Mohon tunggu...
Nisa
Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas sebelas maret

Menulis menjadi suatu hal yang saya tekuni dalam hal menuangkan gagasan yang saya kritisi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Remaja Rawan Terjebak Toxic Friendship? Berikut Ciri, Dampak, dan Step Keluar dari Toxic Friendship

19 Desember 2023   16:37 Diperbarui: 22 Desember 2023   19:29 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: news.unair.ac.id

Disusun oleh: Aila Shafa Rahmadhani, Amin Tri Nur Cahyo, dan Annisaul Khoiroh.

Toxic friendship adalah hubungan pertemanan yang menghasilkan pengaruh negatif terdapat dalam beberapa situasi, seperti mempengaruhi psikis seseorang (Desy, 2021). Toxic friendship dapat membuat seseorang merasa tidak didukung, selalu disalahkan, direndahkan, atau bahkan diserang dan segala hal buruk lainnya. Hal ini dapat merusak banyak hal, termasuk mempengaruhi mental seseorang.

Berdasarkan survei online yang kami lakukan kepada 127 remaja dengan batasan umur 12-24 tahun, sebagian besar dari mereka pernah berada dalam toxic friendship. dengan prevalensi 70,1% dari mereka pernah merasa tidak nyaman dengan lingkaran pertemanannya.

Bahkan 75,6% dari mereka menjawab bahwa pernah terjadi konflik dalam lingkaran pertemanannya. Namun, hanya 18,9% dari mereka yang memilih untuk keluar dari lingkaran pertemanannya.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja yang merasa bahwa lingkaran pertemanannya termasuk dalam toxic friendship. Akan tetapi. sebagian besar dari mereka enggan untuk keluar dari lingkaran pertemanannya tersebut. Tentunya hal ini didasarkan atas berbagai pertimbangan dari individu tersebut sehingga enggan untuk keluar dari lingkaran pertemanan toxic nya. 

Sebelum itu, mari kita cari tahu bagaimana sih kelompok pertemanan pada remaja bisa terbentuk?

Memiliki banyak teman merupakan hal yang menyenangkan bagi sebagian besar remaja. Seperti yang kita tahu, remaja adalah masa dimana seseorang akan tumbuh menjadi dewasa mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Untuk itu tidak jarang bagi seseorang yang sedang berada di masa remaja mengeksplor banyak hal untuk mencari jati dirinya.

Salah satu hal yang umumnya dilakukan remaja untuk mengenali identitas dan menggali jati diri mereka adalah bergabung dengan kelompok pertemanan. Remaja akan menjalin relasi sosial dengan remaja lain yang dianggapnya memiliki kesamaan. Apa itu relasi sosial? Menurut Cohen (dalam S. B. Wibowo & Anjar, 2015), relasi sosial merupakan aktivitas dalam menjalin hubungan dengan orang lain, yang didasari atas sense of communality dan mengidentifikasi diri dengan aturan sosial yang dimiliki orang lain. 

Pembentukan relasi sosial terbagi menjadi 4 tahap diantaranya :

  • Zero Contact

Diawali dengan tidak adanya hubungan atau interaksi antar individu. Dalam tahap ini, remaja belum memulai interaksinya dengan kelompok pertemanan tertentu atau anggota kelompok pertemanan tertentu.

  • Awareness

Individu mulai merasakan pentingnya peran dan kehadiran orang lain dalam kehidupan. Pada tahap ini, remaja mulai merasakan pentingnya peran kelompok pertemanan atau orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya untuk saling berinteraksi. 

  • Surface Contact

Respon kesadaran muncul bahwasanya adanya rasa kebersamaan dan solidaritas satu dengan yang lainnya. Sampai sini, remaja sadar bahwa interaksi yang dimilikinya dengan remaja lain menciptakan hubungan yang semakin solid. 

  • Mutuality

Terbentuknya relasi sosial antar individu yang awalnya tidak memiliki hubungan apapun. Sampai sini, remaja mulai tergabung dalam kelompok pertemanan yang tentunya memiliki kesamaan dan merasa adanya keuntungan. 

Setelah melewati keempat tahap pembentukan relasi sosial tersebut, kita jadi tahu nih bagaimana kelompok pertemanan pada remaja bisa terbentuk. Namun, tidak selamanya kelompok pertemanan pada remaja memiliki nilai positif. Ada juga beberapa kelompok pertemanan yang dianggap memiliki nilai negatif, bahkan merugikan masyarakat maupun anggota kelompok itu sendiri. Dalam beberapa kasus, remaja bisa saja terjebak dalam kelompok pertemanan yang toxic, namun enggan untuk mengungkapkan perasaanya dan keinginannya untuk keluar dari kelompok tersebut.

Ketika seseorang menyadari hubungan pertemanannya mengarah pada toxic friendship, mereka cenderung akan menentukan sikap. Sikap merupakan predisposisi dalam memberikan reaksi terhadap objek tertentu dengan cara mengevaluasi berbagai informasi sehingga memunculkan reaksi positif maupun negatif (Samudra et al., 2020, 129). Menurut Diener cara individu mengevaluasi informasi atau peristiwa dari pengalaman menentukan kesejahteraan subjektif seseorang (Ariati, 2010, 119). Maka dari itu, ketika mengambil keputusan untuk menetap atau menghindar dari toxic friendship harus dipikirkan secara matang. 

Reaksi positif seseorang dalam hubungan pertemanan dapat terjadi karena lingkungan yang mendukung, pembahasan yang sesuai, dan masing-masing anggota kelompok memiliki tujuan yang sama. Suasana seperti ini membuat seseorang merasa nyaman dan tidak merasakan adanya toxic friendship. Seseorang yang merasa nyaman cenderung ingin mempertahankan hubungan dengan kelompok pertemanannya karena belum menemukan kerugian yang mungkin saja terjadi akibat dari perilaku anggota lainnya.

Sedangkan seseorang yang telah menemukan tanda-tanda toxic friendship akan memberikan reaksi negatif terhadap hubungan pertemanannya. Reaksi negatif dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan hubungan pertemanan. Hal tersebut wajar dilakukan untuk mengedepankan kesejahteraan subjektif di masa yang akan datang. Namun, apa yang terjadi jika seseorang memberikan reaksi negatif tapi tidak dapat keluar dari hubungan toxic? Hal tersebut berkaitan erat dengan interpersonal dependency. 

Interpersonal dependency juga dapat menjadi faktor mengapa individu enggan keluar dari kelompok pertemanannya karena mereka merasa bergantung pada kelompok tersebut untuk memenuhi kebutuhan sosial, emosional, atau yang lain sebagainya. Selain itu, individu mungkin merasa terikat pada kelompok pertemanannya karena perasaan tanggung jawab atau mungkin rasa hormat. Selain itu, individu mungkin merasa tidak nyaman, canggung, atau bahkan takut ketika berada di luar kelompok pertemanannya, yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perasaan tidak aman, kecemasan sosial, atau ketidakpastian.

Menurut (Dafiq et al., 2023, 30) terdapat dua jenis hubungan toxic yaitu fisik dan emosional. Jenis toxic friendship secara fisik terjadi ketika seseorang menyerang temannya secara langsung dengan maksud mengintimidasi sehingga menyebabkan cedera fisik baik ringan, sedang, maupun berat. 

Sebagai contoh seorang siswi memberi cubitan kecil untuk meminjam pensil kepada temannya yang pelit atau seorang siswa yang menarik kerah baju karena temannya enggan pergi ke kantin. Dalam hal ini intimidasi dilakukan untuk menunjukkan kuasa terhadap orang yang lebih lemah untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Siswi mencubit dengan harapan temannya meminjamkannya sebuah pensil dan siswa yang menarik kerah baju sedang memberi peringatan supaya temannya mau ikut ke kantin. 

Sedangkan hubungan toxic secara emosional merupakan kekerasan yang dilakukan secara verbal yang bertujuan untuk mengungkapkan kritik, tuduhan yang tidak benar, ancaman, dan penghinaan. Seseorang yang mengalami hubungan toxic secara emosional cenderung merasa tertekan, sulit menyampaikan apa yang dirasakan, dan mengalami kesulitan untuk melawan (Abdullah, 2022, 19). Kekerasan emosional tidak hanya diungkapkan dengan nada tinggi, bisa juga diungkapkan dengan ucapan lembut namun kata-katanya menusuk. Hal ini dilakukan semata hanya untuk menghancurkan karakter orang lain (Dafiq et al., 2023, 30).

Beberapa diantara kita secara sadar maupun tidak sadar mungkin pernah mengalami hubungan toxic secara emosional. Yuk simak beberapa contoh berikut untuk mengenal lebih dalam agar kedepannya kita dapat terhindar. 

  • Posesive

Pada kelompok pertemanan sering kali terdapat seseorang yang memiliki rasa cinta berlebihan terhadap kelompoknya (Sitoresmi, 2023). Hal ini menimbulkan keinginan mengajak anggota untuk mengikuti semua rencana kelompok tanpa memikirkan kepentingan orang lain. Rencana tersebut dapat berupa makan bersama, melepas penat dengan liburan, maupun memakai baju dengan warna senada. 

