Siapa sih yang enggak ingin kaya atau punya banyak duit?Â
Saya rasa (hampir) semua orang pasti menginginkannya. Uang memang bukan segalanya. Tapi kita tidak bisa hidup tanpa uang.Â
Makan, butuh uang. Bayar listrik, butuh uang. Bahkan, jika kita sakit pun juga butuh uang. Uang memudahkan kita dalam menjalani hidup maka dari itu sebagian orang berlomba-lomba dalam mencari uang.
Kaya identik dengan memiliki banyak uang. Untuk mewujudkannya, maka bekerja adalah kuncinya. Semakin lama kita bekerja, semakin tinggi jabatan yang kita punya atau semakin beragam pekerjaan yang kita ambil, maka semakin banyak potensi cuan yang kita miliki. Meskipun, hal ini juga tergantung dari kemampuan manajemen keuangan masing-masing.
Sebagai orang yang ingin jadi orang kaya, saya setuju bahwa kita harus bekerja untuk menambah cuan. Namun saya rasa itu tidak cukup. Kita juga harus memiliki strategi lain agar potensi cuan yang kita miliki semakin maksimal. Jadi bukan hanya main catur saja yang butuh strategi, menjadi kaya pun juga!
Tiap orang mungkin punya strategi berbeda-beda untuk menambah harta kekayaan, termasuk dengan saya. Strategi yang saya lakukan adalah saya menerapkan kebiasaan yang membantu mengurangi emisi dalam rutinitas sehari-hari. Setidaknya, emisi di Jakarta karena saya tinggal dan menjalani kehidupan di kota ini.
Seperti kita ketahui, emisi adalah masalah global yang sedang terjadi sekarang. Masalah ini tidak bisa disepelekan karena dapat berdampak pada peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang akhirnya berpengaruh pada pemanasan global. Semakin tinggi emisi yang dihasilkan, maka akan semakin tinggi risiko pemanasan globalnya.
Akibatnya, keberlangsungan hidup di bumi menjadi ancamannya. Dampak negatif dari pemanasan global pun enggak main-main. Mulai dari mencairnya gletser, perubahan iklim bahkan hingga meningkat dan meluasnya kekeringan, semuanya disebabkan dari pemanasan global. Sebagai makhluk yang dikaruniai akal pikiran dari Tuhan, tentu kita tidak bisa membiarkannya begitu saja karena ujung-ujungnya, umat manusia sendiri-lah yang menjadi korbannya.
Oleh karena itu, berbagai negara menargetkan mencapai Net-Zero Emissions (NZE) alias Nol bersih-Emisi pada puluhan tahun mendatang. Indonesia sendiri menargetkan akan mencapai NZE selambat-lambatnya pada 2060.Â
NZE sendiri adalah upaya pengurangan emisi hingga nol bersih sebagai solusi meminimalisasi dampak global warming dan mempertahankan keberlangsungan hidup manusia pada masa mendatang. Memang, manusia dan dunia tidak bisa terlepas dari kegiatan menghasilkan emisi. Kita bernapas saja mengeluarkan karbon dioksida yang sebenarnya berkontribusi terhadap volume emisi karbon tahunan. Namun yang dimaksud dalam NZE ini bukan karbon positif, melainkan karbon negatif yang tidak bisa diserap oleh laut, pohon dan tanah.Â
Terus, emang ada kaitannya antara kegiatan mengurangi emisi dengan kekayaan?Â
Tentu ada. Sejumlah kebiasaan yang saya lakukan dalam mendukung NZE ini memiliki potensi cuan sendiri sehingga dapat mendukung saya untuk menjadi orang kaya.
Membawa tas atau kantung sendiri saat berbelanja
Pertama adalah saya membiasakan diri untuk membawa tas atau kantong sendiri saat berbelanja.Â
Dari segi lingkungan, kegiatan ini mendukung target Indonesia dalam capai NZE tahun 2060 karena dapat mengurangi penggunaan kantong plastik atau penggunaan tas kain yang dihasilkan dari proses emisi.
Dari segi ekonomi, kegiatan ini juga berpotensi membantu kita menjaga harta kekayaan.
Kok bisa?
Ya bisa!Â
Anggaplah saya berbelanja sebanyak 4 kali di supermarket dalam sebulan. Jika harga tas goodie bag dibanderol senilai Rp5000 per buah dan saya selalu membeli tas goodie bag karena tidak membawa kantong belanjaan sendiri, maka dalam sebulan saya mengeluarkan uang sebesar Rp20.000. Jika dikalikan selama 12 bulan, maka dalam setahun saya sama saja mengeluarkan uang sebesar Rp240.000.
Dari segi nominal, mungkin Rp240.000 dalam setahun tidak terlihat besar. Namun jika saya selalu membawa tas atau kantong belanjaan sendiri, harta kekayaan saya tentu akan lebih banyak hingga Rp240.000 dibanding tidak pernah membawanya.
Bawa bekal dari rumah saat masuk kerjaÂ
Saya juga mendukung target NZE sekaligus berupaya untuk menjadi kaya dengan membiasakan diri untuk membawa bekal saat masuk kerja di kantor. Bekal ini tidak hanya berupa makanan berat saja, namun juga botol minum berisi air mineral.
Di foodcourt di tempat sata kerja, rata-rata harga makanan dibanderol seharga Rp20.000-Rp30.000. Biar adil, saya ambil harga pertengahannya saja yakni Rp25.000.
Jika kantor sudah tidak memberlakukan WFH, dalam sebulan saya masuk kerja sebanyak 22 kali dengan hitungan 5 hari kerja per minggu. Itu artinya, jika saya konsisten beli makanan di kantor dalam 22 hari, maka saya sama saja mengeluarkan uang sebesar Rp550.000 per bulannya.Â
Itu baru dari hitungan makan saja. Belum minumannya. Jika saya konsisten membeli 1 botol air mineral seharga Rp3000 selama 22 hari, maka dalam sebulan saya sama saja mengeluarkan Rp66.000 hanya untuk minum di kantor. Â
Bukan berarti saya enggak pernah beli makan di kantor loh ya. Â Dalam sebulan saya juga pernah beberapa kali membeli makan di kantor, terutama ketika saya sedang tidak napsu atau malas membawa bekal.
Maksudnya adalah membawa bekal dari rumah bisa meningkatkan harta yang dimiliki. Jika saya lebih sering membawa bekal berisikan makanan yang ibu saya masak dari rumah dan air minum dari rumah ketimbang membelinya di kantor, maka saya berpotensi menghemat uang hingga Rp616.000 per bulannya atau setara Rp7.392.000 per tahun.
Alhasil, saldo saya jadi bertambah banyak. Pundi-pundi kekayaan saya jadi bertambah sehingga saya bisa menggunakannya untuk tabungan atau dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih penting. Itu kasus yang terjadi pada saya, setiap orang tentu punya hitungan berbeda.
Dari segi NZE, sering membawa bekal dan air minum dari rumah saat bekerja di kantor dapat meminimalisasi emisi karena minimnya penggunaan sampah wadah yang dihasilkan melalui proses emisi dan membutuhkan waktu lama agar bisa terurai dengan tanah. Namun dari segi ekonomi, membawa bekal ke kantor dapat membuat saldo kita lebih terjaga.
Tidak merokok
Strategi agar menjadi kaya terakhir yang saya lakukan adalah saya tidak merokok sama sekali. Hal ini dikarenakan merokok adalah kegiatan yang menghasilkan emisi yang bisa berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan sekaligus kegiatan yang bisa bisa bikin seseorang kecanduan untuk mengonsumsinya secara terus-menerus.
Gambarannya seperti ini. Anggaplah saya orang yang hobi merokok. Saking candunya, setiap tiga hari sekali saya membeli rokok seharga Rp15.000 per bungkus.
Jika saya selalu membeli rokok seharga Rp15.000 dalam jangka waktu 3 hari sekali, maka saya sama saja mengeluarkan uang sebesar Rp15.000 per bulannya. Itu artinya, demi memenuhi kecanduan saya, saya akan kehilangan potensi uang hingga Rp1.800.000 per tahun!
Untungnya saya punya cita-cita ingin kaya dan ingin Indonesia lebih bersih. Maka dari itu saya menerapkan kegiatan yang mendukung terwujudnya NZE di Indonesia pada 2060 dengan tidak pernah merokok sama sekali. Saya percaya dengan tidak merokok, kita bakal memiliki cuan lebih banyak karena saldonya terselamatkan dari potensi kecanduan yang akan terjadi.
 Sekian beberapa strategi yang saya lakukan demi jadi orang kaya sekaligus membantu pemerintah mewujudkan Indonesia capai NZE pada 2060. Pada akhirnya, orang kaya bukanlah semata mereka yang meningkatkan penghasilannya dengan bekerja, tapi mereka yang bijak dalam mengatur keuangannya. Kamu pun juga bisa turut andil untuk menjadi kaya dengan melakukan strategi yang sama atau sejenis seperti apa yang saya lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H