[caption caption="Pasal 1.7 mengatur hak opsi perpanjangan"]
[caption caption="Pasal 11.1"]
Menyoal Apartemen Kempinski dan Menara BCA
HIN menuding, dua bangunan ini tidak tercantum dalam kontrak perjanjian. Perlu diketahui, pasal 1.2 (hal 7) berbunyi “Gedung dan fasilitas penunjang adalah bangunan-bangunan dan segala fasilitas pendukung yang wajib dibangun dan/atau direnovasi penerima hak BOT di atas tanah, yaitu, ANTARA LAIN, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya, berikut fasilitas parker serta FASILITAS PENUNJANG LAINNYA..”
[caption caption="Pasal 1.2"]
[caption caption="Akta Notaris"]
Argumen PT HIN yang mempermasalahkan pembangunan dua gedung ini terkesan janggal. Sebab, pada tanggal 11 Des 2007 (jauh sebelum opsi perpanjangan diajukan oleh PT HIN sendiri), ada pendapat hukum dari legal consultant Arie Hutagalung & Partner yang menyebutkan kata “antara lain dalam definisi tersebut membuka kesempatan dilakukannya pendirian bangunan lainnya diluar yang sudah didefinisikan. Artinya, pembangunan kantor dan apartemen di atas tanah objek kerjasama dimungkinkan.
Pasal tersebut telah dengan jelas mengatur bahwa yang dapat dibangun antara lain adalah pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, menurut akta BOT, tidak mengatur secara limitatif bangunan apa saja yang boleh dibangun/diperkenankan dibangun oleh Penerima Hak BOT. Pasal tersebut hanya menyebutkan beberapa contoh bangunan diantara bangunan-bangunan yang ada lainnya. Dengan demikian, bangunan yang dapat dibangun oleh Penerima Hak BOT tidaklah terbatas pada Hotel Bintang Lima dan Pusat Perbelanjaan, tetapi dapat pula termasuk bangunan lain, yang atas pertimbangan teknis maupun komersial TIDAK MENGURANGI nilai kuantitas dan kualitas setelah terlebih dahulu memberitahukannya kepada HIN.
Benarkah PT HIN tidak tahu soal rencana pembangunan gedung kantor dan apartemen?
Ini yang menarik. HIN mengaku tidak tahu menahu pembangunan dua gedung tersebut sejak awal. Padahal, pada Agustus 2004, pihak HIN mengajukan proposal permohonan Hak Pengelolaan Lahan atas nama PT HIN kepada Badan Pertanahan Nasional. Permohonan ini adalah salah satu aspek penting yang tercantum dalam Perjanjian BOT. Tanah harus disesuaikan statusnya; yang tadinya HGB atas nama PT HIN dilepaskan haknya untuk diajukan menjadi HPL atas nama PT HIN. Selanjutnya, di atas tanah HPL itu diterbitkanlah HGB atas nama PT GI. Ini tentu dilakukan untuk menjaga tanah kepemilikan negara.
Ada fakta menarik yang saya temukan. Ternyata dalam proposal itu, pihak HIN sudah mengetahui rencana GI akan membangun gedung perkantoran dan apartemen pada April 2005. Dalam proposal dengan kop surat Inna Hotel Group itu, tertera jadwal konstruksi Mall A (September 2004), Mall B (Juli 2004), Hotel (Januari 2005), Kantor (April 2005) dan Apartemen (April 2005).