  • Negative Nellie

Negative Nellie merupakan kondisi dimana seseorang selalu berpikir negatif tentang semua hal bahkan terhadap hal-hal positif sekalipun. Orang seperti ini memiliki optimis yang rendah sehingga sering beranggapan bahwa dunia tidak adil padanya (Abdullah, 2022, 16). Seorang negative nellie cenderung melihat kelebihan orang lain daripada kelebihan dirinya sendiri. Akibatnya seorang negative nellie sering mengeluh tentang hal-hal buruk sampai orang lain menaruh perhatian pada kekurangannya. (Nakashima, n.d.)

  • The Critical Cathy

Apa yang terjadi jika kritik negatif terus disampaikan dalam hubungan pertemanan? Hal ini akan menjadi toxic friendship jika seseorang terus mengomentari kekurangan orang lain dan menjadikannya sebagai bahan lelucon. Kritik negatif disampaikan sebagai cara untuk terlihat lebih baik daripada orang lain sehingga perhatian berpusat padanya.

  • Frenemy

Frenemy merupakan kondisi dimana seseorang menganggap temannya sebagai saingan/musuh. Frenemy dapat dipicu oleh perasaan tidak puas terhadap pencapaian diri sendiri dan merasa iri dengan pencapaian orang lain (Dafiq et al., 2023, 32). Frenemy dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri toxic friendship karena dapat menimbulkan perilaku saling menjatuhkan. 

Sebenarnya masih banyak ciri-ciri toxic friendship yang dapat kita kenali. Selagi kita tidak nyaman berada dalam suatu hubungan pertemanan yang diakibatkan perilaku buruk orang lain maka hal tersebut dapat menjadi indikasi kita sedang berada dalam hubungan toxic friendship. 

Perilaku teman dalam hubungan toxic friendship menimbulkan dampak yang merugikan. Apabila kita bertahan dalam toxic friendship beberapa hal berikut mungkin akan terjadi pada kita.

  • Terganggunya hubungan pertemanan

Seorang posesif akan memberi batasan kepada temannya agar tidak bergaul dengan orang lain. Hal ini terjadi karena rasa cemburu dan seorang posesif tidak sadar bahwa usia remaja adalah masa yang tepat untuk menjalin relasi sebanyak-banyaknya (Keny et al., 2023, 924) .

  • Insecure/percaya diri rendah

Akibat terlalu banyak ditekan seseorang akan terus berpikir tentang kekurangannya secara berlebihan. Akibatnya seseorang yang merasa insecure akan merasa tidak pantas berteman dengan siapapun (Zulfah et al., 2022, 296).

  • Mengisolasi diri

Terus berada dalam lingkungan negatif dan mengalami kekerasan emosional dapat membuat seseorang tidak mudah percaya dengan siapapun. Hal ini dapat menyebabkan seseorang membatasi diri agar tidak terjadi interaksi. Pada akhirnya orang yang membatasi diri akan merasa kesepian jika tidak melihat lingkungan lain yang lebih sehat (Keny et al., 2023, 922).

  • Aspek Otonomi kurang baik

Toxic Friendship mengakibatkan aspek otonomi seseorang berkurang. Otonomi kurang baik membentuk pribadi yang sulit memecahkan masalah dan sangat bergantung pada orang lain. Seseorang akan menjadi labil dan cenderung mengikuti keputusan yang dibuat orang lain karena tidak percaya dengan dirinya sendiri (Aini et al., 2023, 1791). 

  • Depresi

Depresi merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya yang dipengaruhi oleh suasana hati yang buruk secara berkepanjangan sehingga mengalami kekurangan energi (Zulfah et al., 2022, 297).

Setelah mengetahui ciri-ciri dan dampak dari toxic friendship, ada 2 pilihan yang bisa kita lakukan, yang pertama yaitu membicarakannya dengan harapan pertemanan masih bisa terselesaikan, atau beralih ke pilihan kedua dengan mengakhiri pertemanan. 

Cara keluar dari toxic friendship

Berikut ini beberapa cara keluar dari toxic friendship yang bisa kita lakukan.

  • Menikmati Waktu Sendiri

Cobalah menjauhkan diri dari kelompok pertemanan tersebut. Tentu saja banyak hal positif yang dapat dirasakan saat fokus pada diri sendiri.

  • Tetapkan Batas

Jika masih ingin mencoba untuk mempertahankan persahabatan, pastikan batasan yang jelas. Jelaskan pada teman jika mereka sudah melakukan hal-hal yang kelewatan.

  • Coba Menjauh dan Menghindar

Seseorang tidak mungkin bisa berubah cepat. Tapi jika memang tidak ada tanda perubahan sama sekali, cara terbaik keluar dari toxic friendship adalah menjauh dan menghindari teman toxic tersebut. Pastikan untuk benar-benar menghindari hubungan yang berdampak buruk pada fisik maupun mental.

  • Konsisten dengan Keputusan yang Dibuat

Jangan sampai kita kembali kepada hubungan pertemanan yang merugikan. Gunakanlah pengalaman ini sebagai pelajaran untuk membangun hubungan yang lebih sehat di masa depan.

  • Mencari Dukungan

Mencari dukungan adalah langkah penting dalam usaha untuk membebaskan diri dari pertemanan yang toxic. Jadi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan seorang konselor, terapis, atau psikolog.

Friends, sekarang tahu kan langkah apa yang perlu diambil untuk keluar dari toxic friendship ini. Mulai sekarang, cobalah untuk mengedepankan kepentingan, kesehatan, dan kenyamanan diri ya. Tentunya jangan ragu untuk mengutarakan perasaan jika sekiranya ada yang mengganggu dalam kelompok pertemananmu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. U. (2022). Hubungan Toxic Relationship Terhadap Gangguan Kesehatan Mental Pada Remaja (Di Pondok Pesantren Mathlabul Ulum Desa Jambu Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep).

Aini, N., Cahyani, A. P. R., Nindiarto, A. S., Falsaf, D., & Indreswar, H. (2023, Agustus 5). Psychological Well-Being Siswa SMK yang Berada dalam Kelompok Pertemanan Toxic. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Ariati, J. (2010, Oktober). Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja Pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip, 8, 117-123. http://eprints.undip.ac.id/51612/1/1._SWB_dan_kepuasan_kerja_Vol_8_No_2_Okt_2010.pdf 

Dafiq, N., Camela, M. M., Akur, M. F., Jeniati, E., & Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng Jl. Jend. Ahmad Yani, No.10, Ruteng Flores 86508. (2023, Juni 1). Toxic Relationship Pada Remaja: Studi Literatur. Jurnal Wawasan Kesehatan, 8(25484702), 27-35. https://stikessantupaulus.e-journal.id/JWK/article/view/163 

Keny, W. C., Syahputra, R. F., Pratomo, D. R., & Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Surabaya. (2023). Pengalaman Toxic Relationship dan Dampaknya Pada Kalangan Generasi Muda (1234-5678 ed.). Prosiding Seminar Nasional.

Nakashima, N. (n.d.). How to Handle a Negative Nelly Client: 3 Steps to Diffusing a Negative Client | Naomi D. Nakashima, professional B2B ghostwriter and writing coach. Naomi Nakashima. Retrieved December 18, 2023, from https://helpmenaomi.com/handle-a-negative-nelly-client/ 

Samudra, T. B., Maslichah, Sudaryanti, D., & Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang Universitas Islam Malang. (2020, Februari). Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Dan Kontrol Keperilakuan Yang Dipersepsikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Batu. Jurnal Ilmiah Riset Unisma, 9, 127-143. https://jim.unisma.ac.id/index.php/jra/article/viewFile/6374/5254 

Sitoresmi, A. R. (2023, October 30). Arti Posesif dalam Pertemanan yang Tak Disadari, Kenali Ciri dan Cara Mengatasi. Liputan 6. Retrieved December 18, 2023, from https://www.liputan6.com/hot/read/4606075/arti-posesif-dalam-pertemanan-yang-tak-disadari-kenali-ciri-dan-cara-mengatasi?page=2

Zulfah, R. F., Fitriyah, D. W., & Zuhro, A. Q. (2022). Analisis Dampak Manajemen Konflik Toxic Friendship Pada Santri di Pondok Pesantren Darul Arifin 2. Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis (JEMB, 1(Juli-Desember), 290-299. https://doi.org/10.47233/jemb.v1i2.733 

Putri, R.A. (2023, October 15). Toxic Friendship: Ciri, Dampak dan Cara Menghadapinya. Orang.co.id. Diakses dari https://www.orami.co.id/magazine/toxic-friendship?page=all

Sejati, Sugeng., Badriah, L., Juniza, E. (2023, April 1). Dampak Negatif Perilaku Toxic Friendship dengan Kualitas Pertemanan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun