Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kamu Yakin, Bisa Tahan Nggak Ngomong Kasar Pas Emosi Lagi Tinggi-tingginya?

29 November 2024   07:06 Diperbarui: 29 November 2024   14:52 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Marah. | Pexels. Thirdman

Kemarahan itu memang hal yang manusiawi. Namun, kalau tidak dikendalikan, dampaknya bisa besar, terutama pada hubungan kita dengan orang lain. 

Kata-kata yang terucap saat marah, apalagi kalau sudah menyakiti hati, bisa bikin hubungan retak, bahkan sulit diperbaiki. Kadang kita nggak sadar, satu kalimat yang keluar di momen emosi bisa membekas di hati orang lain seumur hidup.  

Maka dari itu, penting sekali untuk menjaga ucapan ketika marah. Karena, jujur saja, kemarahan itu akan mereda dengan sendirinya, tapi kata-kata tajam yang sudah keluar nggak bisa ditarik lagi. 

Itulah yang membuat hubungan jadi tegang, entah itu dengan keluarga, teman, pasangan, atau rekan kerja.  

Tapi, apa mungkin kita bisa menghindari kata-kata menyakitkan saat emosi memuncak? 

Jawabannya, mungkin banget, tapi butuh latihan dan kesadaran. Memang tidak bisa langsung begitu saja, tapi kalau kita belajar untuk lebih sadar dengan emosi sendiri dan melatih diri untuk berpikir sebelum berbicara, kemungkinan untuk menyakiti orang lain akan jauh berkurang. 

Ingat ya, mengendalikan kata-kata itu bukan hanya soal menjaga perasaan orang lain, tapi juga melindungi hubungan kita untuk kedepannya alias jangka panjang. 

Mengapa Kemarahan Membuat Kita Sulit Mengontrol Perkataan?

Kemarahan bikin kita sulit mengontrol perkataan karena, secara psikologis, saat marah, otak kita bekerja lebih ke mode fight or flight. Bagian otak yang disebut amigdala, yang mengurus emosi, jadi "panas" dan mendominasi. 

Sementara itu, prefrontal cortex—bagian otak yang biasanya mikir logis dan bantu kita untuk mengambil keputusan bijak—malah kalah pengaruh. Jadi, emosi meledak, dan kata-kata yang keluar biasanya spontan, tanpa dipikir panjang.  

Ini yang bikin kita cenderung impulsif. Bukannya berhenti untuk berpikir terlebih dahulu, kita langsung ngomong apa pun yang ada di pikiran kita. Nah, kalau lagi marah, pikiran kita biasanya penuh dengan hal-hal negatif, jadi yang keluar pun otomatis kata-kata yang tajam atau menyakiti.  

Contohnya seperti ini,  

Ketika ada teman yang telat datang ke janji penting yang sebelumnya sudah deal, kita langsung ngomel, "Kamu tuh nggak pernah bisa diandalkan!" Padahal bisa saja dia punya alasan yang masuk akal.  

Di tempat kerja, kalau ada bawahan membuat kesalahan, atasan yang lagi emosi bisa langsung bilang, "Kerja kayak gini aja nggak becus!" tanpa mengajak diskusi terlebih dahulu.  

Bahkan di rumah, ketika kamu lagi capek-capeknya nya, eh si anak bikin berantakan, kita bisa lepas kendali dan ngomong, "Kamu ini bikin hidup Mama tambah susah aja!"  

Tiga contoh itu biasanya terjadi karena kita tidak memberikan diri sendiri waktu untuk cool down. Emosi langsung jadi bahan bakar buat ngomong, tanpa disaring dulu. 

Itulah kenapa, kalau sudah tenang, kita biasanya menyesal, “Aduh, kok tadi gue ngomong gitu ya?” Tapi sayangnya, ucapan yang terlanjur keluar tidak bisa ditarik lagi. 

Dampak Perkataan Menyakiti pada Orang Lain

Perkataan yang menyakitkan itu ibarat pisau tajam. Sekali menusuk, meski lukanya sembuh, bekasnya tetap ada. 

Orang yang kita sakiti mungkin tidak berkata apa-apa, tapi di dalam hati, rasa sakitnya bisa membekas dalam waktu yang cukup lama, bahkan seumur hidup. 

Luka emosional itu berbeda dengan luka fisik, tidak terlihat, tetapi efeknya jauh lebih dalam.  

Misalnya, ketika kita mengucapkan sesuatu yang kejam ketika sedang marah, seperti, "Kamu nggak berguna!" atau "Aku nyesel kenal kamu!" Perkataan itu bisa membuat orang yang mendengar merasa rendah diri, tidak dihargai, atau bahkan kehilangan kepercayaan diri. 

Lebih parah lagi, kalau itu terus diingat, mereka bisa merasa trauma tiap kali menghadapi situasi serupa.  

Dampaknya, hubungan yang tadinya baik-baik saja bisa rusak. Kata-kata tajam membuat orang jadi susah percaya lagi dengan kita. 

Mereka mungkin akan menjaga jarak, merasa tidak nyaman, atau bahkan memutus hubungan sama sekali. Padahal, mungkin kita nggak sengaja atau cuma ngomong karena emosi sesaat. 

Tapi bagi mereka, itu terasa seperti serangan langsung ke hati (nyesek banget).  

Ingat, kemarahan itu sifatnya sementara. Sebentar lagi juga ilang marahnya, kita pun akan lupa apa yang membuat kita marah. 

Tapi, kata-kata yang sudah keluar tidak akan hilang dari ingatan orang lain. Kadang, kita sudah minta maaf berkali-kali, tapi bekas lukanya tetap ada. 

Jadi, hati-hati dengan ucapan, apalagi saat emosi lagi tinggi. Kata-kata itu bisa jadi penghancur hubungan yang tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Kalau lagi marah, memang susah sekali untuk tetap tenang dan berpikir jernih. Tapi, bukan berarti nggak bisa. Ada empat cara sederhana untuk mencegah kata-kata menyakitkan keluar ketika emosi sedang tinggi-tingginya. Ini dia, 

1. Berhenti Sejenak: Tarik Napas Sebelum Bicara 

Ketika sedang marah, refleks kita sering langsung ngomong apa aja yang ada di kepala. Nah, ini bahaya! Jadi, coba stop dulu. 

Tarik napas panjang beberapa kali agar otak punya waktu untuk memfilter atau mendinginkan. Napas ini penting karena bisa bantu menenangkan sistem saraf yang sedang "panas". 

Kadang, hanya memberikan jeda lima detik saja bisa membuat pikiran kita lebih jernih dan mencegah omongan yang menyakiti keluar.

2. Pahami Emosi: Kenali Penyebab Kemarahan  

Sebelum ngomel atau nyerocos, coba tanya diri sendiri, "Sebenarnya aku marah karena apa sih?" Kadang kita marah karena sesuatu yang sepele, tapi akumulasi dari stres atau hal lain bikin emosi meledak. Kalau kita mengerti penyebab sebenarnya, kita bisa fokus menyelesaikan masalahnya, bukan malah menyerang orang lain dengan kata-kata tajam.

3. Gunakan Komunikasi yang Asertif: Ungkapkan Perasaan Tanpa Menyerang

Daripada berkata kasar atau menyalahkan orang, coba ubah cara penyampaiannya. Misalnya, ganti kalimat "Kamu itu nggak pernah peduli sama aku!" jadi "Aku merasa nggak dihargai kalau kamu nggak mendengarkan aku." Jelas tidak bedanya? Yang pertama menyerang, yang kedua lebih fokus ke perasaan kita tanpa membuat orang lain tersinggung. 

Komunikasi asertif ini kunci untuk menjaga hubungan tetap sehat meski lagi emosi.

4. Jauhkan Diri Sementara: Ambil Waktu untuk Menenangkan Diri

Kalau rasa marah sudah tidak bisa dikontrol, mending mundur dulu. Pergi ke tempat lain, minum air, atau sekedar jalan-jalan sebentar agar pikiran lebih tenang. 

Setelah situasi mereda, baru kembali dan bahas masalahnya dengan kepala dingin. Kadang, jarak yang sebentar ini bisa membuat kita sadar kalau yang bikin marah sebenarnya tidak sepenting itu.

Jadi, mengontrol emosi itu bukan tentang menahan marah, tapi bagaimana cara kita menyalurkan amarah tanpa menyakiti orang lain. Dengan berhenti sejenak, memahami emosi, berbicara dengan cara yang tepat, dan memberi diri waktu untuk tenang, kita bisa menghindari perkataan yang akan menyakiti hati orang lain. 

Latihan ini memang tidak instan, tapi kalau dibiasakan, lama-lama akan menjadi kebiasaan baik. 

Pentingnya Melatih Pengendalian Diri

Melatih pengendalian diri itu seperti investasi jangka panjang untuk kehidupan yang lebih tenang dan bahagia. Apalagi, emosi tidak akan pernah hilang dari hidup kita. 

Kadang kita senang, kadang sedih, kadang juga marah. Yang penting bukan soal menghindari emosi, tapi bagaimana kita bisa mengatur agar tidak terbawa emosi, apalagi sampai menyakiti orang lain atau diri sendiri.

Salah satu cara efektif untuk mengontrol emosi adalah latihan mindfulness. Simpelnya, mindfulness itu seni untuk sadar penuh dengan apa yang kita rasakan tanpa menghakimi. 

Ketika kamu sedang marah, sebisa mungkin coba dibiasakan melakukan ini:  

  • Sadari apa yang terjadi, Akui kalau kamu lagi marah. Misalnya, bilang ke diri sendiri, "Aku lagi emosi banget sekarang."  
  • Tarik nafas dalam-dalam, Nafas perlahan selama 5 detik, tahan 5 detik, dan hembuskan 5 detik. Ini membuat tubuh lebih rileks dan memberikan waktu untuk berpikir.
  • Fokus ke apa yang bisa dikontrol, Kadang, kita marah dengan hal yang di luar kendali, seperti perilaku orang lain. Mindfulness mengajarkan kita untuk fokus ke respon kita, bukan ke situasi yang nggak bisa kita ubah.  

Manfaat Jangka Panjang dari Mengontrol Emosi

Latihan pengendalian diri ini tidak hanya membuat kita lebih sabar, tapi ada empat manfaat lainnya:  

  • Hubungan jadi lebih harmonis, Orang di sekitar kita akan lebih nyaman karena kita nggak gampang meledak-ledak alias sumbu pendek.
  • Kesehatan mental lebih baik, Nggak sering marah-marah itu bikin hati lebih tenang dan jauh dari stres.
  • Keputusan lebih bijak, Saat emosi terkendali, kita bisa berpikir lebih jernih dan mengambil langkah yang tepat.
  • Dihormati orang lain, Siapa sih yang nggak respect dengan orang yang tetap tenang di situasi sulit?  

Belajar mengontrol emosi itu bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk diri kita sendiri. Memang butuh waktu dan latihan, tapi hasilnya akan terasa. 

Hidup jadi lebih damai, hubungan makin solid, dan kita nggak lagi menyesal karena ucapan atau tindakan yang impulsif. Jadi, mari kita mulai latih mindfulness dan kendali diri dari sekarang!

Mengontrol emosi itu memang tidak mudah, apalagi kalau kita sedang berada di puncak amarah. Tapi, bukan berarti mustahil. 

Dengan usaha dan latihan, kita pasti bisa belajar untuk lebih sadar dan bijak dalam menghadapi situasi yang memancing emosi. Nggak ada yang instan, tapi pelan-pelan, setiap usaha kita untuk menahan diri akan membuat perubahan besar dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain.  

Ingat, menjaga kata-kata itu bukan cuma soal sopan santun, tapi juga tentang menjaga hubungan. Perkataan yang kita keluarkan ketika sedang marah bisa jadi senjata yang menghancurkan hubungan, entah itu dengan pasangan, keluarga, teman, atau rekan kerja. 

Sebaliknya, kalau kita belajar menahan diri, hubungan kita jadi lebih sehat, harmonis, dan penuh saling pengertian.

Sekarang, kita coba merefleksikan kebiasaan kita. Kalau lagi marah, apa kamu sering ngomong tanpa mikir dulu? Apa kamu pernah nyesel setelah bilang sesuatu yang menyakitkan? Kalau iya, itu tandanya kamu perlu mulai lebih hati-hati dan sadar dengan emosi sendiri. 

Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Setiap langkah kecil, seperti berhenti sejenak sebelum bicara atau latihan mindfulness, bisa membawa dampak besar untuk cara kita menghadapi kemarahan.

Mari kita mulai belajar sama-sama! Karena menjaga kata-kata bukan hanya membuat orang lain bahagia, tapi juga membuat hati kita lebih tenang dan bebas dari penyesalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun