Mohon tunggu...
Nirmala Ayu Diana
Nirmala Ayu Diana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Telkom University

Ribuan mil perjalanan dimulai dari satu langkah pertama.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jenderal "Gila" yang Cinta Damai

21 November 2021   15:08 Diperbarui: 21 November 2021   15:28 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegaduhan yang sedang terjadi saat ini cukup membuat seisi kelas gempar. Pasalnya, baru kali ini seorang anak Indonesia berani melawan seorang anak Belanda hingga menimbulkan luka pada sudut bibir orang kulit putih tersebut. Untungnya, murid yang lain sigap memanggil guru, sehingga pertengkaran bisa segera dilerai.

"Bisakah kalian jelaskan apa yang sedang terjadi?" tanya sang Guru dalam bahasa Belanda, sembari menjauhkan kedua anak tersebut.

"Gatot yang mulai duluan, Bu!" seru salah seorang murid sambil menunjuk Gatot.

Kemudian guru tersebut menatap Gatot dengan mata memicing curiga. "Apa yang dikatakan itu benar?"

Gatot bergeming sejenak tanpa melepaskan pandangan dari anak residen Belanda di hadapannya. "Sekalipun kukatakan itu salah, kau tidak akan memihak padaku. Aku hanya tidak bisa duduk dan berdiam diri saja saat tanah airku dilecehkan seenaknya."

Suasana kelas semakin tidak kondusif tatkala mendengar ucapan itu keluar dari mulut Gatot. Timbulah pro dan kontra sehingga terjadi perdebatan di kalangan para murid Europeesche Lagere School (ELS). Sang guru memijat pelipisnya, dihelanya napas dalam-dalam lalu diembuskan perlahan. Miris mengingat gaji seorang guru tidak begitu besar, tetapi ia masih harus mengurusi masalah seperti ini.

Setelah dirasa pertikaian tersebut tidak kunjung menemui titik tengah, ditatapnya kedua murid yang sedang berselisih paham itu. "Gatot, tolong sampaikan kepada orang tuamu untuk menemui ibu besok di sekolah."

Setelah melalui perbincangan yang cukup mendalam dengan kedua orang tua dari masing-masing murid, akhirnya sekolah memutuskan untuk mengeluarkan Gatot. Memang terdengar tidak adil, tetapi baik Gatot maupun kedua orang tuanya tidak mampu melakukan apa-apa selain menerima hasil keputusan tersebut. Sangat disayangkan, sebab untuk memasuki sekolah itu, ia mesti bersusah-payah dengan meminta bantuan Bupati Banyumas.

Ternyata tidak sampai di situ saja, Gatot juga tidak diizinkan untuk memasuki sekolah pemerintah. Namun, untunglah salah seorang anggota keluarganya yang mengajar di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Cilacap, bersedia memberikan bantuan kepadanya.

Sejak saat itu, Gatot pindah dari Banyumas ke Cilacap. Meskipun pendidikan formal yang ditempuh Gatot hanya sampai HIS saja, tetapi ia berhasil diterima kerja sebagai pegawai. Namun, pilihannya menjadi pegawai ternyata tidak mampu memuaskan jiwanya. 

Alhasil, ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut, lalu mengambil kesempatan yang diadakan oleh Pemerintah Hindia Belanda bagi anak-anak Indonesia berijazah sekolah rendah untuk memasuki pendidikan militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun