Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Madrasah Tsanawiyah

Operator Madrasah : - Operator data EMIS (Education Management Information System) - Operator data Simpatika Kemenang - Operator E-RKAM BOS Kemenag - Operator Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus - Teknisi ANBK dari Tahun 2017 s.d sekarang (dulu masih UNBK namanya) Mencoba untuk menuangkan keresahannya melalui artikel di Kompasiana, tapi lebih banyak tema yang diluar dari konteks pekerjaan. More info: asharinoer9@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Gus Miftah dan Penjual Es Teh dalam Kacamata 48 Hukum Kekuasaan

9 Desember 2024   15:50 Diperbarui: 10 Desember 2024   23:04 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai tokoh publik, Gus Miftah seharusnya lebih bijak dalam memilih kata-kata, apalagi di situasi seperti ini. Candaan yang mungkin dianggap lucu oleh sebagian orang ternyata bisa menjadi penghinaan bagi orang lain, apalagi jika menyangkut harga diri. 

Menurut Greene, menjaga ego orang lain adalah bentuk strategi sosial yang cerdas, karena harga diri adalah hal yang sangat sensitif.  

Kasus ini memberikan pelajaran berharga bahwa menjaga ego orang lain bukan hanya soal menghormati, tapi juga mencegah konflik yang tidak perlu. Bagi siapa pun, baik tokoh masyarakat maupun orang biasa, kehati-hatian dalam berbicara itu penting. 

Karena seperti yang ditulis Greene, "menjatuhkan harga diri seseorang dapat menimbulkan kebencian yang berbahaya."Gus Miftah mungkin tidak berniat buruk, tapi akibat dari kata-katanya menunjukkan bahwa dalam dunia sosial, niat baik saja tidak cukup. 

Kasus Gus Miftah dan penjual es teh ini sebenarnya seperti kaca besar yang memperlihatkan pentingnya menjaga ucapan kita, terutama di depan orang lain. Ada empat hikmah yang bisa kita ambil, baik untuk masyarakat umum maupun tokoh publik.  

1. Untuk Kita Semua: Jangan Asal Bicara, Jaga Harga Diri Orang Lain

Kata-kata itu ibarat pedang: sekali terucap, efeknya bisa melukai, apalagi kalau menyentuh hal sensitif seperti harga diri. Sunhaji, penjual es teh, mungkin sederhana dalam kehidupannya, tapi tetap punya harga diri yang perlu dihormati. 

Kalau kita tidak mau diperlakukan seperti itu, ya jangan melakukannya pada orang lain.  

Dalam interaksi sehari-hari, entah di rumah, tempat kerja, atau media sosial, menjaga kehormatan orang lain itu penting sekali. Robert Greene dalam bukunya bilang, "Menjatuhkan harga diri seseorang dapat menimbulkan kebencian yang berbahaya."

Jadi, jangan pernah meremehkan dampak ucapan kita, karena bisa jadi luka yang kita tinggalkan lebih dalam dari yang kita bayangkan.  

2. Untuk Tokoh Publik: Kata-Kata Itu Tanggung Jawab Besar 

Untuk tokoh masyarakat seperti Gus Miftah, kasus ini adalah pengingat keras bahwa setiap ucapan itu membawa konsekuensi, apalagi di era digital. Segala sesuatu bisa direkam, disebar, dan dikomentari. 

Ketika berbicara di depan publik, guyonan yang salah tempat bisa berbalik menyerang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun