Dia hanya tinggal meneruskan, lalu sukses besar. Nah, bagaimana audiens yang benar-benar memulai dari bawah harus merasa relate dengan perkataan mereka?
Klaim-klaim seperti ini, bisa membuat audiens malah merasa gagal. Bukannya termotivasi, mereka bisa saja berpikir,“Kalau dia saja yang dari Harvard bilang mulai dari nol, saya yang hanya lulusan SMA ini bagaimana nasibnya?”
Sebenarnya nggak apa-apa kok bilang, “Saya punya privilese, tapi ini yang saya lakukan untuk memanfaatkannya dengan baik.”
Itu justru lebih relatable dan lebih ampuh untuk menginspirasi orang lain dengan cara yang realistis. Karena pada akhirnya, orang butuh cerita yang tidak hanya indah, tapi juga nyata.
Jadi, lain kali dengar motivator, jangan langsung percaya. Selalu tanyakan dalam hati: "Ini benar-benar nol atau nol yang sudah bonus privilese?"
Dari cerita ini, ada satu hal penting yang perlu kita ingat: jangan telan mentah-mentah semua ucapan motivator, apalagi kalau mereka bilang memulai dari nol.
Karena sering kali, di balik narasi dramatis itu, ada privilese besar yang tidak diceritakan. Jadi, penting untuk kita mendekati cerita mereka dengan kritis.
Tanyakan, “Apa ini benar relevan dengan kondisi saya?” Jangan sampai kita terjebak dalam cerita manis yang tidak realistis.
Daripada fokus pada hal-hal yang terlalu bombastis, lebih baik kita cari langkah praktis yang sesuai dengan situasi kita. Nggak perlu muluk-muluk, yang penting realistis dan bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kamu cuma punya modal kecil, ya mulailah dari apa yang bisa kamu kerjakan sekarang. Kalau kamu punya privilese, manfaatkan itu dengan bijak.
Intinya, jangan bandingkan perjalanan kita dengan cerita orang lain yang nggak sepenuhnya transparan.