasus. Oleh karena itu, mereka sering mengalami situasi, kejadian dan tekanan yang membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang-orang terdekatnya. Tidak hanya di dalam film, hal-hal semacam ini nyata terjadi di keseharian kita. 

Lantas siapa Sang Lakon yang bisa melindungi?

Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban

Dalam sistem peradilan kita merujuk ke Pasal 184 ayat (1) KUHAP saksi menempati posisi paling penting sebagai alat bukti, diatas keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keberhasilan mengolah alat-alat bukti inilah yang menentukan keberhasilan pengungkapan sebuah kasus. Disinilah  Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut memainkan peranan pentingnya.

LPSK lahir melalui perjalanan yang cukup panjang. Pasca reformasi, yaitu tahun 1999,  muncul suara-suara masyarakat yang menghendaki terbentuknya Undang-Undang tentang perlindungan saksi. 

Tahun 2001  undang-undang   perlindungan  saksi diamanatkan untuk segera dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No.VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Juni 2002 Badan Legislasi DPR RI mengajukan RUU   Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Tahun 2003, Indonesia meratifikasi United Nation Convention Against Corruption. Salah satu implikasinya,  Indonesia wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi dan orang-orang terdekatnya dari intimidasi dan tekanan. 

Dua tahun berselang, RUU Perlindungan Saksi dan Korban mulai masuk dalam pembahasan DPR dan Pemerintah. Setelah sekian lama pembahasan, pada Juli 2006 Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU Perlindungan Saksi dan Korban. 

Presiden Susilo Bambang  Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang  Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64). Salah satu amanat yang ada dalam UU ini adalah pembentukan LPSK yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan. Inilah cikal bakal terbentuknya LPSK.

Sekilas Tentang LPSK

Dalam menjalankan tugasnya LPSK terdiri atas unsur Pimpinan dan Anggota. Unsur pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap anggota yang dipilih dari dan oleh anggota LPSK. 

Pelaksanaaan kegiatan LPSK  dilakukan oleh beberapa anggota yang bertanggung jawab pada sejumlah bidang, yaitu: Perlindungan, Bantuan, Kompensasi, dan Restitusi, Kerjasama,  Pengembangan Kelembagaan, dan Hukum Diseminasi dan Humas.

Sedang wewenang yang dimiliki LPSK adalah:

  • meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang terkait dengan permohonan;
  • menelaah keterangan, surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan;
  • meminta salinan atau fotokopi surat dan/atau dokumen terkait yang diperlukan dari instansi manapun untuk memeriksa laporan pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum;
  • mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • mengelola rumah aman;
  • memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
  • melakukan pengamanan dan pengawalan;
  • melakukan pendampingan Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan; dan;
  • melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian Restitusi dan Kompensasi.

Upaya Penguatan Kapasitas LPSK

Menyambut jajaran Pimpinan baru LPSK periode 2018 -- 2023, besarnya harapan publik berkelindan pada lembaga ini. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan penguatan kapasitas LPSK. 

Penguatan kapasitas sendiri dipahami sebagai upaya meningkatkan kemampuan organisasi dalam rangka mencapai tujuan secara lebih efektif. Penguatan ini diimplementasikan pada 3 ranah utama, yaitu: individu, kelembagaan, dan sistem.

Ranah Individu

Penguatan kapasitas pada level individu meliputi peningkatan pengetahuan, skill, kompetensi, etos dan etika kerja pegawai. Telah dilaksanakannya Assessment Test terhadap sejumlah pegawai LPSKmenjadi langkah awal untuk memotret potensi dan kelebihan pegawai sehingga tiap pegawai bisa memberikan kontribusi maksimal bagi organisasi. 

Disamping perbaikan dari sisi kualitas individu, penambahan kuantitas individu pun dilakukan dengan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 2018. Suntikan darah dan tenaga baru ini diharapkan dapat menjad batu pijakan bagi pelaksanaan reformasi birokrasi demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). 

Proses rekrutmen CPNS yang dilakukan secara transparan dan profesional merupakan langkah awal dari keberhasilan penerapan prinsip merit system, yaitu sistem yang lebih mengutamakan pencapaian kinerja dan profesionalisme.

Ranah Kelembagaan

Penguatan kapasitas pada level organisasi meliputi peningkatan/perbaikan pada struktur kelembagaan, proses pembuatan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja dan relasi antar lembaga.

Salah satu hal penting yang dilaksanakan dalam ranah ini adalah dengan rencana pembukaan 12 kantor perwakilan LPSK di daerah, yaitu: Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua. 

Dengan dibukanya kantor perwakilan daerah mengingat LPSK pada tahun 2017 menerima 1.901 permohonan perlindungan yang sebagian besar berasal dari luar Jakarta diharapkan LPSK dapat menjangkau dan melayani masyarakat secara lebih luas.

Kerja sama, konsolidasi dan sinergi dengan instansi lain dan masyarakat sipil menjadi hal yang tak kalah penting. Pada tahun 2017, LPSK telah menjalin kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman dengan 14 lembaga lain. Sosialisasi ke 18 daerah juga telah dilaksanakan.

Upaya-upaya ini diharapkan bermuara pada meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya perlindungan saksi dan korban serta terwujudnya salah satu misi LPSK, yaitu menciptakan kelembagaan yang profesional dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban.

Ranah Sistem

Pada level sistem, penguatan kapasitas berkaitan dengan perbaikan kerangka regulasi untuk mencapai tujuan organisasi. Sinkronisasi dan harmonisasi UU LPSK dengan regulasi lainnya menjadi hal pokok yang perlu dilaksanakan, disamping dengan perbaikan UU LPSK yang masih mempunyai beberapa kelemahan, seperti, soal unifikasi sistem bantuan korban dan perlindungan saksi secara menyeluruh. 

Selain itu, memperluas area kewenangan LPSK di luar lingkup kasus pidana menjadi opsi untuk menguatkan kapasitas LPSK. Sebab, saat ini UU LPSK hanya mengatur perlindungan yang diberikan terhadap saksi dan korban tindak pidana. Dengan demikian, publik akan merasakan manfaat LPSK secara lebih luas.

Dengan usia yang masih relatif muda, LPSK masih memerlukan dukungan Pemerintah, termasuk dalam hal anggaran. Tanpa mengecilkan anggaran yang telah diberikan Rp75.9 miliar rupiah untuk tahun anggaran 2017  membuat peran LPSK belum optimal, mengingat semakin tingginya tingkat kejahatan pidana dari tahun ke tahunnya.

Penutup

Selaku lembaga yang diberikan mandat oleh Undang-undang sebagai Sang Lakon pelindung saksi dan korban, LPSK berperan penting dalam reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 

Hal ini sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo dalam Nawa Cita, yang mencita-citakan masyarakat maju yang berlandaskan hukum. Dengan kepemimpinan baru LPSK periode 2018 2023, besar harapan dan optimisme publik terhadap peningkatan kinerja LPSK. Selamat bekerja dan berkarya bagi Bangsa!

Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  • Laporan Kinerja Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Tahun 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun