Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Joko S Tjandra, Presiden Jokowi, dan Lina Gadis Seksi Langganan Bakso Kampus UI

8 Januari 2017   11:15 Diperbarui: 8 Januari 2017   11:31 4844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lina paham bahwa Presiden Jokowi ditemui oleh Eka Tjandranegara dan kerabat Joko S Tjandra di Papua Nuigini pada 11 Mei 2015 lalu. Joko Tjandra memiliki saudara kandung Hilda Tjandra, Lady Eleana Tjandranegara MBE, Lily Benner, dan Wei Wei Hanafi. Pertemuan itu sungguh tak mengenakkan  bagi Presiden Jokowi dan di luar rencana, karena pada acara itu adalah acara pertemuan dengan warga negara Indonesia.

Kini Joko S Tjandra sebagai bos Mulia Group malang-melintang dalam bisnis di dalam dan di luar negeri. Hotel Mulia di Jakarta dan Bali serta bisnis property dan industri tetap mentereng dan berkibar-kibar dengan gagahnya. Semua itu berkat tangan dingin taipan Joko Tjandra dan Eka Tjandranegara dan juga saudarinya Eleana Tjandra.

Sejak beberapa lalu Kejaksaan Agung dan Polri tengah berusaha untuk mencari celah untuk menangkap Joko S Tjandra yang telah berkewarganegaraan Papua Nuigini. Berbagai cara dilakukan namun masih mengalami kendala yang luar biasa – baik internal Indonesia maupun juga internal Papua Nuigini.

Di internal Papuan Nuigini sendiri penuh dengan skandal seperti Seabed Mining, SABLs, Joko S Tjandra, Naima Rice Project, Singapore Scandal, Taiwan Scam, dan banyak lainnya.

“Plus kecerdasan dan kelihaian Joko S Tjandra dalam menghadapi kasus hukumnya di Indonesia,” pungkas Lina.

“Dan jaringan hukum dan politik di Indonesia dan PNG,” kataku.

Itu pembicaraanku dengan Lina pekan lalu.

Gadis itu berperawakan tinggi sedang semampai. Kulitnya putih bersih. Berambut sebahu dan tubuh dibalut celana bahan dan hem putih dengan sepatu high heel, Lina, gadis itu, bergegas menuju pesawat Garuda yang akan bertolak ke Singapura dari Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta.

Di usia 27-an Lina justru tampak seperti remaja biasa, jauh lebih muda dari usianya. Buku adalah teman mainnya setiap saat. Tak ada waktu jeda memelototi buku dan sekelilingnya – di balik kacamata hitamnya. Bukan hanya satu, namun beberapa buah buku dibawanya di tas jinjing noken Papua.  Tas itu dibeli di Bandara Domine Eduard Osok yang terbuat dari anyaman kulit kayu dari Papua. Beberapa buku yang tampak di tas yang ditenteng adalah novel karya Sidney Sheldon dan Daniel Steel.

Tak tampak gadget atau smart-phone dalam tas anyaman itu.  Head-set yang menjadi trend gadis muda seusianya pun tidak menyangkut di kedua telinganya. Justru gagang kacamata hitam Oaklay terbaru bertengger di kedua telinga gadis itu, menutupi wajahnya yang oval.

Justru yang dibawanya adalah hape jadul ala Hotman Paris Hutapea. Katanya, model hape jadul begitu gampang mengoperasikannya dan tidak panas dipakai di telinga.

“Lin,” sapaku di dalam pesawat. Aku sudah sejak lama mengamati Lina dan aku lebih dulu masuk ke pesawat aisle 6A.

Lina duduk di sebelah jendela bernomor 6A, nomor kursi favorit semua penumpang pesawat. Aku duduk di dekat aisle dan tidak begitu nyaman duduk dekat jendela.

Koran Kompas  aku buka.

“Ada berita tentang Rektor IAIN Cirebon Maksum Mukhtar korupsi pengadaan tanah, Lin,” kata lelaki itu.

Lina tetap diam membisu sambil mata binarnya memandangi para penumpang mudik hilir di dua aisle pesawat Boeing 737-800 itu.

Juga berita Edy Yuwono dari UJS korupsi CSR, juga ada Abdul Latif mengorupsi APBN. Berita lain yang juga heboh adalah pemilihan rektor yang disinyalir disogok menghentak di 8 perguruan tinggi di Indonesia. Namun informasi itu bisu dan tak menarik bagi Lina dan Niko.

Pesawat tinggal landas dari Bandara Soekarno Hatta dengan sedikit hentakan. Terbang meninggi di awan 33,000 feet, pesawat itu tenang mengangkasa selama penerbangan 1 jam 40-44 menit menuju Bandara Changi.

Tak lebih dari 10 menit mengudara, pramugari mulai menyuguhkan hidangan. Masakan Indonesia dan Barat yag boleh dipilih. Lina memilih makanan rending, tumis jagung, serta snck dan tentu tak ketinggalan nasi. Aku memilih makanan yang sama.

“Indonesia banget ya, gue?” tanyanya sambil tergelak.

“Kok pakai keju?” sahutku.

“Plus, lucunya, Garuda selalu memberi bonus tusuk gigi!” timpal Lina.

“Kotor kali geligi para penumpang, ha ha ha ha!” kataku sambil ngakak tergelak.

Banyak penumpang menoleh ke arahku. Aku pandangi mereka dan mereka mengalihkan mukanya.

Lina kembali tergelak. Para penumpang yang duduk di bagian belakang tampak rakus melahap makanan. Mungkin mereka belum makan pada pagi harinya.

Pesawat penerbangan Garuda GA821 sejatinya pesawat yang biasa melayani rute Jakarta - Kuala Lumpur - Jakarta. Entah mengapa dialihkan melayani ke Singapura.

Pesawat mendarat di Changi. Lina bergegas meninggalkan pesawat. Lina menghilang dari keramaian Changi menuju daerah Marina Bay.

“Lin, nginap di mana?” tanyaku.

 “The Fullerton Hotel,” sahutnya pendek.

“Hotel tempat Gayus Tambunan menginap beberapa hari,” timpalku.

“Juga Muhammad  Nazaruddin juga menginap di sana,” sahut Lina.

“Nazaruddin tinggal juga di Bastion Hotel di Calle del Sargento, Cartagena des Indias,” kataku.

“Ya, kamu kan ikut ke sana ya? Ha ha ha … .” timpalnya.

Lina bergegas. Aku beringsut meninggalkan.

Beberapa hari berlalu tanpa kontak sama sekali antara aku dan Lina. Aku sesekali makan di plaza-plaza di kawasan Orchad Road mengamati pergerakan para warga negara Indonesia yang lucu-lucu. Kini tak ada beda soal selfie antara turis Melayu, Tionghoa, Jepang, dan Barat – rata-rata suka selfie. Selfie adalah identitas diri.

Aku duduk menikmati kopi di pojok Tiffany Café di Eu Tong Sen Street. Kami suka dengan café ini karena buka non-stop 06:00 – 23:00.

“Hai!” sapa Lina menemuiku dan mengambil tempat duduk persis di depan aku.

So, what did you get about Joe Chan?” tanyaku. K

Gosh! Susah dan rumit tampaknya!” sahut Lina sambil merebahkan badannya di kursi café.

“Jadi susah mengekstradisi dari PNG?” tanyaku.

Joko S Tjandra sudah menjadi warga negara Papua Nuigini. Dalam daftar buronan Interpol tercantum di web-site-nya ada nama Tjandra Joko Soegiarto, dengan register 2009/21489 sebagai warga negara Indonesia.

“Pun, akan sulit mengekstradisi. Jaringan dia terlalu kuat di Indonesia dan di Papua Nuigini alias PNG sana,” kata Lina menjelaskan.

“Oh!” kataku.

“Bahkan PM O’Neill pun sejak 2012 sampai 2012 gagal meyakinkan Mahkamah Agung PNG untuk mengekstradisi Joko S Tjandra,” kata Lina.

“Kenapa?” tanyaku kepo.

“Ada anggota parlemen merangkap jabatan Menteri Luar Negeri, Urusan Imigrasi, dan Jaksa Agung Ano Pala yang tampaknya melindunginya di sana!” jelas Lina.

Dari keterangan yang dihimpun tampak sekali adanya skandal hebat soal Joko S Tjandra yang menghebohkan pula di PNG. Masuknya Joko S Tjandra dengan pesawat jet charter Gulfstream N8989N pada 10 Juni 2010 di Bandara di Port Moresby pun mendarat ketika semua pesawat sudah tutup melayani. Pesawat Qantas, Air Niugini, Nuigini Airlines, dan Virgin Blue semuanya telah tutup. Bandara ternyata menerima pendaratan khusus jet pribadi charter JST, inisial Joko S Tjandra di Mulia Group.

“Terus?” tanyaku.

Pun ketentuan perundangan berhasil dikelabuhi oleh JST karena tercatat Joko dianggap telah tinggal 10 tahun di PNG. Pun persiapan untuk mendapatkan kewarganegaraan telah diantisipasi jauh hari. Lady Eleana Tjandranegara telah menjadi WN PNG dan membuka usaha bisnis sebagai tangan kanannya. Bisnis yang ditangani adalah usaha pembukaan lahan padi di Provinsi Tengah dengan konsesi sewa 100,000 hektar, Naima Rice Project, yang akan menguasai distribusi beras di PNG yang seluruhnya mengimpor. Untuk sementara, impor ditangani oleh perusahaan

“Sudah melihat Joe Chan?” tanyaku.

“Belum,” sahutnya lirih.

Kabar yang terpetik adalah Joe Chan malang-melintang bergerak ke Asia Tengah, Malaysia, Hongkong, Macau, Eropa Timur, Singapura dengan home base di Port Morestby. Bahkan saking pentingnya, dengan investasi di berbagai sektor di Papua Nuigini, Joe Chan selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari Pemerintah PNG.

“Pesawat TNI-AU pernah menyergap pesawat Falcon milik Pemerintah PNG di wilayah udara Sulawesi yang menerbangkan beberapa orang termasuk di dalamnya adalah Wakil Perdana Menteri PNG. Penyergapan ini tidak memaksa pesawat mendarat karena adanya pejabat penting di dalamnya – termasuk dikabarkan Joko S Tjandra. Pesawat tinggal landas menuju Port Morestby,” kata Lina.

Jaringan koneksi Joe Chan di PNG meliputi wakil perdana menteri, William Duma, Rimbink Pato, Ano Pala, dan bererapa pejabat tinggi lain. Jaringan ini dibuka beberapa tahun lalu ketika Eleana Tjandranegara menjadi WN Papua Nuigini.

“Hal ini yang mendasari bahwa Joko Tjandra dianggap telah memenuhi semua prosedur menjadi WN PNG. Seperti yang disampaikan oleh Ano Pala dan juga Pato, meskipun dipertanyakan oleh PM O’Neill sekalipun,” beber Lina.

“Jadi secara legal formal sah!” kataku.

“Iya.”

Tentang Nota Kesepahaman alias Memorandum of Understanding (MOU) antara PNG dan Indonesia terkait perjanjian ekstradisi masa Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, perjanjian itu belum diratifikasi baik oleh PNG maupun Indonesia sampai saat ini.

“Jadi tidak ada payung hukumnya dong?” retorik Lina.

“Hmmm hmmm.”

One more black coffee, please!” kataku memesan lagi satu kopi tubruk.

Me, too. Java coffee, please!” pinta Lina.

Very well,” kata waitress yang tampak sebagai suku Melayu Singapura tetap dengan bahasa Inggris-nya.

Di Singapura orang Indonesia sering kecele menegur pekerja toko sebagai dianggap orang Indonesia karena tampang Melayu. Padahal mereka WN Singapura.

Bahkan di Parlemen PNG berkali-kali kasus Joko S Tjandra gagal menjadi pembahasan. Lebih hebatnya lagi penganugerahan kewarganegaraan Joko Tjandra tidak pernah dilakukan di bawah sumpah di Parlemen PNG sebagaimana seharusnya.

Pun trik lainnya juga Joko Tjandra mengubah nama dirinya menjadi Joe Chan yang jelas telah mengubah seluruh legal formal di semua bandara internasional yang disinggahi. Nama Joe Chan clear dari catatan imigrasi dan bahkan Interpol. Nah. Lho.

“Penggantian nama ini tetap tidak membuat Joko S Tjandra kehilangan kewarganegaraan WNI.” Kata Lina.

“Kalau politik mendukung, soal nama ini akan menjadi senjata dan PNG akan disalahkan dan Joko S Tjandra akan berkilah itu urusan hukum dia dengan PNG dan Joko tak pernah menanggalkan WNI-nya.” Analisisku mengamati kelihaian otak criminal Joko S Tjandra.

Sementara rekan Joko S Tjandra seperti Setya Novanto sebagai mantan petinggi di Era Giat Prima alias EGP, yang menjadi motor kasus cessie Bank Bali, kini tetap berkibar menjadi Ketua DPR. Posisi yang setingkat lebih rendah kekuatannya dengan Ketua MPR dan Lembaga Kepresidenan.

“Ditengarai, kini Joko S Tjandra banyak berdiskusi dengan Muhammad Riza Chalid sang mafia Petral yang beserta dengan kroninya mampu mengeruk hampir Rp 2,000 triliun selama paling kurang 15 tahun sebelum pembubaran Petral oleh Presiden Jokowi,” ungkap Lina.

Joko S Tjandra, Muhammad Riza Chalid, dan beberapa orang lain saling berteman secara bisnis. Riza Chalid adalah rekan bisnis kuat Setya Novanto. Setya Novanto sendiri adalah teman Joko S Tjandra dan satu penanggung jawab PT Era Giat Prima. Bahkan menyebut beberapa orang saling terkait bisnis di Indonesia termasuk tentu Hatta Rajasa dan berbagai taipan yang tersangkut BLBI.

“Ditangkapnya Samadikun Hartono di Tiongkok, kan jadi contoh kerja Kejaksaan Agung dan Intelejen Indonesia menangkap buronan?” tanya Lina.

“Ya. Meski mengubah nama menjadi Joe Chan dan WN PNG, Indonesia akan tetap menangkap Joko S Tjandra di luar PNG,” sahutku.

“Ya sambil menunggu perkembangan peta politik di PNG berubah. Selama O’Neill, Ano Pala, Rimbink Pato, William Duma, dll. dan usaha bisnis Joko S Tjandra dengan gawang Eleana Tjandranegara di PNG, maka posisi Joko S Tjandra akan tetap aman. Parlemen PNG pun tak mampu berbuat apa-apa menghadapi Joko S Tjandra,” tambah Lina.

Dari Istana Presiden Jokowi terbetik kabar bahwa berbagai kasus BLBI, Century, E-KTP, dan juga kasus-kasus besar lain akan diungkap untuk penegakan hukum. Tujuannya adalah untuk keseimbangan politik hukum dalam menghadapi situasi politik panas di Indonesia saat ini.

Lina pun beringsut menuju Bandara Changi dalam penerbangan menuju Taiwan, melihat koneksi kasus Taiwan di PNG dengan Joko Tjandra alias Joe Chan.

Aku tetap duduk menyeruput kopi sambil memandangi Lina, berambut sebahu bertinggi semampai dengan tentengan travelling cabin luggage dan tas Noken Papua berisi buku-buku – tanpa gadget dan smart-phone dan tas bermerek.

Salam bahagia ala saya dari Singapura, masih di pojok Tiffany Café di Eu Tong Sen Street.

Catatan: Sumber foto di atas dari pngexposed.files.wordpress.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun