Terkadang otak kita salah. Manusia sering kali salah dan khilaf. Kadang-kadang, pikiran negatif terjebak dan diulang-ulang, menyebabkan kesedihan, kemarahan, atau ketakutan daripada melindungi kita. Ini adalah siklus yang dimulai dengan perasaan yang menyebabkan pikiran negatif.
Pikiran kita sebenarnya dibuat untuk melindungi kita dengan mengidentifikasi apa yang mungkin membahayakan kita dan belajar dari kesalahan kita.Â
Misalnya, ketika kita menganggap seseorang itu sangat jahat, otak kita mungkin mencoba memberi tahu kita bahwa dia mungkin bukan teman yang baik untuk kita. Ketika kita khawatir tentang sesuatu, misalnya.Â
Saat naik motor menuju tujuan, saya sering membayangkan bahayanya jalanan yang ramai. Dan otak kita sering mencoba memberi tahu kita bahwa jalan itu berbahaya dan kita mungkin terluka saat berkendara.
Anak-anak, remaja, dan bahkan orang dewasa dapat terkena dampak pembicaraan diri yang negatif.Â
"Pikiran negatif otomatis" adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan hal ini. Sederhananya, ini mungkin merupakan prasangka pribadi yang kita miliki.
Jika seorang anak memukul saudara atau orang lain dan mengatakan bahwa itu menyakiti, hindarilah mengatakan, "Beraninya kamu berkata seperti itu dan memukul adikmu! Memukul itu jahat sekali!"Â
Mengapa hal ini perlu dihindari? Karena hal ini akan menghasilkan reaksi yang signifikan, yang pada gilirannya akan mendorong si anak untuk melakukan lebih banyak.Â
Bagaimana menghentikannya? Untuk menghentikannya dan menggantinya, berikut adalah beberapa saran.
1. Beri anak batasan yang jelas
Apakah Anda pernah mendengar ayah-bunda atau guru mengatakan kalimat seperti ini kepada anak-anak Anda?
"Keluar dari sini!"
"Kau paling kejam."
"Aku tidak suka kamu."
Memberikan batasan yang jelas dan tegas kepada anak adalah cara yang sangat penting untuk menunjukkan rasa cinta pada mereka. Bukan dengan menolak dan menanamkan kebencian, bahkan jika itu hanya palsu.Â
Ketika anak memberontak dan menunjukkan kemarahan mereka karena mereka marah dan benci pada saat lingkungannya, terutama ketika orangtuanya tidak menetapkan batasan dan memberikan pedoman kepadanya untuk memungkinkan mereka melakukan apa pun yang mereka suka.
Satu hal penting yang harus dilakukan oleh orangtua adalah menetapkan batasan pada anak mereka. Menetapkan batasan mengajarkan anak untuk mematuhi aturan.Â
Ketika kita menjunjung tinggi batasan, anak-anak mungkin marah. Namun demikian, mereka juga akan merasa aman dan tenang. Dan ayah-bunda dan guru tidak akan mengucapkan kata-kata tersebut ketika anak memahami peraturan yang tepat dan tidak tepat, bukan?
Ayah-bunda dan pendidik dapat menyampaikan dan mengajarkan secara konsisten bahwa anak-anak harus berperilaku baik dan mengendalikan perasaan mereka saat sesuatu tidak menyenangkan. Meminta mereka untuk mengulangi apa yang mereka katakan untuk memastikan bahwa mereka telah memahaminya.
Anak-anak juga diberi batasan yang jelas agar tidak berlebihan dengan ucapan seperti "tangan bukan untuk memukul", "berhenti bermain jika kamu memukul", "saya akan mengambil mainan itu sampai kamu berhenti berteriak", dan lainnya.
Mengajarkan anak batasan yang sehat adalah pelajaran.
2. Beri solusi inovatif
Anak akan lebih cenderung mengikuti kebiasaan yang positif di rumah ketika mereka merasa berperan dalam membangunnya. Anak-anak tetap memiliki hak suara untuk menetapkan batasan yang sehat, tetapi orangtua tetap memiliki kendali.Â
Oleh karena itu, berikan jawaban kreatif yang dapat diterima anak sebagai konsekuensi dan tanggung jawab. Orangtua dapat memberikan contoh dan instruksi bermanfaat, seperti
"Kamu boleh menyentuh adik bayi dengan tangan yang lembut. Coba yuk kita praktikkan pada boneka bayi ini."
"Cobalah memeluk beruang besar!" atauÂ
"Saat kamu merasa marah, kepalkan dan lepaskan kepalan tanganmu seperti ini!"
3. Mengajarkan keterampilan baru kepada anak-anak yang mengalami kesulitan dalam mengendalikan nafsu mereka
Ketika mereka mengalami disregulasi, mereka tidak dapat menghentikan diri mereka sendiri dari memukul atau mengucapkan kata-kata yang buruk. Untuk anak-anak memperoleh keterampilan baru, orangtua mereka harus mendukung mereka!Â
Jangan ragu untuk duduk dan berbicara secara serius dengan ananda. Mereka mungkin masih sangat muda, tetapi sebagai orangtua, kita harus mengajarkan mereka tentang dunia nyata agar mereka lebih baik dalam berinteraksi dengan orang lain.
4. Teliti
Anak-anak tidak bisa mengatur waktu. Jika ada kesenangan yang tersedia untuk mereka, mereka akan memanfaatkannya dengan sepenuh hati tanpa mengetahui bagaimana mengatur ritme atau bagaimana tubuh mereka bekerja.Â
Ayah-bunda harus selalu ingat kapan mereka terakhir makan, bergerak, atau minum susu dan air putih untuk mengembalikan stamina.
Anak-anak harus mempelajari cara baru untuk meminta istirahat. Selain itu, apakah mereka memiliki waktu sekitar sepuluh hingga lima belas menit untuk berkomunikasi dengan ayah-bunda dan mendengarkan arahan dari orangtuanya? Mungkin karena mereka lelah mereka mengucapkan kata-kata yang tidak pantas.
Ketika anak akhirnya meluapkan kemarahan karena kelelahan, pastikan untuk selalu menunjukkan sikap afeksi yang positif sebagai cara untuk menghentikan perilaku negatifnya. Frase seperti
"Ayah/bunda memikirkan kamu, saat kamu mengucapkan kata-kata itu, "Ayah/bunda ingin tahu apakah kamu merasa frustrasi saat membereskan mainan yang diminta ayah/bunda ya?", atauÂ
"Ayah/bunda suka meremas-remas tangan sendiri dengan tangan terbuka dan tertutup saat marah. Maukah mencobanya dengan ayah/ bunda?"
Pikirkan apa yang tidak terpenuhi ananda saat ini. Apakah mereka mengalami kelelahan? Makan? Apakah mereka merasa tidak dihargai? Gagal? atau terlalu antusias.
5. Memvalidasi dan mempertahankan batasan
Jika anak-anak merasa bahwa mereka tidak dapat mengatakan apa yang mereka rasakan, bantu mereka untuk memikirkannya bersama.
"Kamu boleh marah jika kita terlalu bersemangat tentang sesuatu dan kita tidak punya waktu untuk melakukannya sekarang."
Ada baiknya juga untuk tidak terburu-buru melupakan apa yang terjadi ketika anak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati:
"Ayah/bunda tidak akan membiarkan kamu berteriak di depan wajah ayah/ bunda. Ayah/bunda akan berada di ruang tamu jika kamu butuh ketenangan."
Jika ayah/bunda ingin tetap tenang, duduklah dan katakan, "Ayah/bunda ada di sini untuk mendengarkan."
6. Tahan dan berikan jeda dan ruang ketika anak-anak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati
Ini biasanya terjadi karena frustrasi atau kehilangan kendali. Orang dewasa menggunakan "benci" sebagai perasaan abadi, tetapi anak-anak hanya menggunakannya secara singkat. Hal yang paling sensitif adalah kata-kata dan ucapan. Jadi, jangan sampai membuat orang lain sakit hati dengan kata-kata atau lisan.Â
Oleh karena itu, jika ananda menunjukkan emosinya, dia harus menyadari bahwa itu adalah perbuatan buruk atau dosa. Perilaku seperti itu seharusnya akan menghasilkan permintaan maaf.Â
Ajarkan mereka sejak kecil bahwa ketika mereka berbuat salah dengan kata-kata yang mereka katakan kepada orang lain atau orangtua mereka, mereka harus ditegur. Mereka juga harus meminta maaf atas perbuatan yang mereka lakukan.Â
Semoga berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H