Mohon tunggu...
Nita Noeris
Nita Noeris Mohon Tunggu... -

extra ordinary... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ilusi Situs Jejaring Sosial: Perangkap Globalisasi dan Kapitalisme Global

25 November 2011   11:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:12 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi telah menjadi isu seksi yang keberadaannya selalu menjadi pembicaraan hangat masyarakat. Tak hanya di kampus atau forum-forum akademis lainnya yang lekat dengan perdebatan mengenai isu tersebut. Bahkan kehidupan angkringan dan warung kopi pun begitu akrab bergelut dengan isu globalisasi. Hal ini menunjukkan tingginya popularitas globalisasi dan betapa globalisasi telah begitu merasuk ke dalam berbagai sisi melik kehidupan masyarakat. Mansour Fakih (2002:210) menjelaskan bahwa globalisasi merupakan fase ketiga dari periode formasi sosial yang merupakan bagian dari proses sejarah panjang dominasi. Didahului oleh periode kolonialisme yang dilanjutkan dengan periode developmentalisme, globalisasi menjadi periode ketiga yang didefinisikan sebagai proses pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi dunia. Selanjutnya dijelaskan oleh Mansour Fakih bahwa pengintegrasian ini didasarkan pada keyakinan akan perdagangan bebas yang sesungguhnya telah dicanangkan sejak zaman kolonialisme.

Sementara itu, dikatakan oleh Giddens (2004:5) bahwa globalisasi tidak hanya sebuah persoalan baru, melainkan juga revolusioner. Ia meliputi banyak dimensi, seperti misalnya ekonomi, politik, teknologi maupun budaya. Globalisasi, menurut Giddens, terutama sekali dipengaruhi oleh perkembangan sistem komunikasi yang dimulai pada akhir 1960-an. Sedikit berbeda dengan Thomas L. Friedman (2006:8) yang melihat bahwa globalisasi sebenarnya telah bermula jauh sebelum periode dimana teknologi informasi dan komunikasi meningkat dengan pesat. Menurut Friedman, terdapat tiga wilayah atau tahapan globalisasi yang terbagi dalam Globalisasi 1.0, Globalisasi 2.0, dan Globalisasi 3.0. Tahapan tersebut dibedakan berdasarkan pada pelaku utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global. Ketika pada era Globalisasi 1.0 yang berperan adalah negara dan Globalisasi 2.0 digerakkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional, maka pada Globalisasi 3.0 yang menjadi tenaga penggeraknya adalah kekuatan-kekuatan individual.

Mencermati hal tersebut, maka globalisasi yang kita hadapi pada saat ini sangat terkait erat dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi menemukan jalannya untuk terus melakukan ekspansi melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dan dengan perkembangan tersebut maka individu-individu, yang dikatakan oleh Friedman sebagai kekuatan penggerak dalam era Globalisasi 3.0, dapat lebih leluasa menjadi pelaku-pelaku yang turut menentukan arah globalisasi. Dalam hal ini, individu tidak hanya menjadi “konsumen” globalisasi, namun ia juga sekaligus sebagai “produsen” globalisasi, aktor yang turut menentukan kecepatan gerak dan laju globalisasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Individu-individu tersebut menentukan perannya melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Internet, adalah satu dari sekian banyak produk teknologi informasi dan komunikasi yang sangat berpengaruh bagi individu ataupun kelompok untuk melakukan ekspansi global dalam dunia yang disebut oleh Friedman sebagai “Dunia yang Datar”. Dewasa ini internet telah menjadi bagian yang seolah tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan industri teknologi informasi dan komunikasi, maka akses terhadapnya menjadi jauh lebih mudah. Terlebih dengan semakin tipisnya batas atau sekat antara industri teknologi informasi dan komunikasi dengan industri telekomunikasi. Perkembangan internet yang demikian pesat tentu saja membawa begitu banyak implikasi yang berdampak global dan menyentuh aspek-aspek sosial masyarakat. Seperti halnya kehadiran situs-situs jejaring sosial yang telah merombak begitu banyak sisi kehidupan masyarakat. Facebook, Twitter, Tagged dan Friendster adalah sedikit contoh dari situs-situs tersebut. Tulisan ini akan mencoba mengulas bagaimana situs-situs jejaring sosial tersebut merubah kehidupan masyarakat dan apakah keberadaannya berkorelasi positif dengan kesejahteraan masyarakat?

Sebagaimana yang telah sedikit disinggung di atas, globalisasi telah membawa begitu banyak implikasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Terlebih dengan datangnya era Globalisasi 3.0 yang membawa dunia menjadi seolah semakin tanpa batas (borderless world). Selain itu, keterkaitan yang erat antara globalisasi dengan kapitalisme telah memunculkan apa yang disebut oleh Jean P Baudrillard sebagai masyarakat konsumsi. Baudrillard mendefinisikan masyarakat konsumsi sebagai masyarakat yang memiliki tatanan manipulasi tanda. Sebuah masyarakat yang dicirikan oleh universalitas serba-serbi dalam komunikasi massa (Baudrillard, 2009:16-17). Masyarakat konsumsi adalah implikasi praktis dari keterpisahan antara produksi dengan konsumsi. Produksi yang pada awalnya merupakan produksi nilai guna untuk keperluan konsumsi pada sistem sosial pra kapitalis, maka dengan kemunculan kapitalisme pasar dan terbentuknya relasi kepemilikan hak pribadi, kesatuan antara produksi dengan konsumsi menjadi terpecah (Martyn J Lee, 2006:10).

Ada keterkaitan yang erat antara apa yang disebut oleh Friedman sebagai “Dunia yang Datar” dengan konsepsi masyarakat konsumsi. Dunia yang semakin datar memudahkan akses terhadap berbagai macam situs-situs konsumsi, tak hanya yang berskala besar namun juga berskala kecil. Tak hanya berupa situs-situs pemasaran pemasaran produksi massal yang dapat dinikmati keberadaannya secara nyata, namun juga situs-situs konsumsi yang hanya memberikan kepuasan semu bagi konsumennya.

Ketika Goerge Ritzer memberikan konsep McDonaldisasi dengan McDonald sebagai maskot dari masyarakat konsumsi dan beberapa macam situs konsumsi berskala besar di internet, seperti ebay.com, yang merupakan contoh nyata dari adanya “globalisasi kehampaan”, maka pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah keberadaan situs jejaring sosial dapat pula dikatakan sebagai situs konsumsi yang memberikan “kehampaan”? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka diperlukan kajian lebih lanjut terhadap situs jejaring sosial, yang dalam tulisan ini akan dibatasi hanya pada Facebook dan Twitter.

FACEBOOK

Facebook, sebuah situs jejaring sosial yang didirikan pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Marck Zuckerberg, pada awalnya hanyalah sebuah proyek untuk memudahkan komunikasi bagi para mahasiswa Harvard University (www.facebook.com). Ketika kemudian Facebook melakukan ekspansi keluar kampus, maka kehadirannya kemudian menjadi sebuah fenomena. Pada saat ini Facebook telah begitu mewabah. Data statistik situs alexa.com menunjukkan bahwa pada saat ini Facebook menduduki peringkat kedua Top Global Sites, setingkat dibawah Google.com dan melampaui Youtube serta Yahoo!. Sementara untuk Indonesia, Facebook menempati peringkat pertama Top Sites dengan peringkat pengguna berada di posisi keenam setelah India, Inggris, Italia, Perancis dan Amerika Serikat (www.alexa.com).

Tak seperti pesaingnya dalam hal situs jejaring sosial, seperti Friendster, Tagged ataupun Myspace, kehadiran Facebook diminati oleh lebih banyak kalangan. Tak hanya kaum muda yang terjangkiti candu Facebook, melainkan para orang tua, pebisnis, politisi, aktivis-aktivis gerakan sosial dan bahkan agamawan telah begitu familiar dengan keberadaan Facebook. Keberadaannya yang begitu fenomenal tak bisa dilepaskan dari berbagai fungsi yang melekat padanya. Facebook menawarkan begitu banyak hal untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia. Sebagai sarana untuk berkomunikasi, bersosialisasi, berorganisasi, maupun hanya sekedar untuk melepas penat dengan bermain game. Facebook telah merubah banyak hal dalam cara bagaimana manusia berhubungan antara satu dengan yang lain. Facebook telah menjelma pula menjadi satu masyarakat tersendiri, masyarakat jejaring yang saling bertemu dan berinteraksi dalam dunia maya.

Facebook adalah contoh sempurna bagaimana situs jejaring sosial menawarkan konsumsi kehampaan yang begitu menarik minat. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada sisi positif dari keberadaan situs jejaring soal tersebut, karena bagaimanapun, teknologi selalu memberikan produk-produknya yang bermata dua. Misalnya saja keberadaan Facebook yang sangat efektif sebagai media bagi gerakan-gerakan sosial masyarakat, maupun untuk kampanye politik dan pembentukan relasi. Kasus yang menimpa pimpinan KPK, yaitu Bibit S. Riyanto dan Chandra Hamzah dan kasus hukum yang membelit Prita Mulyasari adalah contoh-contoh kasus yang kemudian membangkitkan “people power 2.0” melalui media Facebook.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun