Mohon tunggu...
Nobertha Shinta
Nobertha Shinta Mohon Tunggu... Hoteliers - Anyone can write anything. Write whatever I want. Also write whatever I have to.

I will write whatever I want to write :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Strategi Edutainment di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

24 September 2021   18:30 Diperbarui: 24 September 2021   18:35 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konsep dan Strategi Pemasaran di Museum

Perubahan paradigma dan perkembangan peran edukasi membuat museum menyadari pentingnya untuk memberi perhatian terhadap apa yang menjadi kebutuhan pengunjung museum saat ini. 

Oleh karena itu museum kemudian memasukkan metode dan strategi pemasaran ke dalam pengelolaan museumnya. Hull dalam artikelnya yang berjudul “A new leaflet for the service or the beginnings of a marketing strategy”, mengatakan bahwa,“Marketing is about listening to our public and helping them understand who we are, what we do and why museums could be important and relevant to them” (Hull, 1990: 7; Hooper-Greenhill, 1996: 24).

Strategi pemasaran museum saat ini dianggap dapat menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh museum-museum di Indonesia berkaitan dengan upaya membuka akses kepada masyarakat luas untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di museum, sekaligus memenuhi kebutuhan pengunjung.

Menurut Kotler, strategi adalah upaya yang dilakukan oleh museum untuk mencapai tujuannya. Dalam pemasaran museum, ada tiga langkah yang mempengaruhi pembuatan strategi pemasaran, yaitu segmentasi (segmentation), penentuan pasar sasaran (targeting) dan posisi produk dalam benak konsumen (positioning).

 Namun, karena museum merupakan lembaga yang menawarkan layanan jasa kepada masyarakat, maka pendekatan dan strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh museum adalah pemasaran jasa (marketing service). Layanan jasa museum memiliki karakteristik tersendiri, yang menjadi ukuran sebuah pelayanan di museum. 

Karakteristik ini akan diintegrasikan ke dalam teori pemasaran museum, yaitu konsep bauran pemasaran (marketing mix) untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat bagi sebuah museum.

Marketing Mix pertama kali dipopulerkan oleh E. Jerome McCarthy, yang terdiri dari 4P (product, place, price, promotion). Kotler dan Kotler (2008: 28), menambahkan bauran pemasaran ini menjadi tactical marketing, yang merupakan alat dan keahlian pemasaran yang digunakan untuk mencapai aktivitas pemasaran, dengan menambahkan elemen people, yang kemudian kenal dengan sebutan 5Ps. 

Namun, lima elemen tersebut dinilai masih belum sesuai dengan pemasaran jasa. Maka Cowell dalam McLean (1994) memasukkan dua elemen tambahan, yaitu process dan physical support ke dalam konsep bauran pemasaran. Dengan menerapkan beberapa konsep bauran pemasaran tersebut, diharapkan setiap museum dapat mengembangkan penawarannya dengan mengintegrasikan karakteristik jasa yang dimilikinya dalam sebuah strategi pemasaran.

Strategi Edukasi Museum Sonobudoyo dan Pemasarannya

Strategi edukasi yang dapat diterapkan oleh Museum Sonobudoyo, selanjutnya disingkat MSB adalah strategi yang menerapkan cara belajar aktif dengan melibatkan pengunjung beserta pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki, dan disajikan lewat konsep edutainment. Untuk pengembangannya, MSB dapat mengembangkan produknya tidak hanya di dalam museum, tetapi juga membawanya keluar museum, agar dapat menjangkau segmen pasar yang lebih luas.

Untuk pengemasan lebih lanjut, maka strategi edukasi ini akan dilengkapi dengan strategi pemasaran museum. Strategi pemasaran yang akan dibentuk oleh MSB harus mempertimbangkan karakteristik pengunjung museum seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan dan tujuan mereka mengunjungi museum. Dengan pertimbangan tersebut tentunya diharapakan strategi pemasaran yang dibuat nantinya disesuaikan dengan produk museum, karakter, keinginan dan kebutuhan pengunjung.

1. Pameran Tetap Museum 

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak museum dalam metode penyajian pameran. Alur cerita yang disajikan harus jelas, sehingga pengunjung tahu arah pergerakan mereka setelah melihat satu sajian menuju sajian berikutnya, walaupun tanpa arahan dari pemandu. Koleksi yang ditampilkan benar-benar mewakili periode tertentu dari sejarah.

Penyajian koleksi dalam ruang pamer MSB masih harus dikemas lebih lanjut agar menarik dan dapat memberikan suatu nuansa dan pengalaman baru bagi pengunjung seperti misal pada pengalaman menyentuh keris di Ruang Pamer Klasik. 

Tampilan dalam tata pamer museum tidak perlu canggih atau terkesan mewah, karena yang terpenting adalah bagaimana informasi dapat disampaikan dengan cara yang sederhana, singkat, tetapi tetap jelas dan berkesan (Goodlad dan McIvor, 1998). 

Salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan mengganti informasi pada label koleksi secara berkala. Seperti yang kita ketahui bahwa dari satu koleksi, dapat dimunculkan berbagai macam cerita dan makna yang dapat dikaitkan dengan berbagai peristiwa. Namun, tentunya untuk dapat membuat suatu cerita atau makna dibalik koleksi tersebut, pihak museum harus melakukan penelitian sekaligus interpretasi terlebih dahulu mengenai koleksi yang akan ditampilkan.

Sebagai alternatif, informasi koleksi juga dapat diberikan lewat konsep edutainment, yang memadukan antara unsur pendidikan (education) dengan hiburan (entertainment)

Informasi ini dapat disampaikan lewat teknologi digital, yang telah dikemas dalam satu program khusus, sehingga dapat dioperasikan lewat komputer. Kemudian bila memungkinkan, dapat dimasukkan berbagai permainan yang berkaitan dengan koleksi museum, seperti misalnya menyusun puzzle menjadi bentuk salah satu koleksi museum. 

Apabila tidak memungkinkan, permainan tersebut masih dapat dilakukan secara manual kepada pengunjung, terutama pengunjung anak-anak. 

Di sini, keahlian edukator dan pemandu yang menjadi kunci keberhasilan penyampaian informasi tersebut. Permainan ini juga dapat diikuti oleh orang dewasa untuk membimbing putra-putri atau adik mereka, sehingga semua lapisan dapat dilibatkan.

Konsep edutainment ini juga akan sangat baik sekali diterapkan di MSB, karena melihat tujuan kunjungan pengunjung museum hampir 50% adalah untuk rekreasi, maka hal utama yang mereka cari adalah sesuatu yang dapat menghibur dan membuat mereka nyaman. Namun, yang terpenting dari konsep ini adalah bagaimana pengunjung dapat belajar di museum dengan cara yang menyenangkan.

2. Program Museum

Strategi edukasi lain yang bisa dibuat oleh MSB adalah membuat dan mengemas program-program dengan muatan pendidikan dan hiburan yang seimbang sebagai bagian dari misi utama mereka dalam memberikan pelayanan edukasi kepada pengunjung. Program-program edukasi ini ada yang dilakukan di luar museum, dan ada yang dilakukan di dalam museum. Berikut ini adalah program-program yang dapat dibuat dan dijalankan oleh MSB.

a. Museum Masuk Sekolah dan Museum Keliling

Program Museum Masuk Sekolah dan Museum Keliling adalah contoh program edukasi yang dilakukan di luar museum. Untuk menjalankan program ini, museum dapat menjalin kerja sama dengan pihak sekolah yang bersangkutan atau dengan instansi pemerintah, misalnya dengan Direktorat Permuseuman Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 

Jadi, tidak hanya lewat penyuluhan yang terkesan sangat formal, tetapi dengan membawa koleksi museum ke sekolah-sekolah, agar dapat digunakan sebagai bahan ajar oleh para guru di sekolah. Hal ini akan menjadikan museum lebih hidup, karena mereka tidak hanya menunggu masyarakat untuk datang berkunjung, tetapi mereka yang mendatangi masyarakat tersebut.

Jika program museum masuk sekolah bertujuan untuk menjangkau segmen anak-anak di sekolah-sekolah, maka program museum keliling ditujukan untuk menjangkau segmen orang dewasa, masyarakat luas, termasuk mereka yang berada di daerah-daerah yang jauh dari museum. 

Program museum keliling ini dapat dibuat oleh museum dengan cara membawa dan menampilkan koleksi museum, baik asli maupun replika dalam sebuah kendaraan (seperti mini bus) yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga masyarakat dapat masuk ke dalam kendaraan dan melihat-lihat seperti apa koleksi yang ditampilkan tersebut.

b. Kunjungan Sekolah

Program ini termasuk program yang dilakukan di dalam museum. Saat ini, museum harus memikirkan kembali bagaimana agar kunjungan siswa-siswa sekolah itu bukan hanya sekadar formalitas tanpa makna, melainkan menjadi suatu pengalaman baru yang mendidik bagi para siswa dan para guru. Dalam kegiatan ini, museum harus dapat bekerja sama dengan para guru dan memperkenankan mereka menggunakan sumber daya yang ada di museum dengan lebih baik.

Kunjungan sekolah ke museum ini hendaknya bukan menjadi suatu akhir dari proses belajar siswa, tetapi menjadi bagian dari serangkaian kegiatan belajar mereka. 

Oleh karena itu, sebelum kunjungan dilakukan akan lebih baik bila ada perencanaan awal antara pihak museum dengan pihak sekolah, dalam hal ini diwakili oleh para guru, sehingga dapat merangkai suatu kegiatan edukasi yang bermakna. Tugas museum dalam kegiatan ini adalah menyediakan berbagai materi pendidikan, sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan, seperti penyediaan lembar kerja siswa (LKS), katalog, dan fasilitas pendukung lainnya.

Lembar kerja siswa yang disediakan oleh museum sebaiknya dapat mendorong para siswa melakukan pengamatan, sehingga mereka tidak akan dapat menjawab pertanyaan dalam lembar kerja tersebut tanpa melakukan pengamatan yang baik, seperti misalnya meminta mereka untuk menghitung, daripada menanyakan bagaimana pembuatan atau fungsi suatu benda (Ambrose dan Paine, 1993: 39).

Museum menyadari bahwa kunjungan siswa sekolah ini merupakan jumlah kunjungan yang paling besar. Dengan demikian, ada baiknya jika pihak sekolah dapat memberitahukan terlebih dahulu kapan mereka akan mengunjungi museum. Sementara pihak museum dapat membuat sebuah booklet atau brosur yang berisi penjelasan mengenai layanan apa saja yang dapat mereka sediakan bagi sekolah-sekolah tersebut.

Booklet tersebut paling tidak memuat informasi singkat mengenai pameran di museum, bagaimana caranya apabila pihak sekolah ingin mengadakan kunjungan, layanan apa saja yang tersedia (seperti diskusi, permainan interaktif, dan sebagainya), fasilitas yang tersedia (alat tulis, ruang pertemuan, kantin, dan sebagainya), dan juga informasi mengenai akses bagi siswa yang memerlukan kebutuhan khusus.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kunjungan sekolah-sekolah ke museum seharusnya menjadi satu bagian dari serangkaian kegiatan edukasi siswa, maka harus ada tindak lanjut dari kunjungan para siswa ke museum. 

Tindak lanjut itu dapat berupa berbagai kegiatan seperti pembuatan karya tulis mengenai berbagai tema dari koleksi yang mereka lihat di museum, pembuatan display pameran antar kelompok dalam satu kelas atau antar kelas, membuat karya seni kolase dengan contoh desain koleksi yang ada di museum, dan lain sebagainya.

c. Workshop dan Diskusi.

Seperti halnya program kunjungan sekolah, kegiatan seperti workshop dan diskusi ini merupakan program yang dilakukan di dalam museum. Sebelum museum mengadakan kegiatan seperti workshop atau diskusi, harus ditentukan terlebih tema dan sasaran atau target yang ingin dicapai, apakah untuk pengunjung umum, anak sekolah, atau untuk para guru misalnya.

Target ini dapat disesuaikan dengan tema yang akan diambil oleh museum, misalnya tema mengenai konservasi kertas/ buku langka. Museum dapat menjalin kerja sama dengan 

Perpustakaan Nasional untuk mendatangkan seorang konservator kertas yang akan memberikan pengetahuan mengenai bagaimana merawat koleksi tersebut. 

Tentu yang ingin datang ke acara ini bukanlah anak-anak sekolah dasar, tetapi mereka yang memang memiliki koleksi sejenis itu, atau memang berkecimpung dalam dunia yang berkaitan dengan tema tersebut, misalnya saja para pustakawan atau kolektor buku langka.

Konsep serupa dapat diterapkan pada program diskusi, yaitu mengambil tema-tema tertentu disesuaikan dengan moment khusus. Misalnya bertepatan dengan Pameran Temporer Angkasa Raya Ruang dan Waktu, MSB mengadakan diskusi akademis berupa seminar kajian dari pameran yang sedang berlangsung.

d. Acara-Acara Khusus

Menurut Ambrose dan Paine (1993:43), salah satu cara yang paling efektif bagi museum untuk menyediakan layanan edukasi adalah dengan mengorganisir acara-acara khusus, yang bisa berlangsung selama sehari, seminggu, atau lebih. Acara-acara ini dapat mengambil satu tema khusus, dengan berbagai aktivitas didalamnya.

Kegiatan ini merupakan salah satu contoh kegiatan edukasi museum yang terdiri atas berbagai macam aktivitas, yang merangsang para siswa untuk belajar secara aktif. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini mencakup kegiatan dialog interaktif, menonton film/video dokumenter tentang sejarah dan tinggalan budaya yang ada di Jakarta, menyaksikan pameran yang ada di museum, kunjungan/wisata kampung tua yang dipandu oleh para guide, melakukan aktivitas dengan objek koleksi yang ada di museum (demonstrasi membuat cetakan prasasti, rekonstruksi gerabah, menggambar sketsa, dan puzzle game).

Kegiatan seperti ini dapat menjadi contoh untuk kegiatan edukasi lain yang dapat dilakukan oleh museum, dengan menentukan atau mengembangkan target segmen yang berbeda. Keuntungan yang didapat selain terlaksananya misi edukasi museum kepada masyarakat, juga memperluas kalangan yang ingin dijangkau oleh museum.

Program lain yang dapat dilakukan oleh museum adalah memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat luas dengan mengadakan pameran temporer di pusat perbelanjaan atau lebih dikenal dengan mall atau tempat-tempat publik lainnya. Untuk menjalankan program ini, mereka harus menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah atau pihak swasta, seperti pihak pengelola mall, pihak perbankan atau BUMN yang dapat menjamin keamanan koleksi museum, serta jika memungkinkan melibatkan pihak sekolah atau universitas untuk menyediakan guide selama pameran.

Berbagai produk museum yang bersifat edukatif tersebut harus didukung oleh tiga elemen lain dalam bauran pemasaran, yaitu promosi, staf museum, serta fasilitas pendukung. 

Tiga hal ini harus diintegrasikan ke dalam produk-produk museum, sehingga dapat menambah nilai produk tersebut bagi pengunjung, dan memberikan pengalaman yang menyeluruh kepada pengunjung dari kunjungan mereka ke museum. Sedangkan elemen harga, tempat dan proses tidak akan dibicarakan lebih lanjut. 

Hal ini karena dari segi harga, yang berarti harga tiket masuk museum, MSmerupakan museum milik pemerintah yang telah ditentukan harga tiket masuknya dan tidak dapat dinaikkan atau diturunkan tanpa keputusan dari pemerintah daerah. Kemudian dari segi tempat, MStelah diuntungkan dengan lokasinya yang strategis. 

Sedangkan proses berkaitan dengan bagaimana layanan itu diberikan, dan hal tersebut telah tercakup ke dalam empat elemen yang menjadi pembahasan. Secara spesifik elemen promosi, staf museum, serta fasilitas pendukung akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Promosi

Promosi museum dapat dilakukan dari dalam atau dari luar museum. Promosi dari dalam mencakup semua tindakan promosi yang dilakukan oleh pihak museum, sedangkan dari luar adalah kegiatan promosi yang dilakukan oleh pihak lain diluar museum (A. Palmer, Principles of Services Marketing, McGraw-Hill, 1994 dalam McLean, 1997 : 140).

Seperti museum pada umumnya, MS juga mengandalkan media promosi berupa brosur untuk memperkenalkan museumnya, dibandingkan dengan media lain seperti leaflet, poster atau website. Namun, brosur juga menjadi kelemahan dari sarana promosi ini karena hampir menjadi kelemahan semua museum di Indonesia. 

Kebanyakan museum tidak memperhatikan brosur yang mereka buat, bahkan terkadang informasinya tidak up to date, dan tampilannya tidak menarik, padahal brosur (serta leaflet dan alat promosi lainnya) selain bertujuan untuk mempromosikan museum, juga berperan untuk memberi pengetahuan kepada pengunjung dan masyarakat luas.

Brosur dan leaflet sebenarnya tidak perlu dibuat dengan bahan yang mahal, karena yang terpenting adalah informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Sebaiknya pula, brosur dan leaflet ini tidak hanya diberikan kepada pengunjung yang datang ke museum tersebut, tapi justru di tempat-tempat umum dimana orang belum mengetahui tentang museum yang bersangkutan, seperti di terminal bandara, toko buku, tempat-tempat wisata, agen wisata perjalanan, dan lain-lain.

Media promosi yang paling tepat di era sekarang ini adalah dengan sosial media serta promosi dari mulut ke mulut. Hal ini brarti, peningkatan pelayanan di museum harus diperbaiki dan ditingkatkan, karena pelayanan inilah yang dapat menjadi ujung tombak dibandingkan dengan produk museum lainnya. Peran pemandu dan front line staff lainnya menjadi kunci keberhasilan promosi ini. Bagaimana mereka melayani pengunjung dan membuat mereka merasa nyaman dengan kunjungannya akan menjadi pengalaman berharga bagi pengunjung yang akan mereka bagi dengan orang lain.

Souvenir juga dapat menjadi media promosi bagi MS, karena mereka dapat menjadikan koleksi di museumnya sebagai produk suvenir dengan cara mereproduksi menjadi bentuk-bentuk seperti gantungan kunci, kartu pos, pembatas buku, kaos, mug, pensil, dan lain sebagainya. Keragaman dan kualitas menjadi hal yang penting, karena dengan menjadi salah satu produk museum, benda tersebut telah memiliki harga jual yang tinggi. 

Selain itu, MS dapat membuat program private labeling, yaitu program yang memberikan izin kepada toko suvenir museum untuk membuat berbagai produk dengan menyertakan label berupa nama atau logo museum (Mottner dan Ford, 2003: 3). 

Label museum ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan, karena produk yang diasosiasikan dengan sebuah benda adalah salah satu taktik dalam strategi pemasaran.

Museum juga dapat mengembangkan brand yang menjadi ciri dari museum tersebut untuk ‘ditempelkan’ pada produk museum. Menurut Kotler, brand didefinisikan sebagai sebuah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi semuanya yang bertujuan untuk menjadi identitas barang-barang dan layanan dari seorang atau sekelompok penjual, yang membedakan mereka dari kompetitornya (Kotler dan Kotler, 2008: 138).

Seiring dengan perkembangan teknologi, museum dapat melakukan promosinya dari dalam museum tetapi dengan cakupan yang lebih luas dengan menggunakan website. 

Tidak hanya promosi, lewat media ini museum dapat terus mengembangkan dirinya serta menyampaikan misi edukasinya kepada masyarakat yang tidak memiliki waktu untuk mengunjungi museum, atau terhalang masalah jarak. Namun, untuk mengelola sebuah website, museum harus memiliki staf khusus untuk mengelola dan meng-up date informasi dalam website tersebut. 

Sebagai alternatif pemecahannya, museum dapat bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu, seperti komunitas-komunitas museum yang telah lebih dahulu mengembangkan website dalam mengembangkan jaringannya. Kerja sama yang dijalin dapat dalam bentuk pembuatan sebuah website museum, termasuk desain dan informasi di dalamnya kemudian museum yang mengelola, atau dalam bentuk tenaga yang mengelola website tersebut setiap harinya.

2. Staf Museum

Strategi berikutnya yang dapat dilakukan oleh museum menyangkut staf yang mereka miliki, bukan hanya mereka yang berhadapan langsung dengan pengunjung tetapi juga mereka yang berada di ‘belakang layar’, seperti educator, curator, dan konservator, atau mereka yang merancang program dan promosi di museum. 

Staf museum menjadi kunci apakah nilai dari kunjungan seseorang dapat bertambah atau mungkin berkurang. Staf museum dapat dinilai dari sikap, kemampuan dan pengetahuan mereka. Jika salah satu dari tiga hal tersebut dinilai kurang atau buruk oleh pengunjung, maka yang akan terkena penilaian tersebut bukan hanya staf museum, tetapi museum itu sendiri secara keseluruhan.

Sikap staf museum, terutama mereka yang berada di barisan depan (front line), menjadi penilaian awal pengunjung terhadap museum. Staf museum harus memiliki sikap ramah dan bersahabat kepada semua pengunjung museum. Sikap ini kemudian harus ditunjang oleh kemampuan dan pengetahuan mereka terhadap keseluruhan isi museum. 

Untuk itu sangat penting bagi museum untuk terus meningkatkan pengetahuan yang dimiliki para stafnya, terutama para pemandu yang bisa mereka peroleh dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang pemandu, pengetahuan mengenai koleksi museum, dan tentunya pengetahuan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing yang harus mereka miliki sebagai modal utama.

3. Fasilitas Pendukung

Mclean (2005: 199) menyatakan bahwa, museum pada intinya memberikan pelayanan yang didasarkan pada koleksi, walaupun mereka juga memiliki posisi yang tepat untuk menciptakan sebuah suasana. Kotler dalam McLean (2005: 199) menambahkan bahwa, suasana ini bisa menjadi alat untuk berkompetisi, karena bagi banyak museum, struktur fisik dan lokasi museum dapat mempengaruhi tingkat suasana yang dapat diciptakan. Fasilitas ini pula yang dapat mendukung dan menjadi nilai tambah bagi museum ketika mereka mengemas produknya, dan harus dapat diakses oleh seluruh pengunjung yang datang ke museum.

Suasana inilah yang oleh Kotler dapat dijadikan alat untuk berkompetisi, dan sebaiknya MSdapat menjaga suasana ini tetap terjaga. Selain bangunan utama, tentunya masih ada struktur fisik pendukung lain yang diperlukan untuk mendukung maksimalnya pelayanan bagi pengunjung. Sarana pendukung tersebut antara lain toilet, tempat parkir, perpustakaan, toko suvenir, area istirahat, kafe museum, dan lainnya. Fasilitas pendukung lainnya yang dapat diperbaiki bahkan dikembangkan oleh MSantara lain fasilitas toilet, area parkir, perpustakaan, area istirahat (rest area), toko suvenir, fasilitas makan, dan petunjuk arah (directory). 

Kesimpulan 

Sebagai sebuah museum, fungsi utama yang harus dijalankan oleh MSB adalah untuk menyampaikan misi pendidikan mereka kepada masyarakat. Walaupun sebagian besar pengunjung yang datang adalah untuk berekreasi, namun museum harus dapat menjadikan kunjungan mereka itu bermakna dan menjadi salah satu bagian dari proses pembelajaran di museum. 

Agar program edukasi yang dibuat dapat menarik pengunjung maupun masyarakat luas, maka diperlukan adanya strategi edukasi. 

Strategi ini dibutuhkan bagi museum agar mereka dapat mengemas dan mengembangkan program-program edukasinya yang ditujukan bagi pengunjung museum yang beragam.

Untuk saat ini, yang harus dilakukan oleh MSB adalah menerapkan cara belajar aktif di museum, dengan membuat dan mengembangkan program-program edukasi yang disesuaikan dengan keragaman pengunjung yang datang ke museum. 

Untuk sementara, sebaiknya program yang dibuat terbatas pada program-program yang telah ada dan dilakukan di dalam museum, seperti misalnya menyiapkan dan mengemas kunjungan anak-anak sekolah ke museum, atau membuat rangkaian tur keliling museum dengan menerapkan konsep edutainment, sehingga kunjungan ke museum dapat menjadi sesuatu yang berbeda. Dukungan dari staf museum dan peningkatan layanan fasilitas yang ada akan membantu berjalannya program tersebut dengan baik.

Pekerjaan terberat bagi MSB adalah untuk menata kembali penyajian pameran tetapnya. hingga Hal ini karena selain masalah belum tersedianya dana dari pemerintah daerah, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap koleksi yang nantinya akan disajikan dalam konsep penataan pameran yang baru. O

leh sebab itu, MSB dapat mulai menjalin kemitraan dengan beberapa pihak baru, atau mengembangkan kemitraan yang saat ini sudah ada, karena untuk membuat suatu penyajian pameran yang baru maupun pembuatan program-program edukasi akan lebih mudah dijalankan apabila ada bantuan dari pihak-pihak lain. Pengemasan produk-produk museum kemudian harus didukung pula dengan promosi, layanan yang maksimal dari staf museum dan fasilitas yang ada.

Sumber : Marketing Communication Report, Social Media Branding Museum Sonobudoyo Yogyakarta, 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun