Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

REKAN, Rumah Persaudaraan Kami

21 Mei 2021   08:08 Diperbarui: 21 Mei 2021   08:18 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekelumit Kisah Manis dalam REKAN

Hai, kenalkan, saya  Btari Kusuma Wiranata. Biasa dipanggil Tari.

Dia, kawan saya yang bermata sipit, berkulit putih bersih dan imut banget wajahnya layaknya wajah baby, namanya Meilinda Tan. Kami biasa memanggilnya dengan panggilan Imel.

Kemudian …

Si hitam manis, berambut ikal tebal tetapi seringkali dipotong cepak itu bernama Sandy, lengkapnya Sandy Sopacua, si Ambon manise.

Berikutnya …

Irfan Darmawan, sosok cowok ganteng berkulit kuning langsat dari tanah Pasundan. Sohib teriseng di gank kami, REsmi berKAwaN disingkat REKAN. And the last but not least, Arief Wibowo Prasetyo. Pemuda alim yang giat tekun sholat lima waktu, bahkan Arief selalu menambah porsi ibadahnya untuk menjalankan beberapa rakaat sholat sunnah-nya.

Gank rame-rame yang udah 8 tahun berdiri ini berawal dari perjumpaan dalam event camping Pramuka. Kami semua datang dari latar belakang yang berbeda.

Tapi anehnya kami gak pernah ngerasa ada perbedaan, ciyus!

Aku, Tari, Jawa asli. Bapak Solo, Ibu Yogya. Imel, keturunan Tionghoa-Manado. Sandy, seorang cowok Ambon, yang kalo senyum manis banget, sempat beberapa kali tergoda dengan senyumnya itu, tapi inget lagi, kami teman, komitmen berteman selamanya!

Irfan, si ganteng yang doyan banget ngisengin orang. Mamanya dari Kuningan, Jawa Barat. Papanya campuran Arab-Cianjur. Dan yang terakhir, Arief, keturunan suku Gayo, Aceh. Kepiawaiannya memasak Kue Timpan, sering membuatnya didaulat sebagai chef di kelompok kami. Bukan hanya Kue Timpan, tapi Mie Aceh buatannya benar-benar uueenak tenan!

=====

Kisah Kami…

Sejak kami berlima duduk di bangku SMA, persahabatan itu sudah terjalin. Aku dan Imel tinggal di perumahan yang sama. Rumah Sandy berjarak 1 kilometer dari perumahanku. Irfan, tetangga Sandy. Lokasi rumah Arief yang agak jauh, berbeda wilayah dengan kami berempat.

Kami dipertemukan saat mengikuti kegiatan Persami Pramuka Penggalang saat kelas 10. Pertemuan kemah bersama se-Bandung Raya itu merajut persahabatan yang hingga kini terjalin manis, asam, pahit. Semua rasa ada, tetapi semuanya mengerucut pada sebuah rasa, keindahan dan kebersamaan.

Kami tak pernah membedakan satu dengan yang lain. Kami semua dapat saling menghargai.

Suatu saat ketika Arief tertimpa musibah, adik semata wayangnya jatuh sakit dan harus dirawat di sebuah rumah sakit setempat. Kami bertiga berbagi tugas menjaga adik dan memikirkan makanan untuk Arief.

Ibu dan Bapak Arief sama-sama bekerja di luar negeri. 1 tahun sekali atau bahkan hingga 2 tahun sekali baru bisa menjenguk Arief dan Sintha, serta Emaknya. Emaknya yang mengurus Arief dan Sintha saat orang tua mereka meninggalkan tanah air untuk mencari nafkah di Negeri Gajah Putih, Thailand.

Emak Aminah sudah sangat dekat juga dengan REKAN. Emak Aminah banyak mengajarkan kepada kami bagaimana toleransi harus menjadi dasar yang kokoh dalam menjalin hubungan dengan siapapun.

Emak Aminah memiliki karakter keibuan yang sangat kental.

Saat Sintha terkena sakit Typhus kala itu, kami semua mendapatkan kuliah gratis dari Emak Aminah. Kami jadi semakin mengerti, mengapa Arief sangat menghargai dan menghormati kami semua. Setiap petunjuk dan petuah Emak Aminah ada di dalam setiap perilaku Arief dan Sintha.

Pagi hari, biasanya aku dan Imel yang menemani Sintha. Setelah Arief datang bersama Emak Aminah kami pulang, untung saat itu adalah saat libur sekolah.

Lalu malam harinya giliran Irfan bersama dengan Sandy, juga Arief menjaga Sintha. Saya dan Imel bergantian menemani Emak Aminah saat di rumah. Karena kami khawatir akan Emak Aminah yang usianya telah memasuki awal 80 an. Walau memang tak nampak dari penampakan fisiknya.

Emak Aminah masih terlihat bugar. Aku teringat ucapannya padaku saat itu, “Tari, biasakanlah bangun pagi lalu berdoa pada Yang Maha Kuasa. Setelah itu beraktivitaslah…”, Emak Aminah memberikan wejangan yang sampai saat ini kulakukan.

Nampaknya itu adalah rahasia kesehatannya yang sangat terjaga. Tidak ada hari-hari tanpa beraktivitas. Nenek Aminah bisa merajut, dan merangkai bunga. Ibuku pernah memesan rangkain buket bunga untuk Mimbar Gereja kami.

Mama Imel sering juga memesan rangkaian bunga karya Emak Aminah untuk memperindah ruangan di dalam rumahnya.

Ternyata memang latar belakang Emak Aminah telah membawanya kepada pengalaman hidup yang tidak mudah, sehingga Emak Aminah harus berjuang untuk menafkahi Ibu dari Arief.

Semua keterampilan dipelajarinya. Merajut dan menjahit, memasak, merangkai bunga dikuasainya.

Ibu dari Sandy sering juga memesan makanan dan kue-kue untuk konsumsi pada acara-acara yang digelar di rumah mereka. Baik itu acara keluarga atau untuk acara di lingkungan mereka.

Kue-kue dan masakan Emak Aminah sudah terkenal akan kelezatannya.

“Tari, seberapa hebat karirmu nanti jangan pernah lupakan kodrat dan fitrah kita sebagai seorang wanita, yang memiliki tugas memelihara kesejahteraan keluarga.” Perkataan Emak Aminah itu senada seperti yang selalu diberikan oleh Ibuku.

Dibuktikan juga dengan perilaku Ibuku yang seorang Dokter Hewan tetapi tidak pernah meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu.

“Tari, dari pengabdian kita sebagai wanita dalam keluarga akan mampu menjadi berkat bagi tiap anggotanya. Lakukan tanggung jawab kita itu dengan rasa cinta sehingga akan ringan menjalankannya”, itu perkataan Emak Aminah yang selalu aku ingat.

Semua hal yang dikatakannya menjadi sebuah teladan bagiku.

Saat Sintha telah sehat seperti sedia kala, REKAN mengadakan syukuran kecil-kecilan, karena tepat hari itu Emak Aminah juga merayakan ulang tahunnya yang ke 81.

Aneka kue yang dibuat Ibuku, Ibu Sekar yang cantik dan Mama Imel tersedia. Ada Klepon, Pisang Goreng Keju, Prol Tape, Putu Mayang, dan Pastel. Ibu Sandy mengirimkan Mie Goreng yang lezat sekali. Mama Irfan membuatkan Bajigur, minuman manis bernuansa hangat jahe, khas Tanah Priangan.

Kesederhanaan dan kebersamaan mengiringi ucapan syukur ketika Sintha telah sehat dan pulih dari sakitnya. Hari itu Arief, Emak Aminah, dan Sintha terkejut pada surprise yang telah kami rencanakan tanpa sepengetahuan Arief.

Tanpa kusadari saat perjalanan pulang bersama Imel, Irfan, dan Sandy, air mata bahagiaku jatuh menetes. Aku berdoa dan bersyukur pada Tuhan karena mempertemukan kami berlima dan boleh menjalin persaudaraan yang tidak dapat kami tukar dengan apapun.

Malam itu, kami semua bermimpi indah mengenai REKAN. REKAN akan menjadi keluarga tanpa hubungan darah yang kelekatannya melebihi saudara kandung, aahh bahagianya!

Aku yakin dalam benak tiap kami, hal itu pun juga diaminkan. Persaudaraan, persahabatan yang boleh terjadi ini akan kami jaga, akan kami jaga sampai Tuhan memanggil kami ‘pulang’ ke haribaan Tuhan.

Terkadang ada pemikiran menggelikan, akankah kami mengenal satu sama lain ketika sudah dalam dunia masa depan itu, entahlah..

=====

Ujian dalam Persahabatan REKAN

REKAN bukan kebetulan terbentuk, kami tahu bahwa banyak sekali ujian yang kami alami dalam persahabatan kami.

Saat Sandy dan Imel terlibat cinlok dan salah satu dari orang tua mereka tidak setuju, itu membuat kami ikut merasakan perasaan mereka.

Sandy dan Imel bukan robot, mereka manusia biasa yang tidak bisa memilih dan mengatur kepada siapa memberikan cintanya.

Aku yakin hanya karena mereka berbeda suku, tradisi, adat, mereka harus menghilangkan perasaan itu pelan-pelan.

Papa Imel yang sangat ketat menjaga adat-istiadat keluarga tidak bisa menerima perbedaan dari keluarga Sandy Sopacua.

Aku ingat betul beberapa waktu lamanya REKAN agak dingin karena ada ‘perang batin’ antara Imel dan Sandy, lebih tepatnya keluarga mereka berdua.

Imel menangis dan beberapa saat mogok makan. Mama Imel terus menerus memintaku untk membujuk Imel untuk dapat menjaga kesehatannya dan move on dari Sandy.

Seingatku tepat hari ketujuh saat itu, Imel mau menerimaku di kamarnya. Aku ingat betul bagaimana lahapnya dia makan suapan demi suapan Bubur Manado yang Ibuku buatkan untuknya.

Aku bersyukur, Imel bisa menerima kenyataan dan mulai bisa berdamai dengan kondisi yang sedang menimpanya. Mau-tidak mau, suka-tidak suka, dia harus lebih condong dengan keputusan Papanya dan mengorbankan perasaannya pada Sandy.

Pada saat yang sama, Sandy pun berhasil mengendalikan perasaannya. Irfan dan Arief tidak terlalu mau ikut campur karena prinsip mereka yang aku tahu. Walaupun demikian, Irfan dan Arief melakukan bagiannya dan tidak meninggalkan Sandy, sahabat dan saudara kami itu.

Banyak hal yang telah kami alami. REKAN, benar-benar sekolah karakter bagi kami.

Kami pun juga tidak mulus-mulus saja dalam menjalani persahabatan kami.

Saat aku dan Arief terlibat dalam sebuah konflik, aku pernah memutuskan untuk keluar dari REKAN.

Arief menyukaiku, sedangkan aku tahu itu tidak bisa terjadi karena perbedaan iman kami berdua.

Arief pernah menembak aku. Saat itu tanggal 14 bulan kedua tahun 2015, saat bulan penuh cinta, dia datang ke rumahku membawa buket bunga sederhana tetapi sangat mempesona. Aku tidak pernah menyangka Arief melakukannya padaku.

Betapa tidak, aku seorang Kristiani yang taat, demikian pula Arief seorang muslim yang sangat teguh pada imannya.

Hari itu aku menolaknya. 3 sahabatku tidak pernah tahu akan hal ini. Aku dan Arief menyembunyikannya. Tetapi aku bisa merasakan sakitnya hati Arief karena kutolak.

Arief sempat menghilang dari REKAN, menghilang sesaat. Aku tahu saat itu dan ini yang membuatku sedih. Ketiga temanku tidak tahu dan melihat gelagat Arief.

“Fan, Sand, kalo aku keluar dari REKAN gimana?” Perkataanku saat itu mengejutkan dua sahabatku saat itu. Aku juga tidak tahan saat Arief selalu menghindari aku.

“Tar! Kamu gila kali ya, kita bakalan sama-sama terus..!” Perkataan tegas Irfan saat itu menyadarkan aku bahwa REKAN sudah seperti keluarga bagi kami semua.

“Kenapa Tari?” Sandy menanggapi dengan lembut. Sahabatku yang satu ini seperti sosok Papa dalam REKAN.

“Entahlah, Sand. Seperti ada yang kurang sekarang di REKAN.” Jawabanku tanpa memandang wajah Sandy.

Sandy dan Irfan seperti mengetahui isi hatiku dan Arief yang sedang sama-sama mencari ruang untuk perasaan kami walaupun kami sepakat tidak akan membuka cerita ini pada ketiga sahabatku itu.

Satu bulan setelah peristiwa penolakan itu. Arief kembali datang ke rumahku. Dia menjelaskan bahwa sulit menerima awalnya. Tetapi pelahan itu harus ditepis kuat. Arief memilih untuk tetap menjalin relasi persahabatan di REKAN.

“Tari, maafkan aku. Aku tahu, yang terpenting adalah memelihara REKAN sampai selamanya. Aku akan belajar untuk mengubah perasaanku ini menjadi sebuah kasih yang tidak ada batasnya. Seperti kasih seorang saudara kepada anggota saudarinya…” Jawaban Arief cukup menyejukkan aku.

Kuberikan gelang persaudaraan berwarna merah magenta oleh-oleh Bapak dari Pulau Rote saat beliau bertugas disana pada Arief.

“Terima kasih, Arief….” Balasku pada pernyataan Arief.

REKAN akan selalu berjalan semestinya layaknya sebuah persaudaraan. Ada rasa sakit, tapi biarlah.. karena tujuan kami semua lebih penting.

=====

Sebentuk Cinta yang Tumbuh

Peristiwa demi peristiwa tersaji mewarnai persahabatan kami. Setiap lekuk pengalaman yang kami alami membawa pendewasaan yang kami butuhkan.

REKAN tumbuh sebagai tempat memupuk cinta dalam persaudaraan.

Susah dan senang kami lewati bersama. Persaudaraan kami ini akan terus kami jaga. Kekuatan cinta akan menjadi pemenangnya.

TIdak ada cinta yang lebih besar dari cinta yang diberikan seorang sahabat dan saudara dalam sebuah ikatan persahabatan dan persaudaraan.

Ada kesejatian yang kami lihat disana. Ada sebuah arti dan pelajaran berharga di setiap pengalaman yang sedang kami rajut bersama ini.

Melalui pengalaman ini ada syarat yang tidak tertulis dalam REKAN. Bahwa persaudaraan dan persahabatan kami tidak akan terkoyak karena kepentingan-kepentingan individu yang ada di dalamnya.

Kami semua sadar dan paham betul kami disatukan dalam REKAN untuk mengembangkan persaudaraan dan persahabatan sejati. Persaudaraan dan persahabatan yang bebas dari kepentingan-kepentingan yang merusak.

REKAN akan selalu solid, persahabatan dan persaudaraan terus akan kami jaga atas dasar cinta kasih yang telah kami tumbuhkan dan pelihara sejauh ini.

Saat ini, anggota REKAN telah menjalani hidup masing-masing. Aku bekerja sebagai seorang dosen muda di sebuah universitas swasta di Surabaya. Imel telah berkeluarga dengan pria pilihannya dan menetap di Australia.

Arief, telah menjalani cita-citanya menjadi seorang ekonom dan mengajar di sebuah sekolah bisnis di Jakarta.

Irfan telah berhasil menjadi seorang fotografer dan menetap di Thailand. Sandy Sopacua bersama kelompok musik tradisional-nya sibuk melakukan konser-konser di seluruh dunia. Kabar terakhir dia sedang berada di Vienna.

Kami terus terikat dalam kesetiaan persahabatan dan persaudaraan kami. 1 tahun mendatang kami berjanji akan berkumpul kembali di tanah air. Sampai jumpa, sahabat.

====

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun