Tidak berapa lama. Sejurus kemudian asap mengepul memenuhi kabin pesawat. Penumpang terjebak asap. Terdengar ledakan dari bagian bawah badan pesawat. Boom. Pesawat terbakar hebat. Beberapa orang terlihat melompat keluar pesawat. Dengan ketinggian kurang dari tiga meter. Aku melihat seorang kakek keluar dari pesawat. Naas, badan rentanya tak kuat bangkit dari bawah badan pesawat dan menggelinjang menjemput maut.
Ledakan kedua terdengar ketika aku sudah berada 100 meter dari badan pesawat yang terbakar. Di situ saya berkumpul dengan para pramugari yang selamat. Juga pilot dan co-pilot. Wajah mereka tenang. Santai. Nyaman dan tidak peduli melihat pesawat terbakar. Penumpang terbakar menjadi arang.
"Untung kita selamat. Masih bisa nyabu ya sayang," kata pilot Syaifull Sallam berbisik di telinga pramugari Winnie Raditia.
"Iya, Cap. Barang tadi bagus ya Cap?" seloroh pramugari Winnie Raditia.
Pilot dan co-pilot diikuti para pramugari, saling bergandengan tangan dan juga melingkarkan tangan di pinggang, ngeloyor pergi meninggalkan bangkai pesawat yang habis terbakar. Mereka pergi melanjutkan pesta shabu di rumah kost mereka di daerah Tomang, seperti yang aku dengar dari celotehan mereka tadi.
Aku juga ingat bahwa omongan ‘OKE' dan ‘OK' antara pilot Syaifull Sallam dan pramugari Winnie Raditia tadi soal shabu, bukan tentang keselamatan penerbangan. Kasihan deh gue, pikirku.
Aku termangu mensyukuri aku masih hidup. Sambil menangis aku ingat puluhan penumpang terbakar menjadi abu. Semua gara-gara shabu. Itulah gambaran dunia penerbangan Indonesia yang dipimpin oleh Lion Air, Maskapai Penerbangan Shabu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H