"Cap, bagaimana? Oke?" tanya pramugari pada pilot Syaifull Sallam.
Wah benar. Ini dia. Pilot shabu. Aku tak tahu nama Syaifull Sallam karena tidak memerhatikan pengumuman sebelum terbang.
"Oke" jawabnya pendek.
Masuklah Syaifull Sallam ke dalam kokpit. Penumpang tidak paham akan apa yang terjadi di kokpit pesawat. Karena tirai pembatas dipasang. Tirai menghalangi pengamatan penumpang terhadap awak kabin dan captain pilot serta co-pilot. Mungkin penumpang juga tidak mengamati. Cuma aku yang mengamati. Aku sungguh gelisah.
Pengumuman pesawat mau mendarat. Pramugari tidak mengamati para penumpang untuk memasang sabuk pengaman. Sudah diumumkan lewat sound system pesawat. Begitu pikirnya. Demikian pula sandaran kursi dan tray tidak diamati satu per satu. Aneh. Aku buru-buru pindah tempat duduk dekat emergency exit. Untuk menenangkan diri. Aku berdoa. Khusuk. Mohon keselamatan. Paranoid saya.
Pesawat mendarat dan booom boom booom bump! Hentakan roda pesawat menyentuh landasan.
"Ahhhhh. Masya Allah. Innalillah. Astaghafirrullah. Tuhan Yesus. Namo Buddhaya. Gusti," berteriak serempak penumpang kaget.
"My God," bisikku lirih dalam hati.
Begitu kerasnya pesawat mendarat hingga ban roda belakang pecah. Pesawat meluncur keluar landasan menuju rerumputan. Berhenti.
Para pramugari tampak kebingungan. Takut. Buru-buru mereka kabur meninggalkan pesawat lewat pintu darurat. Pengumuman dibacakan penumpang harap tenang. Pilot dan co-pilot juga bergegas keluar.
Aku bergegas mengikuti mereka mengevakuasi diri. Meluncur keluar di atas sayap pesawat. Terdengar mobil pemadam kebakaran meraungkan bunyi sirene begitu keras. Ada Sembilan mobil pemadam kebakaran dikerahkan. Tujuannya untuk antisipasi kebakaran.