Ada banyak hal yang berbeda dengan nuansa Ramadan 2020 kali ini. Saya memang tidak termasuk orang yang menunaikan ibadah puasa dan lebaran, namun demikian, saya cukup akrab dengan suasana ramahan. Saat itu saya dan keluarga, berdomisili di kota Cirebon yang lebih dikenal sebagai kota Wali.
Kami tinggal di lingkungan daerah yang mayoritas masyarakatnya muslim. Rumah kami hanya berjarak 50 meter dari masjid. Tetangga dekat yang berada di kanan dan kiri rumah kami, juga adalah pemeluk agama Islam yang taat.
Sahabat-sahabat saya, sebagian besar juga pemeluk Islam yang taat. Setiap kali momen puasa berlangsung, beberapa kali dalam 1 minggu, Ibu saya kerap berkirim, dan bertukar lauk, serta sajian kudapan seperti kolak pisang, es sirup blewah, atau es campur dengan tetangga sebelah-menyebelah.
Bahkan saat lebaran tiba, meja makan di rumah kami selalu penuh dengan hantaran sajian Opor Ayam, Sambal Goreng Ati Ayam, sampai Ketupat Lebaran. Beragam kuliner lezat menjadi tradisi hantaran di perumahan kami saat itu.
Beberapa sahabat saya pun ada yang melanjutkan kuliah pendidikannya di Al Azhar, Mesir, tetapi kami tetap saling berhubungan hingga saat ini. Berteman, bersahabat, bersaudara, serta bersilaturahmi tanpa beda dan tak mengenal kasta dengan mereka merupakan hal yang tak ternilai.
Nilai toleransi terbangun dan berakar kuat sejak kecil di diri saya dan kedua adik saya, karena ajaran dan nilai tersebut yang diturunkan kedua orang tua kami dini. Eyang kami adalah seorang pemeluk agama Hindu yang sangat taat.
Beliau pun menyandang jabatan Panditha (sebuah jabatan pemimpin ibadat di dalam umat Hindu) di lingkungan tempatnya tinggal, bahkan Pura dibangun tepat di sebelah rumah Eyang kami. Penghayatan terhadap nilai sila pertama Pancasila begitu kental terasa di keluarga besar kami.
Lanjut ke cerita ramadan kembali, dalam bulan ramadan di masa kecil saya hingga saat ini, banyak yang menarik dan tak terlupakan, serta memiliki cerita yang menempati ruang khusus di hati.
Bagi saya pribadi, ramadan bukanlah bulan besar milik umat Islam saja, tetapi telah menjadi bulan budaya dan tradisi yang menarik untuk dilestarikan oleh masyarakat pada umumnya, karena banyak mengajarkan unsur nilai menghargai dan toleransi di dalamnya, terkhusus bagi pengalaman saya dan keluarga.
Saya  juga mengikuti nuansa ramadan yang ramai dinantikan oleh sahabat-sahabat saya kala itu, yang memeluk agama Islam.