Masih kita lihat pula, berbagai carut-marutnya kondisi bangsa kita sekarang.Â
Dan telah menjadi rahasia umum, aktor pemerintahan yang lebih mementingkan kontestasi politik pilpres 2024 dari pada pembinaan masyarakat, guna menghadapi kondisi sulit akibat terdampak wabah Covid-19.
Dan kita melihat gamblangnya kasus korupsi, dan fenomena masyarakat yang lambat laun kehilangan kepercayaan pada pemerintahnya sendiri.
Dan dalam tema pendidikan kita, yang masihlah belum memiliki arah yang jelas. Begitu menteri pendidikan Nadiem Makarim menjabat, pendidikan Indonesia berkiblat ke Amerika, Eropa. Muncul paket pendidikan terkait aksesmen, pelaksanaan pengawasan, pergantian kurikulum yang katanya lebih simpel.
Namun di akar rumput, jelas sulit di laksanakan. 'Ini harus gimana?'Â
Kita masih gagap soal perubahan mendadak seperti saat pandemi ini.
Pendidikan memiliki tujuan umum, adalah proses penerapan budi pekerti, kejujuran, rasa empati, tepo sliro dan unggah-ungguh terhadap semua yang ada di lingkungan kita.
Namun berbagai prinsip pendidikan kita, masihlah mengacu pada teori-teori filsafat yunani yang meniadakan agama.
Yang dalam filsafat ini memiliki prinsip non moral yang berarti segala sesuatu tidak memandang baik atau buruknya, sebab kebaikan dan keburukan itu hanya ditentukan menurut versi masing-masing orang.
Ini sudah kehilangan tujuan yang hakiki, karena sedalam-dalamnya pembelajaran berdasarkan prinsip ini, bukan pencerahan yang di dapat, namun kebingungan.
Kebingungan akibat tidak bisa membedakan mana sifat malaikat dan mana iblis. Kebenaran di ukur menurut versi individu, dan prinsip pendidikan yang cenderung materialistik, meniadakan ajaran agama yang mengajarkan semua hal terkait moral dan budi pekerti yang luhur.