"Benar, Ibu. Begini, Ibu. Hari Kamis mendatang saya minta ijin untuk mengajak Mentari menengok sebuah acara camp di Bantir."
"Saya tidak bisa menjawab, Nak Ganesha. Apakah Mentari sudah tau?"
"Mbak Mentari sudah tau, Ibu."
"Maaf, Nak Ganesha sudah pernah bertemu Mentari sebelumnya?"
"Sudah, Ibu. Pertemuan di awal agak kurang menyenangkan. Maka dari itu saya ingin mengajak Mentari ke acara camp Kamis mendatang, saya berharap Mentari bisa ikut menikmati acara itu."
"Nak Ganesha, titip Mentari. Dia menjalani hidup yang tidak mudah. Dia sulit sekali membuka diri dan hatinya. Jelang 38, dia masih belum bisa membuka hatinya. Nak Ganesha paham maksud Ibu?"
Obrolan itu terus berlangsung hingga jelang makan siang. Ganesha akhirnya pamit pukul 14.17. Udara hari itu cukup sejuk. Liukan tangkai krisan memberi kehangatan dan keceriaan di rumah Mentari.
"Monggo, Ibu."
"Monggo-monggo, Nak.. Atos-atos."
Ibu Rahutami menutup gerbang rumah bernomor 77A. Dia mengambil beberapa daun kering yang jatuh di halaman, membuangnya ke kotak sampah di samping rumah.
Mbok Tirah tergopoh-gopoh menyerahkan ponsel Ibu Rahutami. "Bu, niki Mbak Tiara badhe ngendhikan..."