Dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukakan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim  dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.Â
Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.Â
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan "Al-amin", dipercaya oleh masyarakat Makkah untuk menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.  Walaupun di zaman Rasulullah belum terdapat instusi bank, ajaran Islam sudah memberikan prinsip-prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus di jadikan pedoman dalam aktivitas  perdagangan dan ekonomi.
Perbankan Pada Masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah
Zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi bank dilakuakan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi. Baru kemudian, di zaman bani Abbasiyah ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah islam telah di kenal sejak zaman Abbasiyah.Â
Perbankan mulai berkembanng pesat ketika beredar banyak jenis mata uang  pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Hal ini di perlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda.Â
Orang yang mempunyai keahlian khusus ini di sebut naqid, sarraf dan jihabiz. Â Aktifitas ekonomi ini merupakan cikal-bakal dari apa yang kita kenal sekarang sebagai praktik penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz itu sendiri mulai dikenal sejak zaman khalifah Muawiyah (661-680) yang sebenarnya di pinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa sasanid, istilah ini di pergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah. Peranan banker pada zaman Abasiyyah mulai popular pada pemerintahan khalifah Muqtadir (908-932 M).Â
Pada saat itu, hampir satiap wazir (menteri) mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu Wahab sebagai bankirnya, Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim Ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi  mempunyai tiga orang bankir sekaligus.Â
Peranan banker telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat di transfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya.
Perbankan Pada Masa Eropa