Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pegang Kendali Wisata Arkeologi di Cirebon Bersama Danamon

22 Juni 2017   13:24 Diperbarui: 22 Juni 2017   21:41 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang wisatawan lokal menuju Bangsal Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)

Jalan-jalan pastinya perlu perencanaan.  Saat di jalan, apapun bisa terjadi.  Maka itulah, pentingnya perencanaan jalan-jalan yang matang, terutama masalah keuangan.  Pastinya plesiran jadi menyebalkan saat di jalan, seorang traveler sampai kekurangan, apalagi kehabisan uang.  Mood pasti langsung drop, wah!

            Memang uang habis di jalan bisa diakali dengan transfer antar rekening.  Hal itu pernah saya alami saat liburan ke Tegal tahun lalu.  Saat uang tunai mulai menipis pada suatu malam, saya pun segera menuju ATM terdekat.  Sayangnya, di tempat saya berlibur itu, menemukan ATM mirip mencari jarum dalam tumpukan jerami.

            Kesulitan belum berakhir setelah menemukan ATM.  Ternyata saldo di ATM saya tidak mencukupi untuk tarik tunai.  Otomatis saya meminta tolong Ayah untuk mentransfer sejumlah dana.  Namun, karena bank kami berbeda, transfer dari Ayah baru bisa saya terima siang esok harinya.  Lumayan deg-degan juga waktu itu, fiuuh.

            Maka itulah, saya langsung tertarik untuk mengikuti KOTEKA Trip bersama Bank Danamon ke Kota Rebon, Cirebon.  Selama ini, saya sebatas melewati Cirebon, tapi belum pernah menjelajahinya.  Selain itu, tema perjalanan KOTEKA kali ini yaitu "Smart Traveler Pegang Kendali Wisata Cirebon" juga sukses membuat saya penasaran.

Kompasianer Grup Kendali: Mas Detha, saya, Mbak Puspa, Mas Noval, dan Mbak Siti (Admin Kompasiana)
Kompasianer Grup Kendali: Mas Detha, saya, Mbak Puspa, Mas Noval, dan Mbak Siti (Admin Kompasiana)
           Syukur Alhamdhulillah, saya termasuk dari 10 orang Kompasianer yang terpilih dalam KOTEKA Trip bersama Danamon ke Cirebon pada Sabtu, 10 Juni 2017 lalu. Trip ke Cirebon tersebut juga didampingi oleh admin KOTEKA (Pak Diaz dan Mas Ony), admin Kompasiana (Mas Kamil & Mbak Dewi Retno), dan staf Danamon (Mas Afdol).  Selain dikawal para admin, turut serta pula seorang narasumber yaitu arkeolog senior plus Kompasianer aktif, Pak Djulianto Susantio dan travel blogger, Mbak Ira Latief. 

Rombongan berangkat dari Bentara Budaya Jakarta di Palmerah pada pukul 5.30 pagi WIB.  Tiga jam kemudian kami sudah sampai di tujuan karena akses perjalanan yang lebih cepat melalui Tol Cipali.  Bisa dibilang, KOTEKA Trip ke Cirebon ini adalah wisata arkeologi karena Kompasianer meliput sejumlah bukti fisik dari kebudayaan pada masa lampau, terutama di masa peninggalan arkeologi kerajaan Islam di Indonesia. Inilah liputan dari keseruan one day trip ke Cirebon, mulai dari jelajah keraton hingga gua untuk para raja bertapa.  Selamat membaca.

Agar terpantau berita kekinian seputar Cirebon dan sekitarnya, Harian Umum Kabar Cirebon sebaiknya dibaca traveler (Dokpri)
Agar terpantau berita kekinian seputar Cirebon dan sekitarnya, Harian Umum Kabar Cirebon sebaiknya dibaca traveler (Dokpri)
Pemanfaatan Keraton Kasepuhan Cirebon untuk Pelestarian Pusaka

           Sekilas mengenai ilmu arkeologi menurut Pak Djulianto yaitu "ilmu yang mempelajari segala hal tentang masa lampau manusia melalui benda-benda budaya yang ditinggalkannya." Kata kunci arkeologi adalah 'budaya.' Benda arkeologi secara garis besar terbagi dua yaitu peninggalan budaya berukuran besar (bangunan seperti masjid, candi, keraton, benteng, pura, dan sebagainya) dan obyek hasil budaya berukuran kecil (logam, pakaian, alat rumah tangga, dan lainnya).  Fungsi utama arkeologi yaitu untuk pelestarian.  Sedangkan fungsi penunjangnya adalah sebagai pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan.

Wisata arkeologi ke Cirebon ini berupa kunjungan ke artefak arkeologi di tempat terbuka karena besarnya ukuran mereka. Obyek wisata arkeologi yang pertama kali disambangi Kompasianer -- seusai sholat Zuhur di Masjid Agung Cipta Rasa Cirebon - adalah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon.  Letak keduanya berdekatan sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 5 menit.  Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp.15.000/orang, kami pun mengeksplorasi isi keraton yang telah berdiri sejak tahun 1529 M tersebut bersama seorang pemandu wisata.

Keraton Kasepuhan Cirebon telah berusia hampir 500 tahun atau sejak 1529 (Dokpri)
Keraton Kasepuhan Cirebon telah berusia hampir 500 tahun atau sejak 1529 (Dokpri)
            Perpaduan arsitek Hindu-Jawa begitu terasa saat memasuki keraton.  Ini karena para Wali Songo atau penyebar agama Islam di Jawa melakukan metode akulturasi budaya (tumbuh dan berkembang bersama)  dalam dakwah mereka sehingga budaya kerajaan Hindu sebelumnya yaitu Pajajaran tidak serta-merta dihapuskan.  Sunan Gunung Jati -- salah satu wali songo dan juga sultan Cirebon -- yang pernah tinggal di keraton ini membangun beberapa bangunan di halaman muka keraton sebagai tempat untuk upacara prajurit maupun berdiskusi dengan para panglimanya.

            Pemberian nama bangunan di Keraton Kasepuhan pun sangat kental dengan istilah Jawa yang dipadukan dengan filosofi nilai dalam Islam.  Siti Inggil adalah lokasi untuk upacara prajurit di zaman kesultanan Cirebon dulu yang berarti "tanah yang ditinggikan" yang berisi 5 beranda terbuka. Beranda pertama bernama Malang Semirang yang berarti "tidak ada manusia yang sempurna."  Malang Semirang memiliki 6 tiang kayu penyangga yang melambangkan 6 nilai Rukun Iman dalam Islam.  Untuk menerima para patih, digunakan beranda kedua yaitu Semar Tinandu yang memiliki 2 tiang besar.  Kedua tiang besar Semar Tinandu itu bermakna sebagai 2 kalimat syahadat.

Siti Inggil, lokasi beranda untuk upacara prajurit zaman dahulu di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Siti Inggil, lokasi beranda untuk upacara prajurit zaman dahulu di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Adapun beranda ketiga Mande Pendawa Lima menjadi tempat Sultan Cirebon di masa lampau untuk mengatur strategi dan berdiskusi dengan para panglima perangnya.  Lima tiang pada Mande Pendawa tentu saja mewakili 5 nilai Rukun Islam.  Bagi para pengawal Sultan, ada beranda keempat yaitu  Mande Pengiring.  Di zaman kesultanan dahulu, setiap Sabtu, Sultan Cirebon rutin melakukan inspeksi upacara di Siti Inggil. 

Untuk rakyat umum, mereka bisa menempati Mande Karesmen yang memiliki 8 tiang sebagai simbol kedelapan penjuru angin. Dulu Mande Karesmen biasa dipenuhi warga sekitar keraton saat upacara Sekaten selepas sholat Idul Fitri (berbeda dengan keraton Yogya yang menyelenggarakan Sekaten saat Maulid Nabi).  Mulai tahun 1470 M, pusat pemerintahan Jawa Barat berada di Kasultanan Cirebon yang wilayahnya meliputi Cirebon, Sunda Kelapa (Jakarta), hingga Lampung.  Tak heran, Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan keraton tertua di Jawa.

Memang (tak) ada trip yang sempurna, begitu mungkin isi diskusi Kompasianer Mas Ony dan Bu Muthiah di depan Malang Semirang (Dokpri)
Memang (tak) ada trip yang sempurna, begitu mungkin isi diskusi Kompasianer Mas Ony dan Bu Muthiah di depan Malang Semirang (Dokpri)
  Setelah Siti Inggil, gerbang masuk bangunan utama keraton sudah terlihat.  Namun, masih ada dua beranda lagi yang menyambut sebelum memasuki keraton.  Di depan pintu gerbang utama keraton -- setelah Siti Inggil -- terdapat Pengada atau pos awal penjagaan dan pemeriksaan bagi para tamu yang hendak menemui Sultan.  Setelah lolos dari Pengada, tamu diizinkan untuk memasuki gerbang keraton dan menunggu di Sri Manganti atau ruang tunggu untuk bertemu Sultan.  Ada pula musholla berukuran besar Langgar Agung yang terletak antara gerbang pintu masuk utama keraton dengan Sri Manganti. 

Pengada, dulunya menjadi pos pemeriksaan pertama di depan gerbang masuk utama Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Pengada, dulunya menjadi pos pemeriksaan pertama di depan gerbang masuk utama Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Bangsal Keraton merupakan tempat sultan Cirebon menerima para tamu di masa dulu.  Uniknya, Bangsal Keraton tersebut memiliki gaya arsitektur campuran Jawa, Cina, dan Eropa.

Bangunan depan bangsal mirip istana kerajaan di Eropa.  Namun, di dindingnya terdapat hiasan keramik Cina yang disebut Jinem Pangrawit.  Nuansa Jawa terlihat pada ukiran kayu pada kusen pintu, jendela, dan langit-langit Bangsal Keraton.  Hal ini tak mengherankan karena saat kesultanan Cirebon berkuasa, bangsa Portugis datang ke Nusantara.  Pengaruh unsur Cina berasal dari sejumlah isteri Sultan Cirebon yang berasal dari putri bangsa Tiongkok.

Setelah melewati pos Pengada, tamu sultan dapat menunggu giliran bertemu sultan di ruang tunggu yang bernama Sri Manganti (Dokpri)
Setelah melewati pos Pengada, tamu sultan dapat menunggu giliran bertemu sultan di ruang tunggu yang bernama Sri Manganti (Dokpri)
Di samping belakang Bangsal Keraton, di kanan kirinya terdapat bangunan untuk para pangeran dan putri sultan serta para abdi dalam atau dayang dan pelayan keraton yang bisa diakses melalui pintu Buk Bacem.  Di area tersebut terdapat musholla kecil atau Langgar Alit dan dapur keraton yang disebut Dapur Mulud.

Dapur Mulud yang dahulu ramai digunakan untuk memperingati kelahiran keluarga sultan dan Maulud Nabi di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Dapur Mulud yang dahulu ramai digunakan untuk memperingati kelahiran keluarga sultan dan Maulud Nabi di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Selain Bangsal Keraton, bangunan modern berupa sejumlah museum juga dapat ditemui yaitu Museum Kereta Singa Barong, Museum Benda Kuno, dan Dalem Agung Pakungwati Gallery.  Keterbatasan waktu jualah yang membuat para Kompasianer tak bisa lebih dari 1 jam berada di dalam komplek Keraton Kasepuhan.

Di hari Sabtu itu pula, pada jam 4 sore harinya, berlangsung pembukaan perdana Museum Pusaka Keraton Kasepuhan.  Cirebon sendiri akan menjadi tuan rumah Festival Keraton Nusantara XI 2017 pada September 2017 nanti.  Info lebih lengkap mengenai Keraton Kasepuhan dan kegiatannya dapat diakses pada tautan berikut ini:  www.kasepuhan.com

Museum Pusaka, museum terbaru di Keraton Kasepuhan Cirebon ini dapat dikunjungi saat Festival Keraton Nusantara XI pada September 2017 nanti (Dokpri)
Museum Pusaka, museum terbaru di Keraton Kasepuhan Cirebon ini dapat dikunjungi saat Festival Keraton Nusantara XI pada September 2017 nanti (Dokpri)
Pengembangan Keraton Kanoman Agar Semakin Menarik Kedatangan Wisatawan

           Tujuan wisata arkeologi berikutnya yaitu Keraton Kanoman yang dapat ditempuh dengan menaiki becak selama 10 menit.  Rombongan melewati Pasar Kanoman sebelum memasuki kompleks Keraton Kanoman.

Berbeda dengan Keraton Kasepuhan yang lumayan megah dan luas, Kanoman berukuran lebih kecil dan tampak lebih seperti kompleks keluarga daripada pusat pemerintahan.  Kanoman dibangun mulai tahun 1580 M oleh Sultan Badruddin yang yang masih bersaudara dengan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten.  Saat mulai menyebarkan Islam di Cirebon, penguasa Kanoman juga sekaligus pelindung (Panatagama)semua agama yang sudah ada sebelumnya.

Pengunjung Keraton Kanoman harus melewati terlebih dahulu Pasar Kanoman di Cirebon (Dokpri)
Pengunjung Keraton Kanoman harus melewati terlebih dahulu Pasar Kanoman di Cirebon (Dokpri)
            Para Kompasianer disambut oleh perwakilan Keraton Kanoman di ruang tunggu dalam bangsal keraton yang bernama Pendopo Jinem.  Dulu Pendopo Jinem digunakan sebagai ruang pertemuan sultan dengan para pembesar kesultanan, terutama yang masih memiliki hubungan keluarga (Dewan Famili).  Kemudian, kami dipersilakan memasuki ruangan yang dulunya berfungsi sebagai tempat singgasana sultan. 

Admin KOTEKA, Pak Diaz, bersama perwakilan Keraton Kanoman Cirebon di ruang pertemuan sultan yang bernama 'Pendopo Jinem' (Dokpri)
Admin KOTEKA, Pak Diaz, bersama perwakilan Keraton Kanoman Cirebon di ruang pertemuan sultan yang bernama 'Pendopo Jinem' (Dokpri)
Di dalam ruangan singgasana Keraton Kanoman tersebut, terdapat ornamen batik bermotif megamendung -- motif batik khas Cirebon -- dan ornamen batu karang yang berwarna emas dan hijau. Ornamen batu karang dan megamendung tersebut mengandung pesan mulia yaitu "pemimpin harus memiliki landasan yang kokoh dalam mengayomi rakyatnya."  Sedangkan warna emas berarti "pemimpin harus mampu memakmurkan rakyatnya" dan warna hijau agar "pangan untuk rakyat selalu melimpah sepanjang tahun."

Ruang berornamen batu karang dan motif batik megamendung yang dulu berfungsi sebagai singgasana sultan di Keraton Kanoman Cirebon (Dokpri)
Ruang berornamen batu karang dan motif batik megamendung yang dulu berfungsi sebagai singgasana sultan di Keraton Kanoman Cirebon (Dokpri)
Setelah keluar dari ruang singgasana, Kompasianer menyinggahi kemplek pemukiman keluarga kesultanan Kanoman.  Di sana, kami mendapati sumur Air Keramat yang konon berkhasiat untuk membuat panjang umur dan awet muda.  Selain sumur Air Keramat, ada pula Sumur Kejayaan yang dipercaya mampu membuat kemenangan bagi para sultan yang meminum air sumur itu sebelum pergi berperang.

Kompasianer Mas Denny mengambil gambar Sumur Kejayaan di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Kompasianer Mas Denny mengambil gambar Sumur Kejayaan di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Para Kompasianer juga beruntung dapat berjumpa dengan salah seorang putri cilik nan cantik yang merupakan keturunan keluarga kesultanan Kanoman. Ratu Rania yang berusia 6 tahun itu sedang bermain masak-masakan di dekat sumur Air Keramat.  Menurut penuturan pengasuhnya, gelar 'Ratu' diberikan untuk para putri dan 'Elang' untuk pangeran yang berasal dari kesultanan Cirebon, baik dari Keraton Kasepuhan maupun Kanoman. 

Ratu Rania, putri keturunan Sultan Kanoman Cirebon bermain ditemani pengasuhnya (Dokpri)
Ratu Rania, putri keturunan Sultan Kanoman Cirebon bermain ditemani pengasuhnya (Dokpri)
Secara budaya dan sejarah, keraton Kanoman tak kalah menariknya dari keraton Kasepuhan.  Namun, karena pintu masuknya yang harus melalui pasar Kanoman yang macet dan semrawut, maka tak senyaman seperti halnya saat akan memasuki Keraton Kasepuhan.  Saat di Keraton Kasepuhan, saya mendapati langsung, banyak turis lokal maupun asing yang ada di sana.  Tetapi, hal yang serupa tak saya jumpai saat berada dalam Keraton Kanoman.

Dua orang wisatawan asing di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Dua orang wisatawan asing di Keraton Kasepuhan Cirebon (Dokpri)
Perlindungan Gua Sunyaragi untuk Menjaga Bentuk Asli Wisata Arkeologi

           Kompasianer menggunakan moda transport berupa 'angkot' saat menuju Gua Sunyaragi.  Dibandingkan kedua keraton sebelumnya, pengelolaan Gua Sunyaragi terlihat lebih profesional.  Pengunjung membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000/orang.  Gua Sunyaragi dibuka untuk umum dari pukul 10 pagi hingga 5 sore WIB.

Gua Sunyaragi ini terkenal sebagai tempat meditasi para sultan Cirebon tempo dulu (Dokpri)
Gua Sunyaragi ini terkenal sebagai tempat meditasi para sultan Cirebon tempo dulu (Dokpri)
            Setelah sampai di dalam kompleks Gua, barulah kami menyadari bahwa kami masuk dari pintu belakang.  Pak Djulianto menjelaskan secara singkat arti kata 'Sunyaragi' yang bermakna raga yang berada di tempat sunyi.  Saat zaman kolonial Belanda, Gua Sunyaragi memang kerapkali digunakan sebagai tempat meditasi dan menyepi para sultan Cirebon, termasuk untuk bersembunyi dari kejaran musuh dan mencari ilham dalam memimpin kesultanan.

Kompasianer Mbak Sitie, Mas Noval, dan Mbak Erni di sekitar Gua Argajumut (Dokpri)
Kompasianer Mbak Sitie, Mas Noval, dan Mbak Erni di sekitar Gua Argajumut (Dokpri)
            Pak Djulianto juga sempat menunjukkan jenis vandalisme di Gua Sunyaragi seperti menggores batu bata yang ada di sana maupun mencungkil bongkahan batu di dalam gua.  Padahal, sudah ada peringatan yang melarang pengunjung gua untuk mencorat-coret dinding gua.  Tetapi, ada saja wisatawan yang membandel, hadeuh! 

            Gua yang pertama kali terlihat dari pintu belakang komplek Gua Sunyaragi yaitu Gua Argajumut.  Mitosnya, jika memasuki gua tersebut, ada terowongan bawah tanah di dalamnya yang jika berbelok ke kanan, langsung menuju Ka'bah di Mekkah dan belok kiri menuju harta karun di istana Kekaisaran Cina.  Tentu saja hal itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena hal tersebut termasuk ke dalam 'arkeologi semu (pseudo-archaeology)'.

Agar Gua Sunyaragi tetap lestari hingga nanti, para pengunjung dilarang melakukan tindakan vandalisme (Dokpri)
Agar Gua Sunyaragi tetap lestari hingga nanti, para pengunjung dilarang melakukan tindakan vandalisme (Dokpri)
            Gua selanjut bernama Gua Kelanggengan yang bersebelahan letaknya dengan relif Patung Garuda Digigit Ular.  Gua Kelanggengan dipercaya dapat membuat periode kekuasaan seorang pejabat semakin panjang masa jayanya.

Bagi yang sudah menikah atau memiliki pasangan, konon dapat membuat hubungan atau pernikahannya awet sampai maut memisahkan (langgeng jodohnya).  Nah, yang menarik adalah makna di balik patung garuda digigit ular yaitu seorang pemimpin (garuda) jangan sampai melupakan bawahan dan rakyatnya (ular) selama berkuasa jika tidak ingin digulingkan kekuasaannya karena ketidakbecusan dalam memimpin pemerintahannya.

Gua Kelanggengan dipercaya membuat orang yang memasukinya langgeng jodoh dan karirnya (Dokpri)
Gua Kelanggengan dipercaya membuat orang yang memasukinya langgeng jodoh dan karirnya (Dokpri)
Di kiri atas Gua Kelanggengan terdapat Gua Padang Ati.  Gua Padang Ati terletak di atas bebukitan sedangkan Gua Kelanggengan dan Patung Garuda Digigit Ular berada di bagian bawah bukit.  Mitosnya, jika berhasil memasuki Gua Padang Ati yang gelap dan berliku-liku dan keluar tanpa bantuan cahaya, maka seseorang akan merasakan ketenangan hati sepanjang hidupnya.  Boleh dipercaya boleh tidak.  Tapi, tak ada salahnya dicoba lho.

Pohon kelengkeng ini konon usianya sudah mencapai 300 tahun, wow! (Dokpri)
Pohon kelengkeng ini konon usianya sudah mencapai 300 tahun, wow! (Dokpri)
Di depan Gua Kelanggengan terdapat dua batang pohon kelengkeng/lengkeng (Dimocarpus longan) yang usianya sudah 300 tahun atau sejak awal berdirinya kompleks Gua Sunyaragi.  Di samping kedua pohon kelengkeng tersebut terdapat Monumen Cina.

            Gua berikutnya yaitu Gua Peteng yang menjadi tempat bersemedi dalam mencari ilmu khusus.  Mitos dari Gua Peteng itu adalah adanya lorong rahasia yang menembus ke Gunung Jati.  Sekali lagi, itu juga arkeologi semu ya.

Satu keluarga wisatawan asing berpose di sekitar Gua Peteng dan Gua Langse (Dokpri)
Satu keluarga wisatawan asing berpose di sekitar Gua Peteng dan Gua Langse (Dokpri)
            Di kanan Gua Peteng terdapat gua kecil yaitu Gua Langse.  Saat Gua Sunyaragi masih dikelilingi air danau, Gua Langse itu mirip bilik yang ditutupi tirai ketika air danau melimpah dan mengalir ke bawahnya.  Unik sekali!

            Bagian depan Gua Sunyaragi itu ternyata memiliki tiga bagian.  Pertama, gua utama yang disebut sebagai Bangsal Jinem untuk tempat para sultan bermeditasi.  Bangsal Jinem itu diapit oleh dua gua yaitu Gua Pengawal di sebelah kanan sebagai tempat para pengawal berjaga selama sultan berada di Bangsal Jinem.  Di sebelah kiri Bangsal Jinem terdapat Gua Pande Kemasan yang menjadi tempat para pandai besi untuk membuat senjata perang.  Memang salah satu fungsi Gua Sunyaragi adalah tempat berlindung para sultan dari musuh saat perang berlangsung.

Bangsal Jinem, gua khusus tempat sultan Cirebon di masa lampu menenangkan diri (Dokpri)
Bangsal Jinem, gua khusus tempat sultan Cirebon di masa lampu menenangkan diri (Dokpri)
Ada Aplikasi Ponsel D-Cash, Uang Kurang Saat Berpetualang Tak Lagi Buat Resah

            Selepas dari Gua Sunyaragi pada pukul 4 sore, para Kompasianer berkumpul di rumah makan khas Cirebon untuk ngabuburit alias menunggu waktu waktu berbuka dengan mendengarkan presentasi dua kelompok Kompasianer yaitu Grup Pegang dan Grup Kendali serta pemaparan singkat Pak Djulianto mengenai arkeologi.  Beliau mengingatkan agar wisata arkeologi tidak hanya sebatas mengejar jumlah kunjungan wisatawan (keuntungan).  Namun, juga mempertahankan fungsi perlindungan dan pelestarian situs arkeologi yang ada untuk generasi penerus.

Pak Djulianto, seorang arkeolog senior UI dan juga Kompasianer berbagi ilmu mengenai ilmu dan wisata arkeologi (Admin Kompasiana)
Pak Djulianto, seorang arkeolog senior UI dan juga Kompasianer berbagi ilmu mengenai ilmu dan wisata arkeologi (Admin Kompasiana)
            Saat berbuka puasa, kami disuguhi menu khas Cirebon yaitu empal gentong dan tahu gejrot.  Usai urusan makan dan sholat Maghrib, Kompasianer menyempatkan diri membeli oleh-oleh di toko yang berseberangan dengan rumah makan.  Oleh-oleh pun dibeli sesuai pesanan maupun isi dompet yang dibawa selama perjalanan.

Empal gentong dan Tahu gejrot menjadi sajian khas Cirebon untuk buka puasa (Dokpri)
Empal gentong dan Tahu gejrot menjadi sajian khas Cirebon untuk buka puasa (Dokpri)
Saya bersyukur sebelumnya sudah mengambil uang tunai di ATM saat rombongan mampir sejenak di rest area sebelum Tol Cipali dalam perjalanan menuju Cirebon.  Bukan apa-apa.  Uang tunai saya sudah habis untuk membayar ongkos mobil online yang mengantarkan saya dari Bogor menuju Bentara Budaya Jakarta di pagi harinya.

Kompasianer melakukan uji coba aplikasi D-Cash di mesin ATM Danamon Cirebon (Dokpri)
Kompasianer melakukan uji coba aplikasi D-Cash di mesin ATM Danamon Cirebon (Dokpri)
Nah, bagi pelancong yang kekurangan uang saat liburan, bisa meminta tolong keluarga atau teman yang memiliki rekening Danamon untuk melakukan transfer via aplikasi ponsel D-Cash.  Penerima transfer dari D-Cash tidak harus memiliki rekening maupun kartu ATM Danamon, namun tetap dapat mengambil uang tunai di mesin ATM Danamon yang memiliki logo D-Cash.  Selama pengirim dan penerima transfer uang tunai via aplikasi D-Cash saling mengetahui nomor ponsel satu sama lain, maka keduanya dapat langsung melakukan tarik tunai tanpa kartu di ATM Danamon.  Sangat simpel dan asyik kan?


Musim libur Lebaran dan sekolah kali ini, wisata arkeologi ke Cirebon sangat layak direkomendasikan.  Selain menaiki kendaraan pribadi atau bis, kereta juga menjadi sarana transportasi yang nyaman dan aman.  Anda pasti dibuat terpesona dengan bangunan bergaya vintage saat turun di Stasiun Cirebon.  Untuk pemesanan tiket kereta pun tak kalah praktis dan mudahnya.  Danamon Online Banking menyediakan fasilitas pembelian tiket kereta melalui website KAI.  Kini tak ada lagi ribet yang membuat frustasi -- baik karena urusan tiket maupun duit -- saat traveling dengan fasilitas Danamon.  Sudah saatnya traveler cerdas memegang kendali langsung perjalanannya.  Salam traveling. 

Bagi yang ingin berwisata ke Cirebon dengan kereta, pemesanan tiketnya dapat dilakukan melalui www.danamononline.com (Dokpri)
Bagi yang ingin berwisata ke Cirebon dengan kereta, pemesanan tiketnya dapat dilakukan melalui www.danamononline.com (Dokpri)
                    

Cara Penggunaan Aplikasi Ponsel D-Cash

Aplikasi ponsel D-Cash dari Danamon membuat urusan bekal uang selama perjalanan menjadi jauh lebih gampang (www.danamononline.com)
Aplikasi ponsel D-Cash dari Danamon membuat urusan bekal uang selama perjalanan menjadi jauh lebih gampang (www.danamononline.com)

Informasi bagi Pengirim:

Reservasi Ponsel D-Cash dapat Anda lakukan dengan cara :

Teman Anda akan menerima SMS notifikasi dari Danamon saat reservasi Ponsel D-Cash Anda berhasil.

Pembatalan atas reservasi Ponsel D-Cash dapat Anda lakukan, dengan cara :

Pilih "D-Cash" pada menu D-Mobile,

Tampil riwayat"D-Cash/SosMed D-Cash /Ponsel D-Cash",

Lalu pilih"Riwayat Ponsel D-Cash",

Pilih reservasi mana yang akan dibatalkan

Konfirmasikan pembatalan reservasi Ponsel D-Cash dengan mPIN

Penerima Ponsel D-Cash akan menerima SMS notifikasi pembatalan


Informasi bagi Penerima:

Penerima Dana akan menerima SMS Notifikasi dari Danamon yang menginformasikan reservasi jumlah dana yang bisa ditarik di ATM Danamon berlogo D-Cash.

Mekanisme Tarik Tunai Tanpa Kartu:

Tekan tombol di samping layar ATM Danamon

Pilih menu "Transaksi Tarik Tunai Tanpa Kartu",

Masukan "No. Ponsel" penerima notifikasi,

Masukan "Passcode" yang telah Anda terima dari pengirim,

Pilih "Jumlah" Nominal Yang Ingin Tarik Tunai,

Anda akan menerima Kode OTP (One Time Password)yang Anda terima melalui SMS, Transaksi telah selesai. Silakan ambil uang dan bukti transaksi

Hal Penting Seputar Ponsel D-Cash :

Masa berlaku reservasi tarik tunai adalah 2 (dua) jam.

Batasan per reservasi adalah 100 ribu -- 500 ribu.

Limit transaksi adalah 1 juta/hari.

Facebook: Khairunisa Maslichul 

Twitter & IG: @nisamaslichul

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun