Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lion dan Penerbangan Shabu!

13 April 2013   16:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:15 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Inilah kenangan terbang dengan pesawat Lion yang aku tuliskan dulu yang aku rasa tetap uptodate. Di atas pesawat aku mengamati. Mencengangkan. Saya jujur baru menyadari ini benar setelah melakukan penyelidikan. Saya tidak gegabah. Bandara Soekarno-Hatta melakukan pemeriksaan acak kepada awak pesawat cuma hiasan pemanis belaka. Saya seorang frequent traveler yang memakai jasa penerbangan. Ngeri melihatnya. Ini hasil pengamatan saya.

Saya coba menelisik. Saya amati pramugari. Pertama cara mereka membaca pengumuman. Pengumuman dibacakan dengan tergesa-gesa tanpa nada dan irama. Terkesan tergesa-gesa. Bahasa Inggrisnya dibacakan semaunya. Kadang terpatah-patah tidak karuan. Ketika memberikan pelayanan cuek. Kurang ramah. Terlalu percaya diri. Agresif. Raut muka kemerahan. Senyum ramah namun cenderung nyinyir. Tidak sopan. Berjalan terlalu cepat. Kelihatan terlalu penuh percaya diri.

Setelah pesawat tinggal landas, para pramugari bergerombol di ruangan dekat kokpit. Tirai pembatas antara penumpang dan awak pesawat ditutup. Tertawa-tawa, cengengesan, terbahak. Lalu saya coba intip. Mereka sebagian duduk. Sebagian keluar masuk ke dalam kokpit. Tertawa-tawa berderai. Ketika mereka keluar. Saya coba iseng pencet tanda panggilan awak kabin di atas kepala saya. Saya tunggu lima menit lebih tak ada pramugari yang datang. Saya rasa ini tidak normal. Saya panggil lagi. Alasan saya saya meminta selimut.

Betapa saya terkejut. Datang menghampiri saya pramugari bernama Winnie Raditya dengan muka memerah. Menanyakan keperluan saya. Jangan-jangan ini pramugari yang pada tanggal 6 April 2011 tertangkap membawa shabu-shabu.

"Mau apa, Pak?" tanya pramugari Winnie Raditia.

Kok bukan kalimat manis Pak bisa saya bantu? yang keluar dari mulutnya.

"Mau muntah," jawabku sekenanya.

"Itu ada kantong untuk nyampah," katanya.

Winnie Raditia menunjuk kantong plastik di kantong kanguru di depan aku duduk. Wah. Nyampah? Bahasa pelayanan John Robert Powers tidak mengajari ungkapan kata demikian. Bukankah mereka diajari courtesy, table manner, self-confidence, customer service, ethics, cultures, language mastery, excellent service, dan sebagianya yang saya sampai tidak mengerti semuanya.

Aku diam saja. Keki jelas. Cara menjawab dan melayani mengingatkan tulisan di media massa. Oh, memang benar rupanya mereka pengguna narkoba.

Kini giliran pilot keluar dari kokpit. Muka berseri-seri kegirangan. Berjalan dengan ketergesaan. Tak ada tanda oleng atau sempoyongan ketika dia berjalan. Mataku mengikuti dia menuju ke toilet. Dua puluh lima menit pilot masuk ke toilet. Lama bener, pikirku. Keluar dari toilet rupanya mukanya menjadi lebih segar. Aku merasa dia pernah terlihat di televisi dalam kasus shabu. Apakah dia Syaifull Sallam? Makin deg-degan aku. Jangan sampai dia yang mengemudikan pesawat ini. Jangan Tuhan.

"Cap, bagaimana? Oke?" tanya pramugari pada pilot Syaifull Sallam.

Wah benar. Ini dia. Pilot shabu. Aku tak tahu nama Syaifull Sallam karena tidak memerhatikan pengumuman sebelum terbang.

"Oke" jawabnya pendek.

Masuklah Syaifull Sallam ke dalam kokpit. Penumpang tidak paham akan apa yang terjadi di kokpit pesawat. Karena tirai pembatas dipasang. Tirai menghalangi pengamatan penumpang terhadap awak kabin dan captain pilot serta co-pilot. Mungkin penumpang juga tidak mengamati. Cuma aku yang mengamati. Aku sungguh gelisah.

Pengumuman pesawat mau mendarat. Pramugari tidak mengamati para penumpang untuk memasang sabuk pengaman. Sudah diumumkan lewat sound system pesawat. Begitu pikirnya. Demikian pula sandaran kursi dan tray tidak diamati satu per satu. Aneh. Aku buru-buru pindah tempat duduk dekat emergency exit. Untuk menenangkan diri. Aku berdoa. Khusuk. Mohon keselamatan. Paranoid saya.

Pesawat mendarat dan booom boom booom bump! Hentakan roda pesawat menyentuh landasan.

"Ahhhhh. Masya Allah. Innalillah. Astaghafirrullah. Tuhan Yesus. Namo Buddhaya. Gusti," berteriak serempak penumpang kaget.

"My God," bisikku lirih dalam hati.

Begitu kerasnya pesawat mendarat hingga ban roda belakang pecah. Pesawat meluncur keluar landasan menuju rerumputan. Berhenti.

Para pramugari tampak kebingungan. Takut. Buru-buru mereka kabur meninggalkan pesawat lewat pintu darurat. Pengumuman dibacakan penumpang harap tenang. Pilot dan co-pilot juga bergegas keluar.

Aku bergegas mengikuti mereka mengevakuasi diri. Meluncur keluar di atas sayap pesawat. Terdengar mobil pemadam kebakaran meraungkan bunyi sirene begitu keras. Ada Sembilan mobil pemadam kebakaran dikerahkan. Tujuannya untuk antisipasi kebakaran.

Tidak berapa lama. Sejurus kemudian asap mengepul memenuhi kabin pesawat. Penumpang terjebak asap. Terdengar ledakan dari bagian bawah badan pesawat. Boom. Pesawat terbakar hebat. Beberapa orang terlihat melompat keluar pesawat. Dengan ketinggian kurang dari tiga meter. Aku melihat seorang kakek keluar dari pesawat. Naas, badan rentanya tak kuat bangkit dari bawah badan pesawat dan menggelinjang menjemput maut.

Ledakan kedua terdengar ketika aku sudah berada 100 meter dari badan pesawat yang terbakar. Di situ saya berkumpul dengan para pramugari yang selamat. Juga pilot dan co-pilot. Wajah mereka tenang. Santai. Nyaman dan tidak peduli melihat pesawat terbakar. Penumpang terbakar menjadi arang.

"Untung kita selamat. Masih bisa nyabu ya sayang," kata pilot Syaifull Sallam berbisik di telinga pramugari Winnie Raditia.

"Iya, Cap. Barang tadi bagus ya Cap?" seloroh pramugari Winnie Raditia.

Pilot dan co-pilot diikuti para pramugari, saling bergandengan tangan dan juga melingkarkan tangan di pinggang, ngeloyor pergi meninggalkan bangkai pesawat yang habis terbakar. Mereka pergi melanjutkan pesta shabu di rumah kost mereka di daerah Tomang, seperti yang aku dengar dari celotehan mereka tadi.

Aku juga ingat bahwa omongan ‘OKE' dan ‘OK' antara pilot Syaifull Sallam dan pramugari Winnie Raditia tadi soal shabu, bukan tentang keselamatan penerbangan. Kasihan deh gue, pikirku.

Aku termangu mensyukuri aku masih hidup. Sambil menangis aku ingat puluhan penumpang terbakar menjadi abu. Semua gara-gara shabu. Itulah gambaran dunia penerbangan Indonesia yang dipimpin oleh Lion Air, Maskapai Penerbangan Shabu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun