Kalau bertamu inginnya pasti dijamu. Kalau datang ke tempat baru yang luar biasa, jadilah tamu yang berbudaya. Wisatawan bukan cuma berjalan-jalan, tapi juga harus menjaga keindahan dan kelestarian lingkungan. #JagaKebersihan
Saya setuju sekali dengan pesan oke ini untuk diingat oleh semua orang yang akan berwisata, 'be a responsible traveler'. Sayangnya, masih ada saja pelancong yang berkilah, "Lho, kita kan sudah bayar. Terserah kita dong mau ngapain di sana." Duh!
Wah, apa jadinya jika semua wisatawan berpikir seperti itu? Pernah terbayang seandainya para pengunjung Candi Borobudur dibiarkan saja jika ada yang sengaja mencongkel candi agar bebatuannya bisa dijadikan kenang-kenangan? Lama-lama bangunan Candi Borobudur tinggal sekedar nama, hiiy! Bisa-bisa karena segelintir ulah traveler yang seenaknya, pelancong lain yang kena getahnya. Jangan sampai kejadian deh.
Sejak tahun 2014 lalu atau aktif sebagai blogger, syukur Alhamdhulillah semakin banyak obyek wisata yang saya kunjungi di dalam maupun luar kota.Â
Di seputar Jabodetabek, tepatnya di Kota Tua Jakarta, saya menikmati wisata seni dan sejarah di Museum Keramik dan Seni Rupa, Museum Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Di Bogor, yaitu Gunung Mas Puncak dan wisata alam di perkebunan teh dan Kebun Raya sukses menyejukkan pikiran serta perasaan.Â
Begitu pula wisata sejarah dan religi ke keraton serta masjid di Cirebon yang menyadarkan saya tentang sejarah panjang kerajaan besar di Indonesia yang berjuang sekuat tenaga untuk meraih kemerdekaan.Â
Pengalaman traveling saya sebagai blogger sejak tahun 2014 membuat saya kemudian berkesimpulan tentang do's and don't's untuk para traveler. Semua jenis wisata, dari wisata alam (ecotourism), sejarah, seni dan budaya, serta religi pasti mempunyai aturan universal yang harus diketahui dan pastinya wajib ditaati pengunjung.
Namun, jangan khawatir! Aturan ini dijamin untuk kebaikan dan kenyamanan traveler juga. Sejatinya, traveler itu pastilah juga seorang tamu. Jadi harus selalu mengingat pepatah bijak, "Di mana bumi dipijak, di situ adat dijunjung."Â
Inilah traveling do's and don't's versi saya agar kita semua bersama-sama bisa menjadi 'the responsible traveler', termasuk pula ketika kita berwisata ke luar negeri dengan membawa nama baik Indonesia.
1. Don't: Sok tahu saat traveling
Do: Berkomunikasi dengan petugas resmi atau tour guide lokal
Ini pengalaman saya saat tubing (duduk mengapung di atas air pada ban ukuran raksasa) di Gua Pindul dan Sungai Oya Yogya pada November 2014. Para tour guide dari awal di sana sudah mengingatkan: "Kalau pengunjung perlu sesuatu atau ada apa-apa, langsung disampaikan saja ke petugas secepat mungkin supaya lebih aman."Â
Para pemandu dan petugas di tempat wisata itu sudah mengenal baik lokasi wisata tempatnya bertugas. Makanya pelancong harus senantiasa berkoordinasi dengan mereka agar kedatangan traveler diketahui pasti oleh petugas di sana. Yup! Malu bertanya saat wisata, bukan hanya sesat di jalan, tapi nyawa bisa jadi taruhan. Â Â
Do: Lihat dulu situasi dan kondisi serta peraturan yang berlaku
Saya sempat kecewa saat mengetahui Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua Jakarta melarang pengunjungnya memotret koleksi lukisan dan seni rupa di sana. Namun, saya pantang menyerah begitu saja. Setelah 'merayu' (dengan wajah setengah memelas hehehe...) bapak-bapak petugas di pintu masuk, akhirnya saya diizinkan juga untuk memotret dengan kamera saku, yes!
Namun, jika petugas di lokasi wisata tetap tidak mengizinkan kita memotret obyek wisata di sana, jangan sampai memaksa. Bagi pengunjung Kampung Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh adat-istiadat, alat elektronik tidak boleh dipakai di sana karena dianggap mengganggu roh para leluhur.Â
Kalau tetap ingin memotret, silakan mengabadikan keindahan Kampung Suku Baduy Luar -- mereka sudah terbuka dengan kemajuan dari dunia luar - dari sudut yang belum banyak dipotret traveler lainnya agar keindahan Kampung Suku Baduy Luar semakin mendunia.
3. Don't: Memaksakan diri (terutama untuk wisata alam)
Do: Persiapan fisik sebelum traveling
Nah, ini pengalaman saya saat tea walk di perkebunan teh Gunung Mas Puncak. Jaraknya sebenarnya cukup bersahabat kok karena saya dan rombongan memilih jarak tersingkat alias 'cukup' 4 km saja. Tapi, jadi berat karena medannya menanjak. Syukur Alhamdulillah, karena saya penggemar jogging, tea walk itu terasa ringan dilakukan.
Lain ceritanya untuk beberapa teman saya yang jarang berolahraga. Belum sampai 1 km, mereka sudah ngos-ngosan. Bahkan ada satu orang yang sampai dibawa ke puskesmas terdekat karena kelelahan! Tak heran, saat saya bilang sangat ingin bisa berwisata di kebun teh hingga puncaknya -- yang berarti harus trekking hingga 8 km - komentarnya, "Makasih deh!" Hahaha.....
Do: Rekam suasana dengan video
Jujur, saya gemas betul tiap kali melihat ada traveler yang ribut dan berisik tak karuan di lokasi wisata. Okelah kalau acaranya berupa festival atau konser musik di tempat terbuka. Tapi, kalau selain itu? Lebih baik jangan deh.Â
Indahnya suara kicau burung dan gemericik air yang mengalir ketika wisata alam jelas bisa lebih lama dinikmati dengan cara direkam. Sepulang traveling, rekaman video itu bisa ditonton lagi kapan pun. Atau tambah lebih oke lagi untuk dibagi ke orang banyak via blog, media sosial, maupun Youtube. Kalau suasana latar rekamannya berisik, mana asyik?
5. Don't: Membuang sampah sembarangan
Do: Bawa selalu kantong khusus sampah
Benarkah banyak tempat wisata di Indonesia dipenuhi sampah dari pengunjungnya? Pertanyaan itu membuat saya penasaran setelah membaca tulisan di dunia maya tentang kotornya beberapa lokasi wisata, terutama pulau-pulau (indah) tak berpenghuni, akibat ulah para traveler yang tak bertanggung jawab.Â
Padahal pulau-pulau cantik di Indonesia itu tetap harus dijaga kebersihannya sekalipun tiada penduduk yang menempatinya. Malah karena minus orang di sana, para travelerlah yang bertugas menjaga kebersihannya agar tetap terawat keindahannya, setuju?
6. Don't: Melakukan perbuatan yang tidak senonoh
Do: Mempromosikan lokasi traveling dengan objektif
Sekitar 3 tahun lalu atau di tahun 2015, ada turis asing dari Eropa dan Amerika yang didapati sedang berpose (tanpa) busana di Kuil Angkor Wat Kamboja.Â
Wajarlah kalau mereka sampai didenda oleh pihak dinas pariwisata di sana. Meskipun bukan di tempat wisata religi, pastinya di setiap tempat wisata di belahan dunia manapun tetap berlaku norma-norma kesopanan yang universal.
Lagipula, traveling itu menurut saya sama dengan bertamu. Sebagai tamu yang baik, mulai dari awal perjalanan, sejak memesan tiket pesawat, lalu saat di pesawat, selanjutnya menginap di hotel, kemudian mengunjungi obyek wisata, hingga kembali lagi ke tempat asal, traveler wajib menjaga nama baik dirinya sendiri maupun daerah asalnya. Pasti malu dong kalau traveler dari Indonesia (misalnya) dicap sebagai turis yang jorok atau tukang ngaret.
Artikel ini bertujuan untuk mengingatkan para blogger khususnya (termasuk saya) dan traveler pada umumnya agar senantiasa menyadari bahwa traveling itu mirip benar dengan bertamu. Yuk, jadi tamu plus traveler yang menyenangkan sekaligus peduli lingkungan. Happy traveling!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI