Ada naik, ada turun, ada pasang, ada surut, ada suka, tapi jangan lupa, ada dukanya juga. Ada sedih, ada senang, begitu selanjutnya…
Mempersiapkan sistem kewaspadaan akan nuansa hidup yang berbeda, sejatinya wajib dilakukan. Kita sebagai orang tua, selalu menginginkan yang terbaik untuk anak.
Setidaknya kita wajib membekali mereka, bahwa hidup tak selalu mulus, langit tak selalu biru, jalan tak semuanya berkontur seperti kontur jalur jalan tol, yang rata, kisah perjalanan hidup tak selalu menyenangkan.
Hidup juga bisa dijejali padas karang yang terjal, kerikil yang tajam-menghujam, onak duri yang berpotensi melukai beningnya hati, hingga peristiwa kedukaan yang mungkin saja menjadi sebuah area tumbuhnya akar kepahitan yang bisa menghancurkan pondasi bangunan kepribadian dan rusaknya konsep diri positif.
Mengenalkan mereka pada realita hidup nyata, bisa dibangun sejak dini, asalkan mereka sudah mengerti konsep sebaliknya. Mereka juga harus mengecap indahnya sisi baik, cantiknya pengalaman masa kanak-kanak, menyenangkannya hidup.
Mereka juga tetap harus paham itu, jika tidak, mereka akan bisa berpotensi mengulangi hal itu dalam kehidupan dewasanya. Potret buram kehidupan yang justru akan dilukiskan.
Berikut ini beberapa aktivitas yang bisa menjadi referensi sarana melatih mereka :
Sesekali bisa ajak anak-anak melihat realita kehidupan di dalam panti asuhan dan memberikan dorongan untuk berbagi, hal ini bisa menjadi salah satu ikhtiar mengenalkan hidup seutuhnya pada anak.
Pilihan sarana “realita kehidupan”, bisa disesuaikan dengan lingkup kehidupan. Intinya mencari situasi “kontras” yang bisa dijadikan pelajaran ketangguhan hidup.
Memberikan tugas-tugas rutin pada anak di rumah, dan tidak menggantungkan tugas rutin ini pada asisten rumah tangga atau yang lain. Hal ini juga bisa menumbuhkan empati dan rasa solidaritas pada anak, disamping menanamkan tanggung jawab. Ajak anak juga memahami, hidup tidak hanya mengecap enaknya melulu.
Ada usaha, tugas dan hal lain juga yang harus dilakukan.