Mohon tunggu...
Nisrina Cahyani Putri
Nisrina Cahyani Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Its okay to be not okay

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Melanggar Hak Privasi Seseorang demi Memperoleh Rating

15 April 2020   14:26 Diperbarui: 15 April 2020   14:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Televisi Indonesia memang sangatlah bersifat abstrak, macam-macam. Apapun yang memungkinkan akan ditayangkan. Bahkan mereka tidak peduli dengan etika dalam penyiaran, yang penting hanyalah menampilkan program acara yang menyenangkan dan meningkatkan rating tanpa peduli apakah berkualitas atau tidak.

Semua stasiun televisi berduyun-duyun memproduksi program acara berita tanpa mempedulikan kaidah-kaidah dalam jurnalisme. Mereka selalu memikirkan rating yang akhirnya dapat memberikan mereka iklan, dan kualitas dari sebuah program acara tidak menjadi prioritas utama. 

Stasiun tidak berdiam diri setelah menayangkan suatu program acara yang dikira relevan dengan segmen yang diharapkan. Mereka perlu mengetahui apakah benar pemirsa yang diharapkan itu menonton telvisinya atau tidak, juga seberapa banyak pemirsanya (Panjahitan & Iqbal, 2006, p. 19).

Selama ini, hasil-hasil rating dari Nielsen Media Research (NMR) ternyata menunjukkan bahwa pemirsa televisi hanya sering menonton program acara dengan genre-genre tertentu. 

Dinamika kepemirsaan menunjukkan sebuah data yang statis. Angka rating pada suatu program acara terkadang (selalu) terlalu besar, sedangkan pada program acara lain angkanya (selalu) begitu kecil. Rating begitu keras memacu sebuah keinginan untuk meniru, bukan mencipta dari para produser. Kecenderungan seperti itu tak terhindarkan karena para media planner (pengiklan) selalu base on rating.

Penggunaan angka rating sebagai dasar penilaian keberhasilan program televisi ini menentukan hidup atau matinya program. Jika angka rating nya tinggi, program acara bisa dipastikan dapat dipertahankan, bahkan jika perlu ditambah durasinya. Sebaliknya, jika angka ratingnya rendah, program acara tersebut terancam akan dikeluarkan dari programming acara (Junaedi, 2019, p. 110).

Rating, tentunya tidak selalu berhubungan dengan suka atau tidak suka karena menonton belum tentu suka dengan program tersebut. Bisa jadi, penonton menontonnya hanya karena ingin meramaikan suatu tempat agar tidak sepi tanpa peduli program acara apa yang dipertontonkan oleh televisi. 

Bila stasiun televisi menampilkan sebuah program acara yang mengedukasi seperti film-film berbahasa inggris, atau pun program acara mengenai ilmu pengetahuan, tetapi ternyata program acara yang berkualitas itu malah tidak ditonton oleh masyarakat. Program tersebut kalah dengan program acara seperti dangdut, misteri, kriminal, dan program-program lainnya yang menghibur. 

Menurut Direktur Pemberitaan Trans TV, Riza Primadi, rating merupakan alasan utama ditayangkannya sebuah program acara. Meskipun sebuah acara dikatakan jelek, tidak mendidik, namun bagaimana pun itu merupakan bentuk keinginan masyarakat sendiri (Panjahitan & Iqbal, 2006, p. 19).

Program acara televisi yang mengejar rating seringkali tidak peduli dengan apa yang mereka tampilkan, bahkan seringkali pula mereka tidak tahu bahwa terdapat sebuah pelanggaran yang mereka lakukan dalam program tersebut. Seperti misalnya program acara tersebut menunjukkan sebuah kekerasan ataupun pornografi dan eksploitasi seks.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), merupakan lembaga yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia seringkali mengeluarkan kartu peringatan terhadap program televisi yang melanggar peraturan undang-undang dalam penyiaran. Namun tidak semua pelanggaran hanya bisa dinilai atau dilihat oleh KPI, kita sebagai penonton juga dapat melihatnya bila mengamati program acara televisi tersebut dengan jeli.

Salah satu program acara televisi yang melanggar peraturan undang-undang dalam penyiaran adalah Rumpi No Secret dari stasiun televisi Trans TV, yang dimana program tersebut mengundang beberapa tamu selebriti yang kemudian akan diwawancarai secara mendalam mengenai masalah hidup yang dialami oleh tamu tersebut. 

Memang terlihat sangat tidak penting, namun beberapa penonton yang sangat gemar dalam mencari tahu urusan orang lain, menurutnya program tersebut sangatlah penting. 

Apalagi bila tamu yang diundang merupakan selebriti yang digemari oleh banyak orang yang tentunya akan menarik banyak penggemarnya untuk menonton program ini. 

Bahkan program ini tidak memberikan privasi terhadap kehidupan tamu-tamunya. Menurutnya, semakin mereka mengekspos privasi tamu, semakin terkenal pula program acara televisinya. 

Pelanggaran yang dilakukan oleh program acara Rumpi No Secret ini salah satunya berada di tayangan yang ditayangkan pada tanggal 17 Januari 2020 dimana program ini mengundang salah satu selebriti terkenal bernama Lucinta Luna. Pembawa acaranya yang bernama Feni Rose pun memancing Lucinta Luna untuk menceritakan masalah yang sedang dialaminya. 

Dalam sebuah acara tersebut, ditampilkan sebuah video dari sosial media, dimana Keanu yang memiliki masalah dengan Lucinta Luna berbicara "Boneka santet!" yang melanggar SPS Pasal 24 dimana di pasal tersebut melarang program siaran menampilkan ungkapan kasar ataupun makian. 

Ungkapan kasar ataupun makian tentunya sangatlah tidak pantas ditampilkan dalam sebuah program televisi. Bagaimana bila yang menonton adalah anak kecil yang dimana mudah sekali terpengaruh dengan lingkungan sehingga membuat ia mengikuti apa yang ia tonton di televisi tersebut. 

Selain itu, program acara ini juga membuka secara bebas hak privasi seseorang dan menjelek-jelekkan salah satu selebriti instagram yang dimana perilaku itu melanggar P3 pasal 1 ayat 24 dan SPS pasal 5 mengenai hak privasi seseorang yang tidak berkaitan dengan kepentingan publik. 

Belum tentu seseorang yang dibuka privasinya itu senang dan terima bila privasinya menjadi makanan publik. Bisa jadi, karena privasinya dibuka menimbulkan dendam kepada orang yang membukanya, bahkan bisa pula ia menjadi down. 

Kehidupan pribadi seseorang merupakan hak privasi masing-masing. Demikian juga yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. 

Dalam Pasal 4 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 juga disebutkan hak-hak yang menjadi hak asasi setiap manusia yang salah satunya adalah hak kebebasan pribadi termasuk juga hak privasi, sehingga Undang-Undang No.39 Tahun 1999 mengakui hak privasi setiap orang, bahkan hak privasi tersebut termasuk dalam hak asasi tiap orang karena hak kebebasan pribadi merupakan hak privasi juga.

Masih banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh program acara Rumpi No Secret selain yang saya tulis diatas. Namun, mengapa program acara televisi ini masih eksis sampai sekarang? 

Kenapa tidak dihapuskan saja, kan tidak berkualitas? Selama program acara televisi ini masih mengundang banyak sekali penonton, yang dimana menjadikan rating program ini menjadi tinggi, dan iklan masih bertambah, itu tidak menjadi alasan untuk dihapuskannya program televisi ini karena pada dasarnya, rating lah yang berperan penting dalam dunia pertelevisian. 

Entah program itu berkualitas baik ataupun jelek, selama rating yang dimilikinya tinggi, maka program acara tersebut akan terus berjalan. Pada dasarnya media itu dimaksudkan untuk membantu informasi dan hiburan kepada publik, namun kenyataannya sekarang ini yang berkembang adalah hiburan yang melanggar privasi seseorang. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat menaikkan rating penyiaran.

Melemahnya fungsi kode etik sendiri menjadikan etika yang harusnya ada dalam suatu penyiaran dimana mereka perlu menentukan sebuah batasan dalam segala sesuatu sehingga dalam menghasilkan sebuah program seringkali mereka malah mendapatkan kritikan.

Banyak sekali informasi yang disajikan dalam tayangan program reality show yang berisi aib, membuka privasi orang, mempergunjingkan sesuatu yang tidak disukai orang lain sekalipun yang diceritakan tersebut benar, bahkan juga membicarakan keburukan orang lain. 

Citra yang dihasilkan oleh program tersebut malah terlihat negatif karena program itu terkadang terkesan tak beraturan dan melanggar hak privasi dari narasumber. M

aka dari itu, program televisi Indonesia perlu mengingat bahwa mereka harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku sehingga apa yang disampaikan kepada masyarakat dapat berguna, dan ber-manfaat, jadi tidak hanya sekedar hiburan yang tidak mendidik. Namun, alangkah baiknya bila masyarakat juga mulai lebih kritis dan selektif dalam memilih tayangan televisi yang bermanfaat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun