Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kau Suamiku, Tapi Kau Bukan Suamiku

25 Maret 2013   07:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:16 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya aku memilihmu karena kau mencintaiku!" kataku sambil mengusap air mata di pipiku.

"Ya!" sahut Niko pendek sambil menatapku.

"Kau tahu saat itu bukan hanya kamu yang ada dalam hidupku. Dan kau menerima. Saat itu aku memilih suami. Bukan memilih pacar. Dan kau menerima!" kataku sambil memeluk bantal.

Niko terdiam duduk di pojok tempat tidurku sambil menatap televisi.

"Kita tumbuh menjadi semakin besar. Lalu kita berkembang menjadi besar dan besar. Kini kita sampai memiliki kemampuan hampir mampu membeli apapun yang mungkin secara wajar. Aku sabar dan aku memahami dan mengerti. Namun aku mulai sadari sejak kita hidup bersama ada hal yang tak beres dengan hubungan kita!" kataku panjang lebar.

"Apa itu?"

"Aku mencoba menolak kecurigaan aku. Aku bunuh logikaku. Sejak awal kau selalu mesra dan lembut padaku. Kau tak pernah berubah menjadi dingin. Kau pun selalu menyentuhku. Ingat, Aku memahami itu.

Mungkin karena aku juga sibuk." jelasku lebih lanjut.

"Nah, kamu kan tahu kau sibuk untuk Nikolay dan Nina!' sahutnya menjelaskan.

"Ya. Aku paham. Tapi yang kau lakukan sudah keterlaluan. Aku belum pernah melihat lelaki seperti kamu.

Selama sepuluh tahun kamu hanya menggauli aku satu kali. Bagaimana mungkin dalam seminggu kamu pasti ke rumah lebih dari lima kali dan pulang ke rumah kamu yang lain selalu di atas pukul 01.30," kataku sambil menangis dengan suara tertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun