Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

[Rasa Mentari 8] Meredam Sukma

14 Desember 2023   16:39 Diperbarui: 6 Januari 2024   09:36 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/ Sumber: Pexels (Julia Volks)

"Iya, Mbak Lydia."

Mentari menerima tas berwarna hitam dari tangan Lydia. Mentari membuka tas itu pelahan. Dilihatnya ada tali tambang berwarna putih, kompas, karabiner, dan beberapa survival kit lainnya. Mentari meletakkan carrier di dalam doom. Setelah meletakkan semua perlengkapan di dalam doom tersebut, Mentari melangkah keluar.

Pemandangan di sekeliling camp cukup indah. Mentari mendekat ke tenda peserta camp. Begitu banyak anak-anak dan orangtua serta pendamping dengan wajah penuh tawa walaupun dengan keterbatasan. Sengat ceria itu menusuk hati Mentari dengan sangat dalam. Melihat beberapa sukarelawan yang sedang melakukan pendaftaran ulang bagi para peserta camp dengan sangat bersukacita melayani mereka semua.

Timbul pertanyaan di hati Mentari. Ada kekuatan apa yang membuat mereka memiliki keceriaan yang sedemikian rupa? Mentari juga merasakannya. Semacam energi baik yang mengalir di dalam diri yang menguatkan. Dan, orangtua-orangtua itu? Mengapa mereka begitu kuat dengan menampilkan senyum sedemikian rupa?

Banyak hal yang tidak masuk di logika Mentari. Pikiran itu dibawanya menjauh dari area camp menuju arah yang berlawanan. Mentari berjalan menyusuri rimbunnya pepohonan. Perempuan itu menikmati pemandangan yang tersaji indah di depan matanya. Pesona alam yang sangat mengagumkan.

Kaki Mentari tiba-tiba terantuk akar pohon yang begitu besar? Mentari terjatuh, lututnya menghantam akar pohon yang menyembul di atas permukaan tanah bebatuan di sekitarnya. Adegan itu membuat sobekan di celananya. Ada darah merembes, di sekitar lututnya.

"Awwww!" Mentari berteriak dengan kuat. Dia merasa sangat kesakitan. Tubuhnya nyaris terguling. Untungnya Mentari menggunakan jaket yang cukup tebal, sehingga kerikil yang diinjak oleh tubuhnya tidak terlalu menyakiti.

Ada langkah kaki yang mendekat kemudian dengan sigap membantu Mentari menangkap tubuhnya yang terguling di ceruk tanah beberapa ratus meter dari area camp. Mentari melihat sekilas, nampak seperti Ganesha, tapi kemudian gelap....

(bersambung)

kisah sebelumnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun