Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

[Rasa Mentari 10] Merenda Asa

31 Desember 2023   19:00 Diperbarui: 6 Januari 2024   09:37 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi / Pexels (Julia Volks)

Ganesha mendekati Mentari. Harum parfum bernuansa kayu menguar. Kemeja flannel marun kotak-kotak itu menjadi tersangka sumber harum yang tercium.

“Aku angkat ya, aku bawakan kursi roda. Kita pakai mobilmu untuk pulang ke Semarang.”

“Iya, terima kasih.” Mentari mengiyakan seluruh kalimat Ganesha tanpa koma. Mentari merasa tidak berdaya dan tidak perlu ‘ngeyel’ juga, toh saat ini dia memerlukan pertolongan Ganesha.

Mentari memiliki nama tengah keras kepala. Hal ini sudah diakui banyak kerabat dan koleganya. Keras kepala a.k.a berprinsip. Tawaran Ganesha untuk membantunya diiyakan tanpa banyak protes ini itu.

Ganesha mengangkat tubuh Mentari. Sementara Miko, Lydia, dan ada satu lagi personil panitia camp, mungkin salah satu sukarelawan yang membantu kegiatan hari itu, membawakan kursi roda untuk Mentari. Lydia membantu Ganesha membawakan perlengkapan Mentari yang sudah diambil dari doom 11.

Setelah Mentari masuk ke dalam mobil. Mentari pamit dan mengucapkan permohonan maaf serta terima kasih pada ketiga rekannya itu. Ucapan Lydia lekas sehat menjadi penutup adegan yang cukup mengharukan. Lambaian tangan ketiga personil pantia camp mengiringi kepergian mereka berdua.

Setelah itu, ecosport titanium milik Mentari melaju dikemudikan oleh Ganesha meninggakan kawasan camp.

Ganesha dan Mentari, keduanya sama-sama terdiam beberapa saat menikmati pemandangan yang tersaji di area seputar Bantir. Kesejukan alam Bantir membuai rasa keduanya. Ganesha nampak berhati-hati mengendarai mobil itu. Ganesha melambatkan laju mobil. Ganesha berusaha untuk meminimalisir goncangan mobil.

“Ta…”

“Ya?”

“Maafkan aku..”

“Untuk apa?” Mentari agak terkejut mendengar permintaan maaf dari Ganesha. Rasanya tidak mungkin untuk orang sesongong itu.

“Kejadian mobil tempo hari, hingga akhirnya aku memintamu untuk ikut ambil bagian di Bantir dan kejadian jatuhmu. Aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk apapun, selain ingin dirimu menyaksikan rentetan aktivitas Camp.”

Mentari tidak menanggapi kalimat Ganesha. Tangannya asyik mengutak atik musik di mobil. Terdengar kemudian alunan saksofon Kenny Gorelick, The Moment. Keduanya terdiam entah apa yang sedang mereka berdua pikirkan.

“Tidak ada yang salah, aku senang, dunia baru. Terima kasih. Jatuhku, salahku yang gak hati-hati.” Ucapan Mentari memecah kebisuan keduanya.

“Ciee, terima kasih…” Ganesha mulai ngeledekin Mentari lagi.

***

Sementara itu di kediaman Ibu Rahutami..

“Mbok Tirah, Tiara dan keluarga nanti malam tidak kesini, ini baru ngabari. Katanya Gary ada jamuan makan dengan beberapa koleganya.”

Ibu Rahutami memberi tahu pada Mbok Tirah bahwa malam nanti keluarga Tiara tidak ke rumah. Hari itu Ibu dan Mbok Tirah sudah menyiapkan Rawon, Kakap Asam Manis, dan Bihun Goreng, dan Pisang Goreng Karamel juga baru saja selesai ditata Mbok Tirah di pinggan berwarna coklat muda.

“Lha, ini nanti yang makan siapa?” Mbok Tirah terkekeh menanggapi informasi dari Ibunda dari Mentari, Tiara, dan Elang.

“Wis tho, ini pasti jadi berkah, Mbok. Lha wong sudah dibuat dengan sepenuh hati…” Ibu Rahutami merespon kegalauan Mbok TIrah sambil menepuk punggung wanita yang sudah sangat setia mendampingi keluarga Ibu Rahutami, terutama sepeninggal Bapak.

Bel pintu rumah berbunyi.

“Biar Aku wae sing buka, Mbok.”

Ibu berjalan pelahan melewati dua pintu penyekat dapur dan ruang tengah. Pintu ruang tamu dibuka melihat Mentari yang diangkat oleh Ganesha. Ibu Rahutami melihat perban membebat kaki Mentari.

“Ibu, gak usah khawatir. Mentari baik-baik aja.”

Mentari menangkap kegelisahan yang ditutupi oleh Ibunya.

“Nak Ganesha, langsung ke kamar Mentari saja.” Ibu Rahutami memberi arahan pada Ganesha dan dengan cekatan Ibu memberi tahu arah kamar Mentari. Mbok Tirah langsung menyusul ketiganya. Ibu tampak khawatir namun tidak memperlihatkannya.

Mentari sudah berada di dalam kamar. Ibu, Ganesha, dan Mbok Tirah mengambil tempat masing-msing di kamar Mentari.

“Ibu maafkan Saya, tidak bisa jaga Mentari dengan baik.”

Ganesha nampak sangat gelisah menunggu tanggapan Ibu.

“Marahin aja, Bu.” Mentari menyahut dengan cepat, Ibu dan Mbok Tirah terlihat lebih santai saat Mentari mengajak becanda. Suasana di kamar mendadak lebih cair.

Ganesha dan Mentari bergantian menjelaskan kronologis kejadian siang tadi.

“Kalo gitu yang Saya marahin ya Mentari, ceroboh koq ga udah-udah.”

“Nah bener Bu, ceroboh bener emang.” Ganesha langsung memukul telak Mentari dengan pernyataan itu, mata Mentari terlhat jenaka menanggapinya, tidak terpancing, tumben juga.

Mbok Tirah dan Ibu Rahutami terkekeh dibuatnya. Ada rasa senang, bahagia melihat Mentari dan Ganesha yang memberikan warna berbeda.

“Mbak, Mas ini ada Pisang Goreng Karamel, ayo dimakan dulu.” Mbok Tirah menawarkan makanan buatannya di sela-sela obrolan mereka berempat.

“Iki jenenge keseleo, Ta. Mbok ati-ati, tho..” Ibu Rahutami memberikan wejangan di seputar perbincangan yang terjadi sore jelang petang sambil memeijat dan melihat luka yang ada di kaki Mentari.

“Mentari kelebihan energy ya, Bu.” Ganesha lagi-lagi ngeledekin Mentari. Mbok Tirah juga jadi ikutan-ikutan nimbrung untuk meramaikan suasana pembullyan terhadap Mentari.

“Besok pagi, Ibu buatkan beras kencur untuk ditempelkan, ini obat tradisional, Nak Ganesha.”

Suasana di kamar Mentari menjadi sangat hidup. Pemilik kamar itu seolah mendapatkan kehidupannya kembali, terutama setelah kepergian Ayah Mentari. Ganesha memberi warna yang berbeda terhadap kehidupan Mentari.

Sosok wanita ayu berusia 4o tahun itu selalu menutupi semua hal dengan keceriaan dan kecakapannya di dunia kerja. Tapi sebenarnya banyak hal yang ditutupinya. Perkenalan dengan Ganesha memberikan sesuatu yang berbeda, sebuah rasa yang berbeda. Memang belum jelas rasa itu.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun