Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Menghadapi Anak yang Sok Kuasa

20 Maret 2024   06:08 Diperbarui: 20 Maret 2024   14:05 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat sedang bermain di waktu istirahat, tiba-tiba Davin, salah satu siswa TK A berteriak "Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!" katanya dengan ketus dan keras kepada temannya. Bukan hanya sekali atau dua kali Davin bersikap seperti ini. Pernah juga ia mencoba menguasai mainan dan tidak membolehkan satu orang pun untuk memainkannya.

Davin sebenarnya anak yang manis. Namun dia senang menunjukkan kekuatan dirinya dan bertindak egois.

Sejatinya kita selalu berharap untuk menghadapi anak-anak yang polos dan lucu serta menyenangkan.

Namun jika bertemu dengan anak-anak yang egois dan sok berkuasa tak urung kadang membuat jengkel gurunya juga di sekolah. Karena anak yang bersikap pongah, suka mengatur yang lain, mau menang sendiri dan berkuasa bisa menimbulkan kesalahpahaman terutama dengan teman-temannya dikelas atau sekolah yang pada umumnya juga anak-anak masih bersikap sama-sama egois.

Namun jika dibiarkan tentu saja hal ini tidak baik. Bisa jadi dia akan memperlakukan orang lain secara tidak pantas tanpa disadarinya karena sudah terbiasa bertindak semaunya dan sok berkuasa. Dan ini akan berujung pada tindakan bullying bila dibiarkan begitu saja.

Sebagai orangtua dan guru, kita perlu memahami mengapa anak-anak bertindak sok kuasa. Anak-anak bertindak dan bersikap sok kuasa disebabkan oleh berbagai faktor dan alasan tertentu, di antaranya adalah:

1. Mereka mendambakan pilihan

Orangtua kadang tanpa menyadarinya, lebih sering memberi mandat pada salah satu anak saja di rumah. Hal ini membuat anak tersebut merasa sok kuasa untuk mengatur yang lainnya. Sikapnya pun jadi lebih dominan.

Kadang urutan kelahiran juga bisa menjadi penyebab meski ini tidak selalu terjadi. Karena diberikan special privilege, lalu dia menganggap bahwa ia dapat mengatur apa saja yang ia mau. Faktor fisik yang lebih besar juga bisa mendorong anak bersikap sok kuasa dan merasa dominan dari yang lainnya.

2. Mereka mencari otonomi

Karena terbiasa mendapatkan otoritas penuh dan perhatian yang besar dari orangtua dan lingkungannya, seorang anak juga bisa bersikap sok kuasa. Kebiasaan ini berujung dengan sikap susah menerima posisi tawar dan kurang bisa berempati kepada orang lain. Karena ia selalu menjadi center atau pusat perhatian dari lingkungannya.

3. Mereka mungkin merasa tidak berdaya

Karena suatu sebab lainnya, orangtua ataupun lingkungan yang selalu mengiyakan semua keinginan anak juga bisa menjadi penyebab anak bersikap sok kuasa. Anak sangat pintar mengadopsi kebiasaan buruk di lingkungan sekitarnya.

Pemberian tanggung jawab penuh dan besar pada anak lainnya bisa diadopsi sebagai aturan main terhadap teman dan saudaranya. Sehingga ia menganggap bahwa dirinya istimewa.

4. Sehari-hari mereka mungkin terlalu diatur

Pola asuh yang salah serta pengaruh lingkungan memang memberikan dampak yang besar bagi tumbuh kembang anak-anak kita. Anak yang selalu diatur oleh kedua orangtuanya baik ayah maupun ibu, bisa jadi menjadi penyebab anak yang sok kuasa.

Sosok orangtua yang perfeksionis biasanya menetapkan standar tertentu yang harus dicapai oleh anaknya. Selalu mengharuskan nilai yang bagus, mahir olahraga tertentu atau mengikuti kursus Bahasa asing agar bisa diakui di Masyarakat dan sebagainya. Anak yang terlalu dituntut berprestasi dan menjadi idola sejak kecil, makai a akan merasa lebih bisa dari teman-teman sebayanya.

Jika dibiarkan, ia akan tumbuh menajdi superior. Merasa lebih dari yang lainnya dan bisa mengatur yang lainnya sesuai keinginannya.  

5. Mereka mungkin merasa di luar kendali

Ketika seorang anak sudah terbiasa bersikap sok kuasa tanpa diperingatkan oleh orangtuanya, bisa jadi ia semakin merasa di luar kendali. Semakin menjadi-jadi sikap sok kuasanya karena sudah terlalu lama dibiarkan.

6. Mereka mencobanya untuk mengetahui bagaimana rasanya.

Anak yang bersikap sok kuasa, bisa jadi juga karena ia sedang trial and error. Sedang coba-coba bagaimana rasanya jika menjadi top center.

7. Mereka mungkin mengekspresikan emosi kemarahan atau kesedihan melalui kata-kata ini

Mengatakan kepada seseorang, "Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku" atau "Kamu tidak boleh bermain denganku". Semua kalimat dan kata-kata ini adalah  sumber kendali /perlindungan utama terhadap diri mereka sendiri dan/atau orang lain.

noenky pribadi
noenky pribadi

Sebagai orangtua maupun guru, kita tidak boleh menyepelekan dan mengabaikan gejala yang muncul tersebut. Karena penanganan sedari dini tentu bisa mengurangi dan mengubah anak menjadi pribadi yang lebih baik. Bagaimana cara mendukung anak-anak pada saat-saat seperti ini?

Berikut adalah beberapa tips yang mungkin bisa ayah bunda dan guru bantu kenali pada anak yang bersikap sok kuasa dan menerapkannya.

1. Akui emosi mereka "Kamu marah!"

Jika mendapati anak benar-benar terlihat sedang bersikpa sok kuasa, bantu mereka untuk menemu kenali sendiri sikapnya. Dengan begitu anak akan memahami bahwa dia sedang memainkan peran emosinya dan menemu kenali bahwa ia sedang marah.

Jangan ragu untuk menegur anak jika ia terlihat sombong, kasar dan dominan. Namun tetap menggunakan kalimat yang lembut dan baik. Ajarkan anak cara berbicara dan menegur yang baik, sebab anak adalah peniru yang ulung.

2. Dengarkan informasi dari semua anak!

Jika anak ditinggalkan oleh teman-temannya, jangan terlalu bersimpati. Sebaliknya cobalah untuk membantunya mengatasi kelakuan mereka. Dengarkan juga dari anak-anak lainnya untuk memberikan pandangan yang lebih jelas atas apa yang terjadi sebelum mengambil Keputusan. Ayah-bunda dan guru bisa mengawasi kegiatan sosial anak dengan bergabung Bersama teman-temannya atau orangtua lainnya.

3. Ulangi kembali kepada mereka apa yang Ayah-bunda dan guru  dengar!

Memberikan gambaran dan klarifikasi kepada anak-anak akan membuat mereka lebih berhati-hati dan memiliki sikap kehati-hatian dalam bersikap

4. Mintalah mereka untuk membantu memberikan solusi!

Membuat anak terbuka kepada orangtuanya dengan lebih banyak berkomunikasi dan bercerita akan membuat orangtua dan guru bisa mengetahui apa yang menjadi pemicu perilaku anak yang suka bersikap sok kuasa. Sehingga Solusi bisa ditemukan secara Bersama-sama.

Jika anak sudah terlanjur memiliki sikap sok berkuasa, maka ayah-bunda dan guru jangan merasa bosan atau malah panik. Ayah-bunda dan guru harus tetap mendampingi bagaimana mendukung anak yang mencari kekuasaan dari waktu ke waktu. Berikut adalah tipsnya yang mungkin bisa membantu.

1. Beri mereka pilihan-pilihan dalam hari mereka

Latihlah anak sedini mungkin untuk bersikap bertanggung jawab dimulai dengan hal-hal kecil seperti membereskan mainan, membereskan tempat tidur dan lain-lain.

Jika mereka menolak, ayah-bunda bisa memberikan ultimatum pilihan seperti misalnya mengatakan, "Oke kalau tidak ingin dibereskan berarti besok tidak boleh bermain lagi". Selalu beri mereka 2 pilihan, pilihan pertama adalah hal yang mungkin anak tidak akan lakukan, dan yang kedua adalah pilihan yang harus dilakukan.

2. Luangkan waktu untuk banyak beraktivitas di luar rumah

Ajaklah anak untuk melatih kemampuan bersosialisasinya dengan mengikutkan ke berbagai kegiatan seni, kunjungan ke panti asuhan, atau pengabdian social lainnya untuk menumbuhkan rasa empati dan simpatinya pula.

3. Biarkan mereka bergerak!

Beri ruang pada anak untuk bergerak dan mengeksplorasi lingkungan. Biarkan anak melakukan hal-hal yang berisiko. Hilangkan kekhawatiran bahwa anak akan celaka sehingga yang terjadi adalah larangan ini dan itu. Selayaknya memang tugas orangtua untuk selalu mengawasi dan mengingatkan jika memang ada potensi bahaya.

4. Berikan ruang untuk mengambil risiko

Arahkan secara tepat agar anak menjadi peka terhadap orang lain dan lingkungannya. Sehingga anak tidak bersikap memaksakan kehendak terhadap hal-hal apa pun, namun malah menjadi lebih berhati-hati.

5. Mintalah mereka membantu tugas-tugas yang umumnya diperuntukkan bagi guru di dalam kelas.

Anak butuh untuk terus bergerak untuk menyalurkan energinya. Manfaatkan hal ini dengan memintanya untuk membantu tugas-tugas guru seperti membagikan kertas lembar kerja, membersihkan papan tulis, membawakan buku-buku guru dan lain sebagainya.

Mengurangi bantuan pada anak dalam mengerjakan tugas juga akan membuatnya merasa bertanggung jawab untuk diri sendiri dan tidak memerintah orang lain. Kecuali hanya pada keadaan mendesak saja.

6. Biarkan mereka memiliki banyak waktu bermain bebas di mana mereka dapat memilih bagaimana mereka ingin menghabiskan waktu mereka.

Kita boleh membiarkan anak-anak memiliki banyak waktu untuk bermain, dan membebaskan mereka untuk dapat memilih di mana dan bagaimana mereka ingin menghabiskan waktunya.

7. Bersiaplah untuk memberikan dukungan sosial/emosional yang berkelanjutan

Jika anak bersikap atau berperilaku suka memerintah terhadap orangtua, teman atau orang lain bahkan yang lebih tua, maka jangan memberikan reaksi apa pun baik tertawa ataupun memarahinya. Tetaplah tenang dan katakana padanya untuk mengulangi permintaannya dengan cara yang lebih sopan.

Jangan melakukan apa pun untuknya jika anak meminta sesuatu. Hal ini penting untuk dilakukan agar anak dapat memahami bahwa dirinya bukanlah bos yang bisa bertindak sesuka hatinya terutama kepada orangtua.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun