Namun, yang paling saya ingat adalah selain dilarang merokok dan menyentuh peralatan produksi, pengunjung Federal Oil Plant juga dilarang mengambil foto di sana karena menyangkut privasi dan hak paten dari proses produksi. Alhasil, mengikuti sesuai instruksi dan untuk menghormati peraturan sang tuan rumah yang sedang dikunjungi – di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung - saya pun tidak mengambil satu pun gambar selama berada di kawasan produksi Federal Oil Plant di Rawa Bali tersebut.
Â
Â
Namun, ketiadaan dokumentasi berupa foto dapat terobati dengan adanya penjelasan yang informatif dan komprehensif dari Pak Pras, begitu beliau biasa dipanggil. Beliau dengan sabar dan telaten memandu para Kompasianer dari satu bagian proses produksi ke bagian berikutnya, termasuk melayani dan menjawab pertanyaan seputar proses produksi pelumas Federal Oil.
Para Kompasianer lebih tepatnya hanya mengunjungi proses pengemasan (packaging) dari pelumas Federal Oil yang telah siap untuk dimasukkan ke dalam botol-botol kemasan. Sedangkan ruang laboratorium kimia tempat formula pelumas sintetik Federal Oil dibuat dan dicampur memang terbatas hanya untuk para staffnya atau tidak dibuka untuk umum.
Pak Pras bertutur, di pabrik Federal Oil Rawa Bali yang sedang Kompasianer kunjungi masih memakai tenaga manusia saat proses pengemasannya selain pastinya sudah menggunakan enam mesin robotik. Sementara itu, di pabrik Federal Oil Rawa Gelam, semuanya sudah dengan teknologi robotik.
Penggunaan teknologi robotik buatan ABB dari Eropa tersebut pastinya membuat proses produksi Federal Oil semakin efektif dan efisien. Dengan waktu 16 jam kerja per harinya, teknologi robotik dapat mengemas hingga 12.000 (12 ribu) botol/jam di pabrik Rawa Bali dan 16.000 (16 ribu)/jam di pabrik Rawa Gelam. Masih menurut Pak Pras, sejak menggunakan teknologi robotik di tahun 2010, kapasitas produksi Federal Oil meningkat hingga 50% dibanding sebelum memakai robot. Wow, luar biasa!
Â
Â