Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

80 Tahun Habibie dan 71 Tahun Indonesia, Mencintai Tanpa Mendominasi

20 Agustus 2016   20:32 Diperbarui: 21 Agustus 2016   00:25 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antusiasme generasi muda Indonesia saat mecoba menaiki tank dan pesawat rancangan Habibie di Museum Nasional saat Habibie Festival minggu lalu (Dokpri)

Tahun 1978, Eyang resmi membuat teknologi semakin digemari karena bertambah manusiawi bagi generasi muda – anak sekolah banyak yang mengidolakan sang ahli dirgantara asal Indonesia tersebut dan bercita-cita dapat mengikuti jejak Eyang – dengan menjadi Menristek RI hingga tahun 1998.

Eyang Habibie menjadi idola siswa di Indonesia dengan teknologi pesawatnya bersama IPTN (Dokpri)
Eyang Habibie menjadi idola siswa di Indonesia dengan teknologi pesawatnya bersama IPTN (Dokpri)
Maka, menteri favorit generasi muda Indonesia tersebut sukses menerbangkan pesawat N-250 produksi 100% rakyat Indonesia bersama tim dari IPTN pada ulang tahun emas kemerdekaan Indonesia.  Di tahun 1995, dua dekade sebelum para pendiri media sosial dan teknokrat dunia digital dari Amerika Serikat – pendiri FB, Mark Zuckerberg baru berusia 11 tahun waktu itu - memukau sekaligus menyihir kaum muda di seluruh dunia, 

Eyang sudah menjadi bukti nyata bahwa putra Indonesia tak kalah kualitasnya di bidang teknologi.  Tambahkan pula, Eyang mencontohkan langsung (sangat) mungkinnya keseimbangan antara kesuksesan pendidikan dan pekerjaan dengan menuntaskan kuliah S3 beliau di Jerman.  Catat ya, Eyang selalu lulus kuliah di tiap jenjangnya dengan nilai yang “very good.”   

Antusiasme generasi muda Indonesia saat mecoba menaiki tank dan pesawat rancangan Habibie di Museum Nasional saat Habibie Festival minggu lalu (Dokpri)
Antusiasme generasi muda Indonesia saat mecoba menaiki tank dan pesawat rancangan Habibie di Museum Nasional saat Habibie Festival minggu lalu (Dokpri)
Maka kaum muda Indonesia, lupakanlah tren drop-out kuliah jika semata ingin sesukses ‘trio non-sarjana sekaligus penguasa teknologi dari negara Paman Sam’, Steve ‘Apple’ Jobs dan Bill ‘Microsoft’ Gates serta Mark ‘FB’ Zuckerberg.  Indonesia sudah lama memiliki role model yang layak sekali dicontoh dalam dunia teknologi yaitu Eyang Habibie. 

Namun hebatnya, Eyang tak pernah menganggap dirinya jenius dan bahkan sebal disebut demikian – yang belum atau tidak jenius, kalau mau pongah dan jumawa, tolong diingat sudah menyumbangkan dan berbuat hal baik apa untuk Indonesia tercinta – serta mencontohkan bahwa industri teknologi bisa dimulai dari modal sederhana maupun apa adanya seperti halnya Apple yang dimulai oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak dari garasi rumah mereka.

Habibie dari teknokrat lalu birokrat dan menjadi negarawan yang terhormat (Dokpri)
Habibie dari teknokrat lalu birokrat dan menjadi negarawan yang terhormat (Dokpri)
       

Lalu datanglah tahun 1998, tahun yang takkan (pernah) terlupakan bagi segenap rakyat Indonesia.  Dua tahun sebelum era millennium menyongsong, Indonesia menyaksikan pergantian kekuasaan dari era kepresidenan (yang lumayan mirip kerajaan) Pak Harto menuju periode Reformasi di bawah komando Eyang, Wapres ke-7 RI.  Transisi tampuk kepemimpinan nasional dari Presiden RI ke-2 kepada tangan dingin Eyang - namun Syukur Alhamdulillah, selalu minus tangan besi - mampu terkendali tanpa harus mengorbankan lebih banyak lagi air mata para anak bangsa.

Jadilah dengan manajemen Eyang, nilai Rupiah menguat hingga di bawah Rp. 10.000,- setelah dihantam krisis moneter tahun 1997/1998.  Kebebasan pers yang dipasung selama 32 tahun dibuka selebar-lebarnya oleh Eyang.  Bagi beliau, urusan Hak Asasi Manusia (HAM) harus diprioritaskan meskipun Indonesia harus merelakan ‘kehilangan’ propinsi ke-27 atau propinsi termudanya kala itu, Timor Timur, yang sekarang menjadi negara merdeka Timor Leste.

48 tahun bersama Ibu Ainun, Eyang tetap setia mengingat pasangan hidupnya melalui buku yang ditulisnya,
48 tahun bersama Ibu Ainun, Eyang tetap setia mengingat pasangan hidupnya melalui buku yang ditulisnya,
17 bulan menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, Eyang tak lantas ‘patah hati saat cintanya kepada Indonesia bertepuk sebelah tangan’ dalam Sidang Istimewa MPR-DPR tahun 1999.  MencintaiIndonesia tak harus berarti gagal move on sebagai politisi.  Eyang bersama Ibu Ainun menghabiskan 1 dekade ke depan sebagai warga negara biasa yang bahagia di Jerman dan Indonesia.  Cinta memang tak (selalu) harus memiliki apalagi mendominasi.

Enam tahun lalu, Eyang harus rela ketika separuh jiwanya dipanggil Yang Maha Kuasa.  Tahun 2010, Ibu Ainun menyusul Papi (Alwi Abdul Jalil Habibie) dan Mami Eyang, ke alam baka.  Cinta sejati Eyang fisiknya memang telah tiada.  Namun, kenangan manis dan nasionalis tentang Hasri Ainun Habibie akan abadi dengan buku yang ditulis suami tercintanya, Habibie & Ainun.  Selamat hari lahir ke-80, Eyang.  Teruslah menginspirasi kami para anak negeri.

Raga mereka memang tak lagi bersama, namun jiwa mereka senantiasa berada di sisi satu sama lainnya - Eyang Habibie dan Ibu Ainun (Dokpri)
Raga mereka memang tak lagi bersama, namun jiwa mereka senantiasa berada di sisi satu sama lainnya - Eyang Habibie dan Ibu Ainun (Dokpri)
Dokumentasi adalah milik dan hasil jepretan penulis - Khairunisa Maslichul - kecuali gambar mainan Meccano (bersumber dari sini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun