Biasanya orang-orang yang penuh dengan akar kepahitan dalam hidup, tidak bahagia dalam hidup, menjadi pelaku-pelakunya, sekali lagi saya pun pernah ada di dalamnya!
Mereka hidup dalam lingkungan negatif, yang membuat subur kebiasaan bergosip. Pelaku biasanya merasa insecure dengan keadaannya. Dan mulai membabi-buta, dengan cara menjelekkan orang lain, disini dengan membicarakan keburukan, dirinya menjadi pihak yang superior, dan menurut penelitian hal ini membawa kenyamanan. Secara psikologis, si pelaku merasa memiliki power lebih dengan mengatakan keburukan orang yang menjadi topik gosip yang disebarnya.
Lalu siapa korbannya?
Korban biasanya orang-orang yang berkonfrontasi dengan pelaku. Tetapi sangat mungkin, tidak perlu konfrontasi, pelaku membicarakan tanpa sebab karena sudah jadi kebiasaan dan hidup dalam dunia penuh asumsi.
Dimana dan kapan hal ini bisa terjadi?
Saya pernah bekerja dalam lingkungan pendidikan, suatu waktu rekan-rekan kerja makan siang bersama. Tepat pukul 12 siang kami menata meja dan mulai membuka bekal dan menu catering. Yang sempat masak membawa bekal, tetapi yang tidak sempat, sudah berlangganan catering untuk menu makan siang.
Mulailah satu rekan kerja mengeluhkan sosok-sosok yang menjadi topik gosip. Saya memiliki bos yang cukup punya integritas. Usia muda tidak membuat rontok integritasnya! Dia memimpin dengan arif dan bijaksana.
Suatu siang, sebut saja Ibu Ratna (nama bos kami) makan bersama kami, saat dia datang, rekan-rekan kerja langsung menghentikan obrolan gosip yang sedang dibahas.
Analisa saya, Ibu Ratna tidak suka dengan kebiasaan itu.
Bagi saya, Ibu Ratna sudah menjadi dampak yang baik. Dia tegas mengenai hal itu. Setidaknya, saat makan bersama, kami semua membicarakan hal-hal yang baik. Contohnya mengenai evaluasi program kerja. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pekerjaan dan solusinya. Walaupun awalnya karena rekan-rekan kerja yang suka bergosip tidak enak dengan Bu Ratna.
Sebuah pelajaran baik bagi saya akan hal ini.