Mohon tunggu...
Nur Muwachid
Nur Muwachid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Keilmuan Koyak Kemalasan

8 Juli 2023   16:12 Diperbarui: 8 Juli 2023   17:54 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika Puncak Ilmu adalah ketidaktahuan maka saya adalah penentang utama

Saya mengikuti secara penuh bahwa Beliau Allah adalah صاحب الْعَلِيمُ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ (Sang Pemilik Ilmu Yang Tinggi dan Yang Agung)

Jika menyepakati paham "Puncak Ilmu adalah ketidaktahuan" hal ini tidak bisa disalahkan jika memahami lewat paham Antroposentris, sedangkan disebut beraqidah jika seseorang menggunakan Teosentris tetapi saya mengagungkan Teo-Antroposentris bahwa Tuhan adalah Pusat begitu juga manusia dan metode yang saya angkat adalah Metode Wahdatul Ulum dari Ajaran Imam Ghazali atau Unity of Science.

Kembali dari konteks utama mengenai paham yang berkata Puncak Ilmu adalah ketidaktahuan. Jika berfokus faham itu tetapi melupakan bahwa Dialah Allah yang Maha Berilmu Sang Puncak Pengetahuan, Sang Pusat Pemilik Ilmu, Sang Dzat Yang Berjaya dalam Ilmu Nya yang memancar semua Ilmu Nya maka akan sangat berbahaya.

Dalam perkara ini secara akal paham ini adalah paham antroposentris-semi ateis masih bersifat menentang Ilmu Tuhan dengan niat ataupun tidak dan kesadaran ataupun tidak menjadikan mengimani bahwa Allah Dia Sang Ketidaktahuan. Dan merasa dirinya (manusia) sudah di puncak karena sadar dia sebagai manusia tidak tahu dan beberapa kasus tidak tahu adalah karena malas dan menjadi tidak mau tahu.

Secara Antroposentris atau Manusia adalah sebagai Pusat, maka saya membenarkan, tetapi perlu dipertanyakan keimanannya karena jika hanya berpaku Antroposentris. Sedangkan jika berkolaborasi dengan Teosentris maka hanya memahami bahwa Tuhan adalah puncak pengetahuan sedangkan manusia adalah wayang yang digerakan dan tidak perlu banyak tahu maka hal ini semi benar.

Sebelum saya menjawab permasalahan utama saya menyinggung di dalam Kitab Manaqib Syech Abdul Qadir Al Jailani Qadasallahu Sirohul Aziz Nurul Burhani dikatakan oleh Syech Abdul Qadir Al Jailani Qadasallahu Sirohul Aziz

لا ينبغى لفقير أن يتصدّى و يتصدّر لإرشاد الناس إلا أن أعطاه الله علم العلماء و سياسة الملوك و حكمة الحكمآء

Yang intinya seorang Mursyid atau dalam konteks umum yang berbeda makna dengan Mursyid Thariqah dapat diartikan Mursyid adalah mereka yang mempunyai akal pikiran, pikiran sehat, dan kesadaran harus punya 3 hal: Ilmu, Siyasat para raja (menjaga hal yang dimiliki), Kebijaksanaan.

Dan dalam bait tersebut علم، ملك، حكم tiga hal ini adalah hal yang paling saya tandai.

Manusia yang memiliki علم atau ilmu pasti nafsunya adalah keinginan memiliki sesuatu atau ملك dan disebutkan dalam Kitab Al Hikam

إِرَ ادَ تُــكَ الـتَّجْرِ يْدَ مَـعَ إِقَامَـةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ اْلأَسْبَابِ مِنَ الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ.

وَ إِرَادَ تُـكَ اْلأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ الـتَّجْرِ يْدِ اِنحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَـلِـيـَّةِ

"Keinginanmu untuk semata- mata beribadah, sementara Allah masih menegakkan engkau di dalam orang yang berusaha menggapai dunia, merupakan syahwah/nafsu yang tersamar (halus). Dan keinginanmu kepada orang yang berusaha menggapai dunia, pada saat Allah sudah menegakkan engkau dalam semata- mata beribadah, merupakan suatu kejatuhan dari himmah atau semangat cita-cita yang tinggi."

Dalam hal ini adalah Syech Ibnu Atha'illah menerangkan 2 jenis manusia yang mempunyai ilmu

1. Ilmu Dunia : Manusia yang berilmu dan terikat sebab-akibat dan ditundukkan hidupnya oleh tanggung jawab dunia,

2. Ilmu Akhirat : Manusia yang berilmu dan terikat keinginan kepuasan Allah atau رضا الله dan ditundukkan hidupnya oleh tanggung jawab akhirat.

Tetapi Syech Ibnu Atha'illah menerangkan bahwa yang berilmu dunia tetapi keinginan memiliki takwa kepada Allah adalah wujud nafsu yang halus atau الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ, begitu pula sebaliknya bahwa yang berilmu akhirat tetapi keinginan memiliki dunia adalah wujud nafsu yang bodoh atau telah jatuh dari keutamaan.

Tetapi ada hal yang saya tangkap dalam kondisi sosial yang belum disebut dalam pasal tersebut. Yaitu:

1. Orang yang berilmu keduanya, dalam hal ini secara pribadi orang yang memiliki Ilmu Dunia sekaligus Ilmu Akhirat adalah salah satu orang yang saya muliakan seperti Nabi Sulaiman AS.

2. Orang yang bodoh keduanya, adalah mereka yang merasa ketika bersama orang ahli Ilmu Akhirat berkata bahwa dia ahli Ilmu Dunia dan begitu pula ketika bersama ahli Ilmu Dunia dia berkata bahwa dia ahli Ilmu Akhirat.

Dan tentang model manusia yang bodoh keduanya adalah adalah orang yang saya kategorikan bersifat munafiq dan malas karena telah memenuhi 3 hal yaitu kebohongan kesetiap orang, ingkar karena tidak menepati ucapannya yang mengaku Ahli Ilmu Dunia dan atau Ahli Ilmu Akhirat, jika dia masyhur dengan kebohongan maka ketika dipercaya akhirnya mengkhianati keinginan mereka yang mempercayainya.

Dalam 3 hal dalam bait (علم، ملك، حكم) yang paling saya tandai maka dapat disimpulkan bahwa yang berilmu pasti memiliki keinginan karena sudah dalam takdir manusia. Dan yang menjadi konteks utama ialah diakhir bait حكم adalah kebijaksanaan, jika orang yang mempunyai ilmu dan mempunyai kepemilikan atau rasa ingin memiliki ialah harus bijaksana menggunakan ilmunya.

Pertanyaan kedua adalah setelah mempunyai ilmu dan memiliki keinginan memiliki atau syahwat/nafsu harus bagaimana?

نِعْمَتاَنِ ماَ خَرَجَ موْجُودٌ عَنْهاَ ولاَ بُدَّ لِكُلِّ مُكـَوِّنٍ مِنْهُما نِعْمةُ الاِيْجادِ وَنِعْمة ُالاِمْداَدِ

اَنْعَمَ عليكَ اوَّلاً بِالاِيجَادِ واثاَنياً بِتَوالى الاِمدادِ

Sebagai contoh:

1. Memiliki Ilmu Dunia tetapi berkeinginan berkuasa, maka dia antara membuat kekuasaan atau melanjutkan kekuasaan (seperti organisasi, lembaga, dsb.)

2. Memiliki Ilmu Akhirat berkeinginan Allah bahagia karenanya maka ia berjuan memperoleh Ridha Allah

Yang lumayan sulit ialah bersikap dengan tidak mempunyai kedua ilmu dan lumayan mustahil untuk bijaksana maka hanya timbul rasa ingin memliki dan tidak adanya ilmu, dan jika memprotes bahwa tidak ingin memiliki tetapi mempunyai ilmu maka saya memastikan sampai saat ini bahwa itu tidak ada.

Dalam analogi malaikat Tuhan yang tidak mempunyai keinginan itu adalah pandangan subjektif, malaikat adalah makhluk yang diberikan ilmu serta amanah tugas dari Allah dan dalam keinginan adalah malaikat mempunyai keinginan berupa tanggung melaksanakan tugas Allah. Contoh malaikat Jibril AS dia berkeinginan melaksanakan tugas dari Allah menyampaikan Firman Nya, malaikat Izrail AS menginginkan kematian makhluk yang telah Allah inginkan mati, dll.

Dan yang mulia adalah memilki keduanya, ia tidak akan lepas dari tanggung jawab dan hikmah ia akan melanjutkan dan berkeinginan tetap membangun yang telah dibangun الإمداد atau jika belum dibangun maka harus membangunkan الاِيْجادِ hal baru atau pembaruan. Karena dia mewarisi cara-cara atau koridor mereka yang mewariskan. Dan dalam Melanjutkan Membangun ataupun Memulai Membangun.. diperlukan حكم atau kebijaksanaan dan inilah yang saya ambil bahwa puncak ilmu ialah adab, akhlak, kebijaksanaan.

Dan yang membuat gagal adalah memiliki rasa malas dalam artian hanya memiliki tembok dan tidak berilmu serta menyombongkan hal fiktif yang jelas tidak ada, tamak dan iri serta marah karena kerakusan nafsunya tidak dimiliki padahal secara realita dia adalah orang malas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun