Mohon tunggu...
Nirmala Ayu Diana
Nirmala Ayu Diana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Telkom University

Ribuan mil perjalanan dimulai dari satu langkah pertama.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jenderal "Gila" yang Cinta Damai

21 November 2021   15:08 Diperbarui: 21 November 2021   15:28 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Beberapa tahun kemudian saat pangkat kolonel melekat padanya, Gatot terlibat pertempuran melawan Belanda di Ambarawa, Jawa Tengah. Serentetan tembakan dan ledakan terdengar dari segala penjuru. Kala itu, langit seolah-olah sedang menghujani mereka dengan peluru. Suasana semakin tak terkendali dengan aura membunuh yang begitu kental.

Dua kali suara tembakan terdengar nyaring. Pihak lawan seperti sedang berusaha untuk menciutkan nyali para prajurit, sekaligus memberikan peringatan agar mereka tidak melancarkan serangan balasan dan memilih untuk menyerah kepada Belanda. Jika para prajurit tersebut masih tetap ingin hidup dan tidak mati mengenaskan dengan berlumuran darah.

Mereka yang berada di bawah komando Gatot itu, saat ini tengah bersembunyi di balik markas sambil merundingkan strategi perang yang akan digunakan. Para prajurit tidak sedikit pun merasa gentar apalagi takut oleh gertakan-gertakan yang diberikan Belanda. Sebab, bagi mereka NKRI adalah harga mati. Meskipun nyawa menjadi taruhannya, mereka akan terus berjuang mengusir penjajah dari Ibu Pertiwi hingga titik darah penghabisan.

Gatot memerintahkan salah seorang anak buahnya yang berpangkat Mayor untuk menemuinya, Soeharto namanya.

"Hei, Monyet. Mari ke puncak ke sini!" teriak Gatot.

Sudah tidak heran lagi bahwa Gatot yang berpangkat Kolonel memang gemar memanggil anak buah dengan kalimat sesukanya. Termasuk panggilan 'monyet' yang sering ia lontarkan jika keadaan hatinya sedang senang. Kalimat legendaris yang akan selalu diingat oleh seluruh anak buahnya sampai kapan pun.

Saat presiden kedua RI tersebut sudah berada di hadapannya, Gatot berkata, "Saya perintahkan kamu untuk menjaga puncak bukit tersebut pada malam hari. Tempatnya strategis sehingga bisa berakibat buruk jika jatuh ke tangan Belanda. Kita harus selangkah lebih awal dari para penjajah."

Setelah memberikan perintah, Gatot menyerahkan sepenuhnya keamanan di atas bukit kepada Soeharto. Ia percaya bahwa Soeharto dapat diandalkan karena keahliannya dalam mencium siasat musuh. Sehingga tanpa pikir panjang, Gatot menitipkan tanggung jawab kepada salah satu anak buah kepercayaannya tersebut.

Duar! Duar! Duar!

Saat malam tiba, terdengar suara tembakan disertai ledakan yang beruntun. Gatot kaget bukan main tatkala ia mendapati bukit yang dijaga oleh Soeharto dibombardir secara bertubi-tubi oleh Belanda. Suara ledakannya sangat membahana, membuat Gator gemetar membayangkan Soeharto dan anak buahnya yang tewas dalam serangan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun