Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pegang Kendali Wisata Arkeologi di Cirebon Bersama Danamon

22 Juni 2017   13:24 Diperbarui: 22 Juni 2017   21:41 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Djulianto, seorang arkeolog senior UI dan juga Kompasianer berbagi ilmu mengenai ilmu dan wisata arkeologi (Admin Kompasiana)

Siti Inggil, lokasi beranda untuk upacara prajurit zaman dahulu di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Siti Inggil, lokasi beranda untuk upacara prajurit zaman dahulu di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Adapun beranda ketiga Mande Pendawa Lima menjadi tempat Sultan Cirebon di masa lampau untuk mengatur strategi dan berdiskusi dengan para panglima perangnya.  Lima tiang pada Mande Pendawa tentu saja mewakili 5 nilai Rukun Islam.  Bagi para pengawal Sultan, ada beranda keempat yaitu  Mande Pengiring.  Di zaman kesultanan dahulu, setiap Sabtu, Sultan Cirebon rutin melakukan inspeksi upacara di Siti Inggil. 

Untuk rakyat umum, mereka bisa menempati Mande Karesmen yang memiliki 8 tiang sebagai simbol kedelapan penjuru angin. Dulu Mande Karesmen biasa dipenuhi warga sekitar keraton saat upacara Sekaten selepas sholat Idul Fitri (berbeda dengan keraton Yogya yang menyelenggarakan Sekaten saat Maulid Nabi).  Mulai tahun 1470 M, pusat pemerintahan Jawa Barat berada di Kasultanan Cirebon yang wilayahnya meliputi Cirebon, Sunda Kelapa (Jakarta), hingga Lampung.  Tak heran, Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan keraton tertua di Jawa.

Memang (tak) ada trip yang sempurna, begitu mungkin isi diskusi Kompasianer Mas Ony dan Bu Muthiah di depan Malang Semirang (Dokpri)
Memang (tak) ada trip yang sempurna, begitu mungkin isi diskusi Kompasianer Mas Ony dan Bu Muthiah di depan Malang Semirang (Dokpri)
  Setelah Siti Inggil, gerbang masuk bangunan utama keraton sudah terlihat.  Namun, masih ada dua beranda lagi yang menyambut sebelum memasuki keraton.  Di depan pintu gerbang utama keraton -- setelah Siti Inggil -- terdapat Pengada atau pos awal penjagaan dan pemeriksaan bagi para tamu yang hendak menemui Sultan.  Setelah lolos dari Pengada, tamu diizinkan untuk memasuki gerbang keraton dan menunggu di Sri Manganti atau ruang tunggu untuk bertemu Sultan.  Ada pula musholla berukuran besar Langgar Agung yang terletak antara gerbang pintu masuk utama keraton dengan Sri Manganti. 

Pengada, dulunya menjadi pos pemeriksaan pertama di depan gerbang masuk utama Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Pengada, dulunya menjadi pos pemeriksaan pertama di depan gerbang masuk utama Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Bangsal Keraton merupakan tempat sultan Cirebon menerima para tamu di masa dulu.  Uniknya, Bangsal Keraton tersebut memiliki gaya arsitektur campuran Jawa, Cina, dan Eropa.

Bangunan depan bangsal mirip istana kerajaan di Eropa.  Namun, di dindingnya terdapat hiasan keramik Cina yang disebut Jinem Pangrawit.  Nuansa Jawa terlihat pada ukiran kayu pada kusen pintu, jendela, dan langit-langit Bangsal Keraton.  Hal ini tak mengherankan karena saat kesultanan Cirebon berkuasa, bangsa Portugis datang ke Nusantara.  Pengaruh unsur Cina berasal dari sejumlah isteri Sultan Cirebon yang berasal dari putri bangsa Tiongkok.

Setelah melewati pos Pengada, tamu sultan dapat menunggu giliran bertemu sultan di ruang tunggu yang bernama Sri Manganti (Dokpri)
Setelah melewati pos Pengada, tamu sultan dapat menunggu giliran bertemu sultan di ruang tunggu yang bernama Sri Manganti (Dokpri)
Di samping belakang Bangsal Keraton, di kanan kirinya terdapat bangunan untuk para pangeran dan putri sultan serta para abdi dalam atau dayang dan pelayan keraton yang bisa diakses melalui pintu Buk Bacem.  Di area tersebut terdapat musholla kecil atau Langgar Alit dan dapur keraton yang disebut Dapur Mulud.

Dapur Mulud yang dahulu ramai digunakan untuk memperingati kelahiran keluarga sultan dan Maulud Nabi di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Dapur Mulud yang dahulu ramai digunakan untuk memperingati kelahiran keluarga sultan dan Maulud Nabi di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Selain Bangsal Keraton, bangunan modern berupa sejumlah museum juga dapat ditemui yaitu Museum Kereta Singa Barong, Museum Benda Kuno, dan Dalem Agung Pakungwati Gallery.  Keterbatasan waktu jualah yang membuat para Kompasianer tak bisa lebih dari 1 jam berada di dalam komplek Keraton Kasepuhan.

Di hari Sabtu itu pula, pada jam 4 sore harinya, berlangsung pembukaan perdana Museum Pusaka Keraton Kasepuhan.  Cirebon sendiri akan menjadi tuan rumah Festival Keraton Nusantara XI 2017 pada September 2017 nanti.  Info lebih lengkap mengenai Keraton Kasepuhan dan kegiatannya dapat diakses pada tautan berikut ini:  www.kasepuhan.com

Museum Pusaka, museum terbaru di Keraton Kasepuhan Cirebon ini dapat dikunjungi saat Festival Keraton Nusantara XI pada September 2017 nanti (Dokpri)
Museum Pusaka, museum terbaru di Keraton Kasepuhan Cirebon ini dapat dikunjungi saat Festival Keraton Nusantara XI pada September 2017 nanti (Dokpri)
Pengembangan Keraton Kanoman Agar Semakin Menarik Kedatangan Wisatawan

           Tujuan wisata arkeologi berikutnya yaitu Keraton Kanoman yang dapat ditempuh dengan menaiki becak selama 10 menit.  Rombongan melewati Pasar Kanoman sebelum memasuki kompleks Keraton Kanoman.

Berbeda dengan Keraton Kasepuhan yang lumayan megah dan luas, Kanoman berukuran lebih kecil dan tampak lebih seperti kompleks keluarga daripada pusat pemerintahan.  Kanoman dibangun mulai tahun 1580 M oleh Sultan Badruddin yang yang masih bersaudara dengan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten.  Saat mulai menyebarkan Islam di Cirebon, penguasa Kanoman juga sekaligus pelindung (Panatagama)semua agama yang sudah ada sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun