Mama Abu menyarankan untuk berlatih. Mama Abu teringat peristiwa itu. Tak ada yang menyangka.
“Mama, Kakak maafkan Anak Abu ya … suka memukuli Kakak dan membentak Mama! Kini aku tidak memiliki tangan lagi. Kini aku harus memegang pensil dengan kakiku. Kini aku harus menjepit sendok dengan kakiku. Allah SWT mengambil hak-nya melindungi aku, anak Abu dengan mengambil kedua tanganku,” kata anak Abu sambil sesengggukan.
Mama Abu dan Kakak serta Abu tak bisa berkata-kata. Hanya air mata menetes deras.
“Dengan tidak memiliki tangan,“ lanjut anak Abu, “aku tidak bisa memukuli Kakak lagi. Allah SWT Maha Besar. Allah SWT Maha Penyayang. Aku menerima hukuman dari Allah SWT dengan tidak memiliki tangan lagi. Tak bisa bermain game lagi. Tak bisa makan dengan leluasa. Namun, Mama, Kakak maafkan aku. Seandainya aku diberi oleh Allah SWT tangan seperti dulu, aku tak akan gunakan tangan aku untuk memukuli kakakku! Aku menyesal. Seharusnya aku tidak memukuli Kakak dan tidak membentak-bentak Mama! Allahhu akbar!”
Pecahlah tangis di rumah itu. Abu, Mama Abu, Kakak dan Mama Abu serta anak Abu saling berpelukan menangis. Hanya anak Abu yang tak bisa memeluk karena kehilangan dua tangannya akibat kecelakaan dan diamputasi. Anak Abu menyesal dulu sering memukuli Kakak perempuan yang sabar dan tak berdaya. Juga menyesali sering meneriaki Mama Abu.
Sesal kemudian tak berguna. Maka janganlah kalian gunakan tangan untuk memukuli orang lain, Kakak perempuan, juga nggak boleh. Maka janganlah membentak-bentak Mama Abu, nanti ketika Allah mencabut suara, sesal kemudian tak berguna.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H