Ini yang bikin kita cenderung impulsif. Bukannya berhenti untuk berpikir terlebih dahulu, kita langsung ngomong apa pun yang ada di pikiran kita. Nah, kalau lagi marah, pikiran kita biasanya penuh dengan hal-hal negatif, jadi yang keluar pun otomatis kata-kata yang tajam atau menyakiti.
Contohnya seperti ini,
Ketika ada teman yang telat datang ke janji penting yang sebelumnya sudah deal, kita langsung ngomel, "Kamu tuh nggak pernah bisa diandalkan!" Padahal bisa saja dia punya alasan yang masuk akal.
Di tempat kerja, kalau ada bawahan membuat kesalahan, atasan yang lagi emosi bisa langsung bilang, "Kerja kayak gini aja nggak becus!" tanpa mengajak diskusi terlebih dahulu.
Bahkan di rumah, ketika kamu lagi capek-capeknya nya, eh si anak bikin berantakan, kita bisa lepas kendali dan ngomong, "Kamu ini bikin hidup Mama tambah susah aja!"
Tiga contoh itu biasanya terjadi karena kita tidak memberikan diri sendiri waktu untuk cool down. Emosi langsung jadi bahan bakar buat ngomong, tanpa disaring dulu.
Itulah kenapa, kalau sudah tenang, kita biasanya menyesal, “Aduh, kok tadi gue ngomong gitu ya?” Tapi sayangnya, ucapan yang terlanjur keluar tidak bisa ditarik lagi.
Dampak Perkataan Menyakiti pada Orang Lain
Perkataan yang menyakitkan itu ibarat pisau tajam. Sekali menusuk, meski lukanya sembuh, bekasnya tetap ada.
Orang yang kita sakiti mungkin tidak berkata apa-apa, tapi di dalam hati, rasa sakitnya bisa membekas dalam waktu yang cukup lama, bahkan seumur hidup.
Luka emosional itu berbeda dengan luka fisik, tidak terlihat, tetapi efeknya jauh lebih dalam.
Misalnya, ketika kita mengucapkan sesuatu yang kejam ketika sedang marah, seperti, "Kamu nggak berguna!" atau "Aku nyesel kenal kamu!" Perkataan itu bisa membuat orang yang mendengar merasa rendah diri, tidak dihargai, atau bahkan kehilangan kepercayaan diri.