Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Terbuai Lestari Labuan Bajo

17 April 2023   23:50 Diperbarui: 17 April 2023   23:57 3170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Savana Pulau Padar berwarna cokelat saat musim kemarau. (sumber: dokumentasi pribadi)

“Taman Nasional Komodo telah menjadi tempat penelitian dan konservasi yang penting bagi keberlangsungan hidup satwa dan tumbuh-tumbuhan.”

Saya mengangguk, seraya merekam apa yang diutarakan Arifin. Petugas jagawarna itu berjalan cepat memunggungi kami. Dengan tongkat kayu di genggaman tangan, sesekali ia menyibak semak. Menyingkirkan dahan dan ranting yang menghalang.

Kedua bola matanya menoleh ke kanan dan kiri, lalu ke depan lagi. Mengawasi kondisi sekitar. Memastikan tiada seekor komodo pun yang terlewat dari tatapannya.

Bukan apa-apa. Komodo adalah hewan karnivora yang punya gigitan mematikan. Kita tidak boleh lengah, tidak boleh ceroboh. Untuk itulah Arifin ada. Menemani kami, para wisatawan yang ingin berfoto bersama komodo.

Arifin bercerita, sebenarnya komodo termasuk hewan penyendiri. Hanya berkumpul ketika musim kawin atau makan. Biawak raksasa berkaki empat itu juga pandai bersembunyi. Mampu menyelam sedalam 5 meter, dan jago memanjat pohon.

Apalagi sekarang sedang musim panas. Hewan berdarah dingin itu biasanya mencari tempat teduh. Bersembunyi dari terik matahari. Saat petang tiba, barulah mereka terbiasa keluar mencari mangsa.

Itulah alasan mengapa Sang Predator sulit ditemui. Sudah berjalan hampir satu jam, tidak satu ekor pun komodo yang terlihat.

Kendati terik menyengat, tiada sebulir pun keringat yang jatuh dari wajah Arifin. Sangat jelas terlihat ia terbiasa menyusuri jalan mendaki dan menurun di Pulau Komodo. Tak ingin kami terdiam, ia melanjutkan ceritanya.

“Taman Nasional Komodo resmi dibuka sejak 1980. Satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia. Ada tiga pulau utama di sini, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar.”

Pulau Padar, salah satu pulau utama di Taman Nasional Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)
Pulau Padar, salah satu pulau utama di Taman Nasional Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)

Arifian juga menuturkan, tidak kurang dari 2.000 ekor komodo hidup liar di pulau seluas 390 kilometer persegi ini. Pulau Komodo juga telah dikukuhkan sebagai situs warisan dunia oleh The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada 1991.

Itulah mengapa, kelestarian Pulau Komodo begitu dijaga. Arifin sejak awal mewanti-wanti para wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan. Agar kelestarian dan keasrian Pulau Komodo, sebagai satu-satunya habitat asli komodo, hewan purba yang hanya bisa ditemukan di Indonesia.

Tentu saja kami menuruti segala perintah Arifin. Sambil belajar menjadi pejalan yang senantiasa mengedepankan prinsip wisata keberlanjutan. Lagipula, destinasi wisata alam memang wajib dijaga. Supaya kelestariannya kekal abadi sepanjang masa.

Selain komodo, di Taman Nasional Komodo juga terdapat bermacam-macam jenis satwa liar. Sebut saja rusa timor, babi hutan, dan burung nuri. Di samping itu, Pulau Komodo juga punya keindahan laut yang menakjubkan dengan deretan karang dan biota laut yang beragam.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sendiri telah menetapkan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, sebagai salah satu lokasi pengembangan Sustainable Tourism Observatories (STO), program wisata berkelanjutan yang diadopsi dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO).

Artinya, seperti dituturkan Arifin, Labuan Bajo adalah destinasi wisata yang pengelolaannya menerapkan prinsip berkelanjutan. Dengan dukungan, koordinasi, dan kolaborasi antara Pemerintah dan masyarakat setempat.

Berpose di kapal cepat, sarana transportasi yang digunakan wisatawan untuk ke Taman Nasional Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)
Berpose di kapal cepat, sarana transportasi yang digunakan wisatawan untuk ke Taman Nasional Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)

Selain itu, Labuan Bajo juga diharapkan jadi destinasi wisata yang tangguh terhadap perubahan dan krisis iklim, menuju keberlanjutan kehidupan.

Itulah mengapa, sejak semester kedua tahun lalu Pemerintah sempat berencana menaikkan tiket masuk Taman Nasional Komodo. Tujuannya untuk konservasi lingkungan dan penerapan prinsip ekonomi hijau.

Kendati realisasi kenaikan tiketnya tidak setinggi rencana semula, upaya itu patut diacungi jempol. Sebab jika tidak begitu, kelestarian, keasrian, serta  keberlangsungan hidup komodo di Taman Nasional Komodo bakal terancam.

Sebab tanpa kehadiran komodo, Pulau Komodo bakal kehilangan identitasnya.

Akhirnya Ketemu Juga

Sepuluh menit berlalu sejak itu. Tiba-tiba Arifin tersenyum. Matanya menatap ke arah sebuah pohon. Ia meminta kami berhenti berjalan.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, akhirnya ketemu juga!”

Kontak kami bersorak gembira. Di bawah bayang-bayang pohon, tampak seekor komodo sedang berteduh. Berdiam diri menghindari terik matahari.

Setelah dua jam naik perahu cepat dan berjalan kaki lebih dari satu jam, akhirnya ketemu juga. Pikir kami.

Arifin meminta kami berbaris rapi. Kami dilarang berdiri terlalu dekat dengan karnivora purba itu. Tidak masalah. Sebab selain jago memandu, Arifin juga pandai memotret. Ia meminta kami menyerahkan ponsel atau kamera. Bersiap-siap mengambil gambar.

Setelah mengukur-ukur sudut dan jarak yang pas, Arifin pun meminta kami berdiri di lokasi yang telah ditandainya.

Satu, dua, tiga. Jepret!

Berfoto bersama komodo di Pulau Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)
Berfoto bersama komodo di Pulau Komodo. (sumber: dokumentasi pribadi)

Keren, kan?

Jika Anda menduga komodo yang ada di atas sebesar itu, maka Anda salah kira. Itu Komodo bisa tampak sebesar itu karena kejelian Arifin mencari sudut jepret. Aslinya, tentu tidak sebesar itu.

Lagipula, jika sebesar itu, tentu kami tidak akan berani. Khawatir kalau-kalau komodo itu sedang lapar dan berlari mengejar kami yang dikiranya makan siang. Asal tahu saja, kata Arifin, komodo adalah pelari cepat. Kecepatan berlarinya bisa menembus angka 20 kilometer per jam.

Huu… serem.

Pulau Padar

Setelah puas berfoto dengan komodo, tiba saatnya ke destinasi wisata favorit di Labuan Bajo. Betul! Apalagi kalau bukan Pulau Padar?

Pulau Padar merupakan salah satu dari tiga pulau utama di Taman Nasional Komodo. Siapa pun yang berkunjung ke Labuan Bajo pasti ingin ke Pulau Padar. Sebab pulau seluas 10,8 kilometer persegi ini menawarkan keindahan alam yang spektakuler dengan tiga buah pantai yang berbeda, bukit yang indah, serta keanekaragaman hayati laut yang luar biasa.

Saya beruntung bisa menyambangi Pulau Padar. Kendati melewatkan saat matahari terbit ataupun tenggelam, pulau ini tetap indah dipandang. Meskipun demikian, untuk memandangi keindahan alam di Pulau Padar, kita harus rela bersusah-payah terlebih dahulu.

Pasalnya, kita harus mendaki puncak pulau ini terlebih dahulu. Titik tertingginya mencapai 538 meter di atas permukaan laut. Akan tetapi, rasa lelah dan letih terbayar tuntas ketika tiba di puncak. Sebab keindahannya punya ciri khas tersendiri, yang tidak akan pernah kita temukan di belahan bumi mana pun.

Keindahan Pulau Padar dari puncak. (sumber: dokumentasi pribadi)
Keindahan Pulau Padar dari puncak. (sumber: dokumentasi pribadi)

Coki, pemandu kami di Pulau Padar, bercerita bahwa saat terbaik mendaki Pulau Padar ada dua sesi. Pertama, ketika matahari terbit. Dan kedua, saat matahari terbenam. Oleh karena itu, kunjungan wisatawan akan mencapai puncaknya saat waktu-waktu tersebut.

Saya memang tidak terbiasa bangun pagi. Jadi, tidak apa-apa melewatkan matahari terbit. Saya pun agak khawatir dengan perjalanan pulang apabila mendaki saat matahari terbenam. Dua jam di tengah laut gelap pasti bikin jantung berdebar-debar.

Apa pun itu, seperti imbauan Arifin di Pulau Komodo, Coki juga mengimbau kami agar tidak membuang sampah selama berkunjung ke Pulau Padar. Penduduk setempat benar-benar menjaga kelestarian pulau yang terkenal dengan savananya ini.

Kami pun menuruti perintah Coki. Sebab siapa pula yang tega mengotori keindahan pulau yang dianugerahi pantai bersih, pemandangan indah, dan keanekaragaman hayati ini.

Kata Coki, traveller yang bijak adalah pejalan yang tidak mengambil atau meninggalkan apa-apa di destinasi wisata kecuali dua hal. Pengalaman dan gambar.

Jalan mendaki terbilang sempit. Hanya muat dua-tiga baris saja. Meskipun begitu pemandu wisata akan siap sedia membantu wisatawan agar selalu merapikan barisan.

Di pulau ini, banyak pos-pos pemberhentian untuk menarik napas. Saya yang tidak sering mendaki pasti berhenti di tiap setopan. Menarik napas, mengisi tenaga, dan menghidrasi lagi tubuh yang keringetan dari air minum dalam tumbler.

Tumbler, peralatan yang wajib dibawa traveller berwawasan lingkungan. (sumber: dokumentasi pribadi) 
Tumbler, peralatan yang wajib dibawa traveller berwawasan lingkungan. (sumber: dokumentasi pribadi) 

O ya, tumbler. Wadah tempat minum ini, menurut saya, adalah peralatan wajib yang Anda bawa selama mengitari Taman Nasional Komodo. Sebab dengan membawa tumbler, artinya Anda turut serta meminimalkan penggunaan plastik.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, dari total 68,5 juta ton sampah nasional pada 2022, komposisinya didominasi oleh sisa makanan, plastik, dan kertas.

Jadi, dengan membawa tumbler atau wadah minum yang bisa dipakai ulang dalam setiap perjalanan wisata, kita berperan dalam menjaga kelestarian dan keindahan di tempat wisata. Catat, ya!

Pulau Padar juga terkenal dengan savana yang bisa berubah warna. Tergantung sedang musim apa Anda berkunjung. Jika Anda ke sana saat musim kemarau, warna savananya akan kecokelatan. Jika musim hujan, warnanya akan terlihat hijau.

Saya pribadi lebih suka memandangi savana di Pulau Padar dengan warna kecokelatan. Bagi saya, lebih instagrammable. Warna cokelat lebih kental dengan kesan syahdu dan tenteram ketimbang hijau.

Savana Pulau Padar berwarna cokelat saat musim kemarau. (sumber: dokumentasi pribadi)
Savana Pulau Padar berwarna cokelat saat musim kemarau. (sumber: dokumentasi pribadi)

Tapi, itu, kan subjektif saya pribadi. Kalau Anda suka warna hijau, ya, sah-sah saja, kok.

Apa pun itu, faktanya, puluhan ribu wisatawan tercatat mengunjungi Pulau Padar setiap tahunnya. Itu artinya, musim apa pun Anda datang ke Pulau Padar, sama-sama indah, menyenangkan, dan menambah pengalaman.

Salah satu keindahan Pulau Padar dipotret dari sudut lautan. (sumber: dokumentasi pribadi)
Salah satu keindahan Pulau Padar dipotret dari sudut lautan. (sumber: dokumentasi pribadi)

Yang jelas, saya menyarankan Anda berkunjung ke Labuan Bajo. Paling tidak sekali seumur hidup. Keindahan alamnya sungguh memukau. Pengalaman dan foto-foto yang bakal Anda dapatkan setara dengan biaya yang Anda keluarkan.

Riset membuktikan, biaya berwisata ke Labuan Bajo selama 3 hari 2 malam adalah sekitar Rp3 juta sampai Rp10 juta per orang. Bergantung pada pilihan akomodasi dan transportasi yang Anda gunakan.

Ketika sampai di Labuan Bajo, jangan khawatir. Banyak agen perjalanan yang siap melayani Anda. Paket tur yang ditawarkan juga beragam. Mau wisata darat atau pulau, seperti yang saya pilih kali ini, semuanya tersedia. Sesuaikan saja dengan selera Anda.

Paket wisata apa pun yang Anda pilih di Labuan Bajo, saya hanya titip satu hal. Jadilah pejalan yang berwawasan lingkungan. Jadilah traveller yang bertanggung jawab. Jadilah wisatawan yang sanggup melestarikan alam di setiap perjalanan.

Menikmati senja berwarna jingga di Labuan Bajo. (sumber: dokumentasi pribadi)
Menikmati senja berwarna jingga di Labuan Bajo. (sumber: dokumentasi pribadi)

Tahun ini, Labuan Bajo kembali dinobatkan sebagai lokasi bertemunya para pemimpin dunia. Itu dalam kerangka Keketuaan Indonesia pada ASEAN 2023. Melanjutkan capaian keren Pertemuan Tahunan World Bank-IMF 2018 dan Keketuaan Indonesia pada G-20 2022.

Jadi, mari Bangga Berwisata di Indonesia dengan tetap menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia pantas menjadi pusat wisata alam dunia. Setuju? [Adhi]

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun