Pertama, kemampuan dan kondisi diri sendiri. Seberapa besar kemampuan dan kondisi diri kita untuk berkorban? Jika kita sudah merasa kelelahan, stres, atau bahkan membahayakan diri sendiri, maka kita perlu membatasi pengorbanan kita.
Kedua, kebutuhan dan kepentingan orang lain. Seberapa besar kebutuhan dan kepentingan orang lain yang kita bantu? Jika pengorbanan kita tidak terlalu diperlukan, maka kita tidak perlu memaksakan diri.
Ketiga, nilai-nilai dan prinsip hidup kita. Apakah pengorbanan yang kita lakukan sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip hidup kita? Jika tidak, maka kita perlu mempertimbangkan kembali untuk melakukannya.
Dan ternyata berkorban terlalu banyak dapat berdampak negatif pada diri kita, baik secara fisik maupun mental. Di bawah ini adalah beberapa dampak negatif yang dapat terjadi:
Pertama, kehilangan diri sendiri. Jika kita terlalu fokus untuk memenuhi kebutuhan orang lain, maka kita bisa kehilangan diri sendiri. Kita bisa lupa akan kebutuhan dan keinginan kita sendiri.
Kedua, stres dan kelelahan. Berkorban membutuhkan energi dan waktu. Jika kita terlalu banyak berkorban, maka kita bisa merasa stres dan kelelahan.
Ketiga, rasa tidak dihargai. Jika orang yang kita bantu tidak menghargai pengorbanan kita, maka kita bisa merasa tidak dihargai. Hal ini dapat membuat kita merasa kecewa dan marah.
Keempat, menjadi orang yang mudah dimanfaatkan. Orang yang terlalu banyak berkorban sering kali menjadi sasaran empuk untuk dimanfaatkan oleh orang lain.
Oleh sebab itu, penting untuk menjaga batas-batas pengorbanan kita. Kita perlu belajar untuk mengatakan "tidak" jika kita merasa tidak mampu atau tidak mau berkorban. Kita juga perlu belajar untuk menghargai diri sendiri dan tidak membiarkan orang lain memanfaatkan kita. Setuju?
Sayangnya, di antara kita ada sekelompok orang yang sulit sekali untuk menghargai pengorbanan orang lain. Mereka bagai jurang tak bertepi, sebanyak apapun kebaikan yang ditumpahkan, tidak akan pernah merasa cukup atau bersyukur. Di bawah ini ada lima karakteristik yang mungkin dimiliki oleh orang-orang yang tidak tahu berterima kasih:
1. Mengambil Kebaikan sebagai Hak
Mereka menganggap kebaikan dan bantuan sebagai hal yang wajar dan pantas mereka terima, seolah-olah itu kewajiban orang lain untuk menolong mereka.