Oleh : Noer Ima Kaltsum
Pagi ini aku sudah berhadapan dengan Gerojogan Sewu. Entahlah, aku ingin menikmati kesendirianku. Suasana belum begitu ramai. Pengunjung belum banyak yang datang, apalagi kali ini bukan hari libur. Aku benar-benar menikmatinya.
Aku ingin mengabadikan momen ini dengan mengambil gambar. Tapi aku memerlukan orang lain. Aku melihat beberapa orang yang memberikan jasa mengambil gambar dengan upah sekadarnya. Mereka memang professional fotografer. Akan tetapi fotografer yang ketrampilannya terasah hanya karena kebiasaan.
Senang rasanya aku sudah memiliki beberapa gambar. Ketika aku menjauh dari jembatan, mataku tertuju pada seorang perempuan yang enerjik. Tas berada di punggung dan kamera dipegang dengan tali dikalungkan ke lehernya. Meskipun berkerudung lebar, namun perempuan itu tetap kelihatan dinamis.
Tiba-tiba aku memperhatikan gerak-gerik perempuan tersebut. Dari cara memotret, mendekati orang lalu mengeluarkan hape dan mengajak bicara, perempuan ini layaknya wartawan. Wow, aku ingin mendekatinya, penasaran.
Perempuan itu mengambil tempat duduk di bawah pohon pinus. Ya, aku ingin mendekatinya, sekadar bertanya tentang profesinya.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Bolehkah saya duduk di sebelah?”
“Boleh, silakan.”
“Boleh saya bertanya tentang sesuatu?”