Satu waktu sebelum pandemi, saat menunggu pesawat dari Pekanbaru menuju Jakarta, saya menjumpai anak-anak usia SD di bandara asyik bermain lego.Â
"Adik mau ke mana? Kalian cuma bertiga?" selidik saya.
"Oh no lah! Mami di toilet. Kami nih akan cek mata di Ki El (Kuala Lumpur). Habis tuh, kami piknik ke Legoland Johor," jawab anak tertua yang berkacamata dengan logat mirip 'Upin dan Ipin.'Â
"Sori ya, mereka berisik. Kami memang rutin medical tourism ke negara tetangga," sambung sang ibu yang baru kembali dari toilet.
Â
Jawaban ibu tersebut tentang wisata medis di ASEAN membuat saya lantas teringat dengan Teori Globalisasi milik seorang konsultan manajemen dari Jepang, Â Kenichi Ohmae (80).Â
Buku Ohmae berjudul 'Borderless World: Power and Strategy in the Interlinked Economy' (1999) menyatakan "batas wilayah geografi negara relatif tetap, tetapi kekuatan ekonomi dan budaya global akan menembus batas tersebut."
Tak heran kan, warga ASEAN kini akrab  dengan sejumlah aplikasi daring mulai dari Gojek, Tokopedia (Indonesia), Grab (Malaysia), Shopee (Singapura), hingga aktor tampan Mario Maurer (Thailand) serta baju adat tradisional dari pelepah pisang dan serat nanas, Barong Tagalog (Filipina).Â
ASEAN yang berdiri sejak 1967 dengan lima negara anggota ini pun menjadi  ekonomi terbesar kelima di dunia saat nilai total Produk Domestik Bruto (PDB) dari 10 negara anggotanya mencapai 3.2 US$ triliun di 2019.