Namun karena memang sentiment anti pemerintah tinggi, maka sebagian pihak menyebut sebagai pengalihan. Yang benar adalah kenyataan bahwa aparat intelejen Indonesia dalam kasus terorisme telah melakukan pemetaan dengan sangat teliti. Bahwa Polri dan aparat intelejen telah mengantongi seluruh jaringan utama teroris di Indonesia.
Pemetaan teradap teroris diketahui, mulai jaringan Al Qaeda pimpinan Hambali, jaringan teroris pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, teroris Indonesia bekas yang berperang di Afghanistan dan para keturunannya, serta berbagai jaringan lainnya, termasuk kalangan eks teroris ISIS. Mereka semua dipantau dengan seksama dan Polri hanya akan bertindak setelah mereka bergerak. (Inilah kekurangan kekuatan UU Anti Terorisme Indonesia yang berbeda dengan ISA di Singapura dan Malaysia yang bisa menangkapi teroris ketika niatan muncul.)
Jadi, begitu jaringan Bahrun Naim sudah bergerak, maka dengan sigap Polri bertindak tepat. Jadi prestasi Polri dalam membekap jaringan teroris Bekasi adalah hasil operasi intelejen yang sangat cermat dan brilian berdasarkan blue-print pemetaan terhadap para teroris dan jaringan mereka yang sudah diketahui.
Dengan demikian, aneka demo 411 dan 212 serta berbagai aktivitas karnaval kebangsaan di Indonesia telah berhasil memetakan tiga hal. Peta aktivitas politik, keberagamaan, dan terorisme lebih dapat dikenali dengan baik. Rangkaian pernyataan Presiden Jokowi terbukti dengan aktivitas demo yang ditunggangi politik dan lainnya yakni dengan ditangkapnya para tersangka makar. Pun pemanfaatan momentum suhu politik bukan hanya oleh anasir teroris, politikus trondolo, begundal politik, Â namun juga oleh pemerintah. Inilah momentum yang sangat menentukan bagi Presiden Jokowi.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H