Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Abu Janji Tak Pukul Kakak, Abu yang Sabar

23 Agustus 2015   15:54 Diperbarui: 23 Agustus 2015   15:54 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="No hands I Sumber www.viralthread.com "][/caption]

Ini kisah humanisme anak Abu yang harus menjadi bacaan bagi anak-anak, remaja dan orang tua. Kisah anak Abu yang pintar dan ganteng begitu mengoyak nurani. Anak-anak perlu inspirasi dan kisah kehidupan yang humanis agar perilaku mereka tidak beringas dan brangasan. Hilangnya mata pelajaran budi pekerti dan pendidikan moral Pancasila di sekolah dasar sampai menengah membuat anak-anak kehilangan kepribadian yang adiluhung. Intelejensia dibangun dan ditingkatkan, namun moral dan budi pekerti sirna dan tak terpikirkan oleh anak-anak kita, juga anak Abu. Mari kita tengok pentingnya anak pintar dalam kisah Abu yang sabar dengan hati jauh dari gembira ria senang sentosa riang ria bahagia suka-cita pesta-pora suka-suka selamanya senantiasa.

Anak Abu sedang berlatih menulis kembali. Dengan penuh kesulitan anak Abu yang baru kelas 4 SD itu meneteskan air mata. Matanya menerawang ke pengalamannya dan kejadian yang menimpanya. Tetesan air mata membasahi pipinya. Tulisan anak Abu sampai saat ini belum bisa dibaca.

Anak Abu sangat kesulitan menulis. Faktor kesulitan ini tak terbayangkan sebelumnya. Anak Abu tak pernah memikirkan bahwa hal ini akan dialami. Abu dan Mama Abu dengan sabar membimbing anak Abu untuk berlatih menulis.

Namun, lagi-lagi anak Abu menerawang ingat kebiasaannya tiga bulan lalu bermain game online. Keindahan dan kesenangan bermain game menjadi hal yang tak dapat diganggu. Itu bayangan masa lalu anak Abu yang kini susah dilakukan. Terbatas.

Mama Abu sering menangis setelah sholat dan berdoa buat anak Abu.

Game online telah membentuk wataknya. Bahwa anak Abu memang pintar. Berkat gadget maka yang dilakukan oleh anak Abu sebagian besar adalah bermain game online. Game online telah menjadi kebutuhan anak Abu. Setiap hari jatah anak Abu bermain game adalah 2 jam. Namun, karena kecerdasannya, jatah dua jam dianggap satu sesi.

Anak Abu bisa bermain sampai 2 jam kali 3 kali. Waktunya begitu banyak tersita. Meskipun tanpa belajar anak Abu memang cerdas. Hanya dengan mendengarkan guru anak Abu cukup. Tak perlu belajar di rumah. Lama kelamaan, sikap anak Abu yang dulunya manis dan lembut berubah.

Game online dan tidak adanya pelajaran budi pekerti membuat anak Abu kasar. Sering kali anak Abu marah jika kakak perempuannya yang sabar dan cantik menegurnya ketika anak Abu bermain game.

“Ngapain sana!” teriak anak Abu keras dan kasar.

“Plak! Plak!” Pukulan dilayangkan oleh anak Abu.

Kakaknya tetap sabar. Kali lain, anak Abu juga membentak Mama. Mama Abu cuma bisa meneteskan air mata ketika habis sholat. Anak Abu berubah menjadi dari anak yang manis dan cerdas serta pintar menjadi anak yang memukuli kakak dan membentak Mama Abu.

“Nak, udah jangan melamun!” kata Abu mengingatkan.

Anak Abu terhenyak. Anak Abu teringat kisah-kisah yang diceritakan oleh Mama Abu beberapa bulan lalu sebelum kejadian menimpanya. Doa kakak perempuan Abu dan doa Mama Abu yang dianiaya oleh anak Abu sungguh didengar oleh Allah SWT. Mama Abu, anak perempuan Abu dan Abu menyesali doa yang tidak diucapan.

Allah SWT sudah mengetahui masa depan anak-anak ketika dewasa. Itu tercermin dalam kisah Nabi Musa yang kaget melihat Nabi Khidhir membunuh seorang bocah yang sedang bermain membuat Mama Abu dan Abu serta kakak perempuan Abu menjadi sedih. Allah SWT tahu apa yang akan terjadi. Bocah itu dibunuh karena ketika dewasa akan membunuh orang tuanya.

“Mama …” kata anak Abu lembut kali ini.

“Ya sayang..,” sahut Mama Abu sambil meneteskan air mata melihat kesulitan anak Abu berlatih menulis.

“Coba sekali lagi!” pinta Mama Abu.

“Susah Mama!” sahut anak Abu sambil meneteskan air mata.

“Ya, sudah makan dulu!” kata Mama Abu.

Maka kakak Abu – yang dulu biasa dipukuli oleh anak Abu – mengambilkan makanan, dengan air mata bercucuran.

“Mama susah memegang sendok!” keluh anak Abu.

Mama Abu menyarankan untuk berlatih. Mama Abu teringat peristiwa itu. Tak ada yang menyangka.

“Mama, Kakak maafkan Anak Abu ya … suka memukuli Kakak dan membentak Mama! Kini aku tidak memiliki tangan lagi. Kini aku harus memegang pensil dengan kakiku. Kini aku harus menjepit sendok dengan kakiku. Allah SWT mengambil hak-nya melindungi aku, anak Abu dengan mengambil kedua tanganku,” kata anak Abu sambil sesengggukan.

Mama Abu dan Kakak serta Abu tak bisa berkata-kata. Hanya air mata menetes deras.

“Dengan tidak memiliki tangan,“ lanjut anak Abu, “aku tidak bisa memukuli Kakak lagi. Allah SWT Maha Besar. Allah SWT Maha Penyayang. Aku menerima hukuman dari Allah SWT dengan tidak memiliki tangan lagi. Tak bisa bermain game lagi. Tak bisa makan dengan leluasa. Namun, Mama, Kakak maafkan aku. Seandainya aku diberi oleh Allah SWT tangan seperti dulu, aku tak akan gunakan tangan aku untuk memukuli kakakku! Aku menyesal. Seharusnya aku tidak memukuli Kakak dan tidak membentak-bentak Mama! Allahhu akbar!” 

Pecahlah tangis di rumah itu. Abu, Mama Abu, Kakak dan Mama Abu serta anak Abu saling berpelukan menangis. Hanya anak Abu yang tak bisa memeluk karena kehilangan dua tangannya akibat kecelakaan dan diamputasi. Anak Abu menyesal dulu sering memukuli Kakak perempuan yang sabar dan tak berdaya. Juga menyesali sering meneriaki Mama Abu.

Sesal kemudian tak berguna. Maka janganlah kalian gunakan tangan untuk memukuli orang lain, Kakak perempuan, juga nggak boleh. Maka janganlah membentak-bentak Mama Abu, nanti ketika Allah mencabut suara, sesal kemudian tak berguna.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun