Keterampilan sosial menunggu giliran, memberikan apresiasi, menolong dan berbagi, tahu akan batas wilayah orang lain telah disinggung dalam artikel sebelumnya.
Pentingnya memiliki keterampilan sosial bagi setiap individu perlu untuk dipahami dan disadari sepenuhnya.
Ada seorang pembaca yang mengemukakan pendapat di artikel mengenai keterampilan sosial jilid satu kemarin.
Pembekalan, pengajaran dan pelatihan keterampilan sosial ini memang bukan tanpa cacat. “Maklum, isih menungso (wajar masih manusia)”, tetapi pada dasarnya memberikan pengajaran sejak dini tidak bisa dikesampingkan.
Menikmati dan menyerahkan pada proses juga merupakan sebuah seni dalam mengajarkan hal ini pada anak-anak kita. Mengajarkan keterampilan sosial dengan tulus dan menyerahkan hasilnya pada proses akan lebih meringankan beban kita.
Intinya tetap mengajarkan dan melatih-nya. Jika pada perjalanan kehidupan mengalami naik turun, itu sebuah perkara yang berbeda.
Beberapa keterampilan sosial berikut ini juga tak kalah pentingnya untuk diajarkan dan dilatih.
Minta Tolong
Meminta pertolongan kepada orang lain juga menjadi sebuah keterampilan sosial yang perlu diajarkan dan dilatih pada anak-anak kita.
Zoon politicon bagi tiap individu merupakan sebuah "suratan takdir". Dia melekat di tiap individu. Tidak ada individu yang kebal terhadap peran orang lain bagi dirinya.
Dari sejak individu diproses dalam kandungan hingga nanti pulang ke akhirat, sejatinya membutuhkan peran-serta orang lain.
Keterampilan sosial meminta tolong kepada orang lain di sekitar kita juga membutuhkan etika-etika yang perlu diperhatikan.
Perlunya memahami orang lain dan memberikan perhatian pada kebutuhan kita dengan proporsional juga penting dipahami. Kita butuh juga tangan orang lain, ketika kita memerlukannya.
Tidak Menyela Pembicaraan
Keterampilan sosial berikutnya terkait dengan permasalahan komunikasi. Menunggu orang lain selesai berbicara merupakan hal yang penting.
Ada banyak karakter yang dilibatkan di dalam proses keterampilan sosial yang satu ini. Mengendalikan diri dan kesabaran merupakan salah sekian karakter yang dibidik untuk dilatih.
Kesediaan menunggu untuk mengutarakan pendapat setelah orang lain selesai berbicara amat diperlukan.
Tidak menyela atau tidak memotong pembicaraan sebelum orang lain selesai berbicara juga salah satu keterampilan yang perlu diasah.
Memberi Semangat dan Mendukung
Masih terkait dengan manusia sebagai zoon politicon. Perlu diingat, manusia lain juga membutuhkan kita. Ada bagian hidup kita yang diperlukan untuk mewarnai lembar hidup mereka. Bedakan dengan kepo yang lebay, ya.
Seperti halnya kehidupan manusia yang bisa naik dan turun seperti gelombang pasang air laut. Kehidupan manusia juga demikian, ada kalanya naik dengan hingar-bingar kegembiraan. Sebaliknya ada detik-detik menukik turun dengan tajam yang menimbulkan duka dan kesedihan, kekecewaan karena kegagalan.
Babak yang satu ini pastinya memerlukan uluran tangan orang lain, sehingga kita tidak jatuh lebih dalam lagi, melainkan sebaliknya, dapat bangkit untuk melanjutkan perjuangan hidup.
Kalimat-kalimat motivasi, kehadiran secara fisik, dukungan moril, material, bahkan spiritual mutlak dibutuhkan di saat-saat seperti ini.
Keterampilan sosial ini memainkan peranan yang gak kalah penting dalam tatanan kehidupan manusia.
Menerima Perbedaan
Nah, untuk keterampilan yang berikutnya ini juga sangat penting ditanamkan sejak ini.
Tiap manusia memiliki keunikan-keunikan yang membedakan manusia satu dengan manusia lain. Dari mulai bentuk fisik, pola pengasuhan keluarga, cara pandang, dipastikan berbeda.
Perbedaan tersebut bisa memicu ketidakharmonisan jika disikapi dengan negatif. Mengajarkan untuk menghargai perbedaan orang lain sangat dianjurkan.
Mengijinkan anak-anak kita hidup dalam perbedaan sejak dini, membuat mereka tumbuh dengan lebih arif, niscaya membuat mereka lebih dapat menerima tiap keunikan yang secara alamiah telah dibawa oleh masing-masing individu.
Menanamkan pola pikir bahwa perbedaan justru berpotensi melengkapi dan bisa memberi kesejahteraan juga sangat penting bagi anak-anak kita.
Saya teringat pada saat saya masih berumur 6 tahun. Dalam sebuah sesi sekolah minggu, seorang kakak pengajar sekolah minggu kami membagi peran untuk kami sesuai dengan kelebihan atau kelemahan kami masing-masing.
Dia menekankan semua mendapat bagian dalam acara pentas Natal di pos pelayanan wilayah kami.
Yang suka bergerak dan aktif diberikan peran menari, yang pemalu diberi peran sebagai narator pementasan drama dan pengisi suara dalam sebuah panggung boneka, yang suka berbicara diberi peran bermain drama.
Kala itu kami bisa bergembira bersama menerima peran kami berdasarkan keunikan karakter kami.
Perbedaan bukan penghalang untuk mewujudkan hidup yang harmonis.
Sepakat dengan pernyataan, “…pintar secara akademis bukan segalanya bagi anak-anak kita…”, ada pencapaian-pencapaian lain dalam hal life skill (yang dalam hal ini adalah keterampilan sosial) yang juga perlu diupayakan.
Beberapa keterampilan sosial yang lain akan dibahas dalam artikel berikutnya, sebuah artikel kelanjutan di seri keterampilan sosial.
Semoga bermanfaat
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H