Contoh lain, pengalaman perpisahan kedua orang tuanya selagi remaja, memaksa kawan saya ini berjualan kosmetik saat duduk di bangku sekolah menengah, untuk biaya sekolah.
Saat kami jajan di kantin, makan siomay, dia sibuk packing orderan kosmetik yang akan dikirimkan saat sepulang sekolah kepada customer-nya.
Masa berganti, saat ini dia sangat sukses berbisnis dengan memilih bidang kecantikan dan properti. Saat masa-masa sulit tiba, dia menjadi sosok yang sangat tangguh sekaligus gigih mempertahankan bidang bisnisnya ini. Luar biasa.
Beliau seorang wanita yang sedang berada di puncak kariernya saat ini. Memiliki keluarga yang sangat harmonis, dan menjadi teladan bagi saya.
Dua contoh pengalaman hidup mereka, setidaknya mewakili puluhan bahkan ratusan atau malah tak terhitung pengalaman perjuangan kehidupan orang lain yang senada, yang saya hadirkan disini.
Pengalaman dua sahabat karib saya tersebut, dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang tentu tak mudah saat menjalani masa kecilnya.
Perjuangan sudah menjadi lakon hidup yang harus dijalani, sehingga kesulitan, masalah hidup, menjadi cemilan sehat yang biasa dikonsumsi.
Lalu bagaimana dengan kehidupan anak-anak yang tidak mengalami masa sulit di masa kecilnya? Bagaimana dengan anak-anak yang memiliki kehidupan “mulus”, cenderung minim masalah, kehidupannya dalam aman dan damai sejahtera? Tak pernah menghadapi kerumitan hidup?
Melanjutkan pertanyaan sang ibu jelita tadi.
Jika kita membangun sebuah rumah, peran penting dan mendasar adalah membuat pondasi kokoh terlebih dahulu, bukan? Konstruksi pondasi harus dibuat “tahan banting” dari liukan gempa, dan bencana lain. Jika mengabaikan, yang ada, ambyaarr.
Tabir kehidupan ini siapa yang tahu? Kalo kata kang Ebiet G. AD, “tanyakan pada rumput yang bergoyang…”