"Kenapa kamu mas, kamu mau pergi kemana, kok kamu menyiapkan pakaianmu" tanyaku kebingungan melihat suamiku seraya hendak pergi.
"Aku ada kerjaan di luar kota, paling cuma seminggu" jawabnya panik.
"Tapi kak, kok mendadak sih, aku ikut, aku ngga mau kak Mario tinggal" balasku dengan tetesan air mata yang mengalir di pipiku
"Nadia sayang, kamu jangan nangis, aku cuma sebentar kok perginya, senyum dong" kak Mario berusaha menenangkanku, dipeluknya aku sangat erat sekali, dikecupnya aku sekian kali.
Tiba-tiba terdengar kendaraan lalu ketukan pintu. Ku coba membuka pintu, dan dihadapanku ada empat orang polisi.
"Selamat sore ibu, maaf kami dari POLSEK membawa surat penangkapan saudara Mario Satrio" ucap pak polisi dengan nada tinggi.
"Apa salah suami saya pak ?" tanyaku gemetar.
"Suami ibu telah melakukan penipuan, dia telah mencetak uang palsu pecahan lima puluh ribu rupiah sebanyak lima belas juta rupiah setiap minggunya. Dan juga ia telah membuat sertifikat tanah palsu, hingga merugikan korban sebesar tiga ratus juta rupiah." Pak polisi menerangkan dengan rinci. Dan dengan segera polisi menggeledah rumahku, mereka pun berlari kearah kamar kami. Terdengar suara lompatan, ku berlari keluar. Kak Mario berusaha kabur, dan ku dengar polisi mengeluarkan tembakan peringatan. Kak Mario terus berlari kearah halaman belakang rumah kami yang lumayan luas.
Doorrr...
Tubuhku seketika lemas, melihat kak Mario tersungkur bersimbah darah. Peluru tepat bersarang di lehernya. Ku berlari kearahnya, memeluknya.
"Maafin aku sayang, aku sudah berbohong tentang pekerjaanku, tentang keberadaan keluargaku, sebenarnya ibu-bapakku ada di Madiun. Maafin aku...." Jelasnya terbata.