Semakin penasaran aku dengan wanita ini. Apalagi sejak aku menikah sekitar dua tahun lalu aku adalah lelaki setia. Aku hanya berpacaran dengan seorang gadis Jepang. Ketika itu dia telah kembali ke negaranya. Aku harus mengakhiri hubunganku dengannya karena kontrak kerjanya telah berakhir. Tidak mungkin aku pergi ke Jepang mengikutinya. Itu adalah komitmen terbaik antara aku dan dia.
"Oh ya, tinggal di mana?" tanyaku lagi setelah sadar aku dari lamunan.
"Di Melati," sahutnya.
"Oh!"
Aku tak tahu di mana tempat yang disebutnya itu. Namun aku senang dia mulai mau menjawab pertanyaanku. Walaupun dia sedetikpun tak menengok apalagi menatap aku. Aku memahaminya. Mungkin dia tidak merasa nyaman bertatapan mata dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Aku tetap menghargainya. Aku juga semakin tahu bahwa dia adalah perempuan baik-baik yang berkepribadian. Cantik raga, cantik hati dan cantik jiwa. Cantik pula cara berbusananya. Bisa saya pastikan bahwa dia bukan perempuan sembarangan.
"Suamiku juga suka menulis lho. Tapi menulis tentang biografi orang-orang terkenal..." ceritanya.
"Oh bagus kalau begitu.." sahutku menimpali.
Lalu dia bercerita tentang anaknya yang berjumlah enam orang. Dia juga bercerita tentang anaknya yang menyukai puisi. Aku juga ceritakan jika aku suka menulis di Kompasiana. Juga tulisan di berbagai harian di Indonesia. Aku adalah penulis dan penyair besar. Dia memerhatikan perkataanku namun tak menatapku. Dia menghindari upaya aku menatap matanya. Namun aku menangkap bahwa dia perempuan yang sangat menarik.
Waktu terus berlalu dengan berbagai cerita. Maka aku tanyakan hobinya. Katanya dia suka makan tapi tak banyak. Pantas tubuhnya indah tanpa lemak sedikitpun. Aku semakin kuatir waktu akan berlalu begitu saja. Yang ada dalam pikiranku, aku ingin segera mendapatkan paling tidak Facebooknya. Ternyata dia tidak punya akun Facebook. Lalu aku Tanya Twitter. Juga tidak punya.
"Wow asyik dong. Tuh yang masih bayi sebagai bonus ya...he he he," komentarku.
"Iya menyenangkan!" sahutnya pendek.