Dikira dari sesi berikutnya akan bisa menggantikan kerugian yang ada, Â maka masih ada upaya-upaya untuk mencoba terus. Gagal lagi, Â coba lagi, gagal lagi, Â coba lagi, demikian seterusnya hingga berlangsung sampai berapa sesi percobaan.
Padahal maksudnya apabila ada keuntungan, maka keuntungan tersebut akan dimanfaatkan untuk menambah calon mitra baru dari petani lain,  supaya lebih banyak lagi yang bisa terbantu. Kalau dari awal misalnya 3 keluarga petani, setelah itu bisa  menjadi 6, dari enam bisa jadi 12, dari 12 bisa jadi 24 demikian seterusnya bisa menjadi ratusan bahkan sampai ribuan untuk jangka panjangnya.
***
Setelah melakukan evaluasi mendalam atas semua hasil kerjasama yang sepertinya tidak akan bisa lagi berujung pada hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, Â terutama juga dari 3 percontohan yang ada, Â namun tak satupun yang bisa memberi harapan yang positif, Â maka diputuskanlah untuk menghentikan semua kerja sama.
Sedih memang. Niat  untuk membantu masyarakat petani yang dimulai dari skop yang kecil dulu untuk tujuan skop yang lebih besar lagi menjadi tidak bisa tercapai, kandas, gagal total lalu tutup buku, ditengah masih  banyak yang berminat dan siap untuk diajak kerjasama.
***
Aneh juga ya.
Modal, tenaga, lahan, pasar, pengalaman, Â semua ada.
Tapi Kok  bisa gagal?
Selama ini yang mereka keluhkan adalah modal. Karena tenaga, lahan, pasar termasuk pengalaman bertani sudah tersedia. Tapi setelah modal tersedia kok tetap juga gagal?
Harusnya, secara teori tidak akan gagal. Soal harga yang turun naik tidak menjadi soal, karena pada akhirnya kalau diambil rata-rata akan tetap saja masih bisa dapat untung. Kuncinya adalah di volume atau  hasil produksi panen. Kalau volumenya sesuai, biasanya margin keuntungan masih tetap ada meskipun kondisi harga pasar sedang rendah-rendahnya.