Senyatanya BBM ini adalah menjadi bahan jarahan perdagangan gelap para penyelundup yang terkait dengan para penguasa, kepolisian - seperti kasus Rekening Polisi Raja Ampat yang bernilai triliuan termasuk dari penyelundupan BBM - partai politik, DPR yang tengah berkuasa yang memiliki akses ke peredaran BBM yakni Pertamina Hilir.
Karenanya, sebenarnya di tengah penolakan kenaikan BBM, rakyat hanya menjadi obyek penderita. Rakyat disuguhi oleh drama dan seolah debat tentang pembelaan partai politik terhadap rakyat. BLSM, balsam sesuai dengan omongan Joko Widodo juga bukan alat yang mendidik rakyat. BLSM adalah upaya mendidik dan membodohi rakyat.
Bahkan jika dicermati, naik atau tidak naik, rakyat miskin yang menerima Balsem adalah korban kebijakan harga BBM selama ini. Mending subsidi itu dialihkan untuk membangun 3,000 km jalan raya atau 10,000 km jalur kereta api. Dan jelas ini akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan infrastruktur yang memerlancar distribusi barang. Atau untuk membangun 3 jembatan Selat Sunda.
Subsisi BBM tetap dipertahankan karena upaya untuk melanggengkan korupsi dan pencurian BBM dan minyak dan gas di kalangan para penguasa, DPR, parpol, aparat keamanan, Pertamina dan kawan-kawan. KPK sedang menangani kasus di Pertamina terkait mark-up harga pembelian minyak mentah impor. Ini akan membuka mata kita semua.
Itulah tulisan postingan tanggal 18 Juni 2013, hampir 2 bulan sebelum penangkapan Rudi Rubiandini dan sebentar lagi Kementerian ESDM dan parpol akan kebakaran jenggot karena terkait dengan penangkapan Rudi Rubiandini. Pekerjaan KPK berikutnya adalah menelisik kasus BLBI dan kasus pajak yang melibatkan pejabat tinggi RI, selain dua kasus lain yang akan menyusul di dua kementerian yang lain.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H