Bermula dari rasa keinginan untuk membantu masyarakat petani untuk mengatasi permasalahannya dibidang permodalan, maka muncullah ide untuk merealisasikannya melalui pola kerjasama tertentu sesuai kesepakatan bersama.
Dan, karena pada dasarnya hanya untuk mengatasi permasalahan permodalan, maka pola kerjasama tertentu dimaksud secara tidak langsung mensyaratkan syarat lain yang harus tersedia yaitu ketersediaan lahan dan tenaga kerja di lain pihak.
Bahwa dengan adanya kombinasi 3 komponen dasar dimaksud yaitu lahan, tenaga kerja dan modal, secara teori  niscaya permasalahan klasik para petani bisa teratasi.
***
Dari hasil penyaringan beberapa calon mitra yang dianggap potensial, terjadilah kesepakatan kerjasama dengan 3 orang petani yang memenuhi syarat, yaitu petani yang mempunyai lahan minimal 2 hektar, dan ada tenaga yang siap untuk mengelolanya sesuai jenis tanaman yang akan ditanam yang untuk awal-awal difokuskan untuk tanaman Cabe, Kentang, Tomat dan yang sejenisnya.
Dari beberapa contoh simulasi yang bersumber dari potensi, asumsi maupun proyeksi, disepakatilah  sistem bagi hasil dengan sistem fifty-fifty (50:50) dari keuntungan. Sementara keuntungan dimaksud adalah hasil bersih dari penjualan dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pemilik modal.
Dengan pola kerjasama ini, kecuali untuk biaya tenaga kerja,  semua biaya-biaya yang harus keluar menjadi tanggungan  pemilik modal.  selama proses produksi berlangsung akan diperhitungkan terlebih dahulu, lalu sisanya dibagi dua.
Akan tetapi karena satu dan lain hal yang menyebabkan menjadi  tidak ada untung atau malah rugi, maka kerugian tersebut tidak dibebabankan kepada Petani, akan tetapi menjadi risiko pemilik modal.
***
Singkat cerita, dari 3 orang petani yang kerjasama tersebut tak seorangpun yang dapat memberikan imbal jasa sebagaimana yang diharapkan. Jangankan imbal jasa, untuk kembali modal saja dari hasil panen tanaman yang ditanaman  tidak pernah terjadi. Bahkan untuk hanya setengahnyapun tidak bisa sama sekali.
Mulai dari sesi pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hingga rata-rata 5 sesi musim tanam sesuai musim tanamnya, tidak pernah satu sesipun yang bisa menghasilkan untung. Bahkan  jangankan  untung, untuk kembali modal, pun hanya untuk setengahnya saja  tidak pernah  bisa tercapai, sehingga membuat semakin lama, modal semakin banyak tergerus hingga kalau dihitung-hitung sudah  mencapai 200 jutaan.