Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Abu yang Sabar, tapi Murung

4 Juli 2015   09:26 Diperbarui: 4 Juli 2015   09:26 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ayah, Gilang takut ada kejadian buruk menimpa Ibu dan Fatla,” cerita Gilang.

Gilang menceritakan kepada Abu tanda kematian antara lain, seperti yang disampaikan oleh Ki Sabdopanditoratu, kesedihan dan perubahan sikap dan kebiasaan aneh.

“Semoga tidak,” jawab Abu singkat.

“Gilang, Ayo berangkat,” ajak Abu kepada Gilang.

Gilang selalu membantu mendorong gerobak karena Abu sudah renta berusia 60 tahun. Kurus badannya. Dan tak kuat lagi menarik dan menopang gerobak sampah.

“Ya. Ayah,” sahut Gilang sambil masuk ke gubug menghampiri Fatla yang masih berjongkok mencuci piring.

“Fatla, jangan murung ya. Gilang takut terjadi apa-apa sama kamu,” nasihat Gilang sambil berlalu.

“Aku nggak apa-apa kok, Kakak,” sahut Fatla sedikit tersenyum.

Senyum itu tak mampu menghapus kekhawatiran Gilang tentang kesedihan, sebagai tanda kematian, yang ditunjukkan mimik muka Fatla. Fatla, sebagaimana Gilang yang tahu ajaran Ki Sabdopanditoratu, juga melihat perubahan sikap Gilang sebagai tanda kematian pada Gilang, dari kejam menjadi baik sekali pada Fatla.

Maka, Gilang berjalan keluar rumah mendorong gerobak bersama Abu seperti biasa. Mereka menyusuri jalan besar menuju kompleks perumahan mencari barang rongsokan yang laku jual. Pikiran Gilang masih saja di rumah, tentang Fatla. Tentang kesedihan sebagai tanda kematian. Sambil mendorong gerobak bayangan tetap sama: Fatla yang murung dan sedih. Gerobak didorong pelan memotong jalan besar.

“Brak.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun